Negara kita bagaikan bayi tua yang senang melihat media. Bangsa Tionghoa sudah pergi mendahului kita menuju penjelajahan alam semesta, sementara kita masih tiduran manis melihat layar kaca.
Di era kemajuan teknologi informatika seperti saat ini, secara tidak sadar telah memperlihatkan kegagapan kita dalam menerima lonjakan drastis kemajuan zaman. Berbagai aplikasi media sosial saling berkompetisi untuk merebutkan pasar. Baik yang bersifat informatif maupun hanya bersifat hiburan saja. Kemudahan menerbitkan dan mengonsumsi informasi tidak dibarengi dengan bekal kemampuan berliterasi. Kasarnya kita bisa menyebutkan, kalau masyarakat telah sebegitu malasnya mencari kebenaran suatu kabar.
Beberapa tahun belakangan ini banyak sekali masyarakat yang mudah tergiring oleh berita hoaks. Mulai dari isu RUU, pandemi yang tak berkesudahan, mudik yang tertunda, sampai soal terorisme.
Kepercayaan masyarakat akan berita yang belum tentu jelas kebenarannya itu adalah bentuk dari kurangnya berliterasi. Namun di balik itu semua, peran pers seharusnya dapat mendukung kebutuhan masyarakat ke arah yang lebih berpengetahuan. Kebanyakan media masa lebih mementingkan rating dari pada kebenaran suatu berita itu sendiri, sehingga masalah berliterasi tidak memiliki solusi.
Pemaparan di atas hanyalah pembuka dari tulisan ini. Lanjutnya akan penulis bahas lebih dalam, dimulai dengan memahami literasi itu sendiri
Literasi Tidak Melulu Membaca!
Seperti pada judul yang penulis katakan di atas, literasi tidak melulu soal membaca. Literasi adalah sebuah kegiatan mengolah informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu tujuan. Melalui informasi dan data-data yang diperoleh selanjutnya berguna untuk menciptakan seuatu, entah itu opini, karya, atau sebuah produk dengan nilai jual tinggi.
Literasi adalah sebuah proses yang panjang dengan hasil akhir sebagai bentuk keberhasilan. Penulis ambil contoh, seorang karyawan kontrak yang baru saja diberhentikan dari pekerjaannya. Karena usia yang sudah kepalang tua dan tidak memungkinkan untuk mencari pekerjaan baru pada perusahaan lain, si mantan karyawan swasta itu memutuskan untuk menjadi pedagang. Namun ia tidak tahu, jenis dagangan seperti apa yang cocok untuknya. Sampai suatu ketika si calon pedagang yang mana mantan karyawan swasta ini mendapati kesadaran bahwa dirinya pandai sekali memasak. Alhasil mantan karyawan swasta itu memutuskan untuk menjual makanan.
Masalah yang ditemui oleh mantan karyawan swasta itu tentunya belum menemukan solusi akhir. Ia harus menentukan jenis makanan apa yang bakalan dibuatnya dan bagaimana cara mengolah bahan-bahan yang tersedia untuk dijadikan sebuah produk makanan. Katakanlah si mantan karyawan itu menemukan petunjuk kalau ia akan membuat olahan makanan khas daerahnya. Dengan dasar bahwa banyak sekali wisatawan yang tertarik dengan daerahnya.
Apa yang menjadi ide di atas belum sepenuhnya memecahkan masalah. Sebab si mantan karyawan swasta itu harus melihat jumlah bahan mentah yang tersedia di daerahnya, bagaimana cara mendapatkannya, dan berapa banyak modal yang dikeluarkan. Sampai sini si calon pedagang makanan khas daerah ini belum mendapatkan hasil, sekalipun masalah bahan telah terselesaikan. Ia harus memikirkan cara mengolah bahan-bahan itu dan membuat resep. Selanjutnya si mantan karyawan swasta itu harus menguasai teknik pemasaran yang sesuai dengan produknya. Ia pun harus membuat perhitungan khusus agar barang dagangannya dapat bersaing dengan produk lain.