Ia pula digambarkan sebagai seorang perempuan yang sangat ingin memiliki pengalaman bercinta dengan normal seperti pasangan kekasih pada umumnya. Dan apalagi mendapatkan buah hati dari kisah cintanya.Â
Adalah Bidi Baik yang berperan sebagai lawan dari simbol maskulinitas itu sendiri. Tokoh ini memiliki karakter yang cukup penting untuk memberikan pesan tersirat kepada penikmat.Â
Pada beberapa kejadian karakter ini digambarkan sebagai kebalikan dari karakter Ajokawir. Bidi Baik yang memiliki burung layaknya laki-laki normal, memanfaatkan keadaan untuk menggoda Iteng. Hingga akhirnya Si Perempuan hamil, dan sekaligus merusak hubungan pernikahan mereka.
Pada akhirnya cinta sejati Iteng ialah Ajokawir semata, seorang pria jantan tanpa kemaluan yang normal. Menunjukkan bahwa kejantanan Ajokawir sebagai laki-laki yang penuh cinta jauh lebih penting ketimbang kejantanan Bidi Baik yang memiliki alat kelamin normal.
Selanjutnya kejantanan seorang Ajokawir terbukti, ketika keduanya kembali bersatu di akhir cerita. Mengisyaratkan bahwa seorang laki-laki jantan bukan diukur dengan seberapa kuat kemaluannya dalam bercinta, tetapi perasaan, kasih sayang, sikap perilaku, dan keberanian untuk menghadapi semua masalah dengan cinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H