Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Cerpen: Gelang Sakti

26 Maret 2022   10:00 Diperbarui: 9 Maret 2023   07:56 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GELANG SAKTI

Sore itu menjadi waktu yang suram bagi bocah kecil bernama Fauzan. Ia duduk di pinggir lapangan melihat teman sebayanya bermain bola. Bocah ingusan berusia lima tahun itu diteman balita bernama Fitri yang sedang bermain dengan imajinasinya.

Fitri baru berusia tiga tahun dan ia sedang menikmati sore itu bersama saudaranya yang bernama Faizal. Bagi Fauzan dan Faizal bermain sepak bola adalah hal yang menyenangkan. Namun mereka berdua kali ini hanya menjadi penonton biasa saja.

Di tengah keseruan menonton bola Fauzan dan Faizal sempat bergurau. Tiba-tiba si gadis kecil bernama Fitri tersebut menangis kencang lantas Faizal bergegas memburunya dibantu Fauzi dan membawa Fitri pada ibunya. 

Beberapa menit kemudian Fauzan dan Faizal kembali duduk di pinggir lapangan menikmati keseruan anak-anak bermain sepak bola dengan harapan akan ada salah seorang dari mereka yang menginginkan kedua bocah ingusan itu untuk turun ke lapangan. 

Tiba-tiba tendangan tanpa arah menuju tempat mereka duduk, bola itu melayang dengan cepat menghantam wajah Fauzan sampai terjungkal. Fauzan yang marah lantas naik pitam berniat menendang kembali bola tersebut ke tengah lapangan. Namun tendangan tidak akurat dan tanpa perhitungan itu mengenai wajah Fauzi yang tengah memintanya. 

Seluruh anak-anak menyaksikan kejadian itu lalu mereka melepaskan tawa sampai terbahak-bahak. Anak yang berusia dua belas tahun itu tidak menggubris dan tidak pula ia ikut marah, karena ia menganggap bocah ingusan itu bukanlah lawannya. Kemudian dengan wajah sedikit malu Fauzi melanjutkan kembali permainan sepak bolanya.

Ketika Fauzan dan Faizal sedang asik dalam penantiannya dari kejauhan terdengar ibunya Fitri memanggil-manggil Faizal sambil setengah berlari. 

"Kamu lihat gelang milik Fitri tidak? kan tadi kamu main sama dia," ucapnya sambil tersengal-sengal.

"Oh iya, aku lihat Fitri memakai gelang. Tapi... " jawab Faizal sambil mengingat-ingat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun