Logaritma dalam mesin pencarian berita kerap keliru untuk memberikan sumber yang akurat. Kebanyakan tulisan yang muncul hanyalah bacaan yang banyak diminati oleh pelanggan, sama sekali tidak menentukan sumber bacaan yang tepat. Dengan demikian kita perlu mencari apa yang kita butuhkah dengan mengembangkan pertanyaan dari apa yang kita baca. Kemudian mencari pertanyaan dengan mengandalkan kata kunci itu pada kolom mesin pencarian.
Sebagai pembaca paling tidak kita bisa melihat tujuan dari suatu media atau tujuan penulis. Setidaknya dengan melihat warna bahasa yang dibangun, kita dapat menentukan apakah teks yang kita baca memiliki tujuan keritis atau hanya sekedar memberikan informasi kepada khalayak saja.
Ada banyak jenis tulisan yang hanya sekedar memberikan informasi, dan ada pula yang berusaha menyudutkan pihak lain. Malahan ada pula sebuah tulisan yang sengaja mengadu, bahkan menggiring opini kita untuk melakukan sesuatu. Untuk menghindarkan diri dari hal itu, setidaknya kita harus bisa melihat sisi negatif dan sisi positif dari sebuah tulisan.Â
Memberikan penilaian terhadap tulisan yang telah kita baca merupakan upaya untuk mencari kepercayaan. Ada banyak teks artikel atau kolom yang disampaikan dengan bahasa luar biasa, namun di dalamnya banyak pendapat yang tidak disertai denga data faktual yang akurat. Sebagai pembaca kita perlu jeli untuk melihat kebenaran atas data-data itu. Apalagi data apa saja dapat menjadi valid apabila disampaikan dengan pendapat yang rasional. Memang tidak mudah untuk menentukan data mana yang valid dan data mana yang tidak, karena semua data akan terlihat luar biasa ditangan seorang penulis. Maka carilah tulisan atau teks yang berusaha netral dengan keadaan.
Contoh Berliterasi di Media Digital yang Baik Dapat Kita Simak Sesuai Narasi berikut Ini:
Semisalkah pada notifikasi browser kita muncul berita terbaru tentang ketentuan pembelajaran tatap muka. Pada sumber berita itu Menteri Pendidikan menetapkan pembelajaran tatap muka hanya boleh dilakukan sebanyak 50% dari jumlah siswa yang ada. Sementara Presiden Jokowi mengusulkan pembelajaran tatap muka hanya boleh dilakukan sebanyak 25% dari siswa yang ada. Maka yang perlu kita lakukan adalah mencari alasan-alasan terkait kedua pendapat yang berbeda itu. Kenapa kedua pernyataan berbeda, dan mana yang benar.
Setelah dicari dengan kata kunci "ketentuan pembelajaran tatap muka di sekolah", ternyata ada beberapa sumber yang memberitahukan kalau perdebatan itu tengah berlangsung antara pemimpin daerah, dinas pendidikan, dan kepala sekolah. Â Setelah dicari lebih dalam ditemukan sebuah kabar yang menyatakan bahwa kedua pernyataan itu baru sekedar usulan, dan akan dibahas lebih lanjut dengan beberapa pihak yang memiliki hak menyelenggarakan tatap muka di sekolah. Pada hasil ini, tentu saja pembaca hanya perlu menunggu hasil dari keputusan itu. Bukan malah melebih-lebihkan berita dengan memosting headline berita. Sebab hal tersebut dapat memberikan salah arti bagi pembaca lain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H