Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahasa Indonesia dan Imajinasi Cita-cita

4 Juni 2021   09:58 Diperbarui: 30 Mei 2023   10:49 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KBBI Sekadar Mesin Pencetak Kata

Usaha untuk mencapai cita-cita bangsa dalam berbahasa tidak hanya mendapatkan kesulitan dari dalam tubuh saja. Tetapi juga dari luar tubuh bahasa Indonesia itu sendiri. Keberadaan KBBI sebagai perpustakaan kata bahasa Indonesia belakangan ini sangat mengkhawatirkan. Adanya beberapa bahasa asing yang diangkat ke dalam bahasa Indonesia membuat kaum akademis dan para ilmuwan bahasa mengerutkan dahi. Seperti kata "oke" yang diserap dari bahasa Inggris. Padahal ada kata lain yang masih layak digunakan seperti kata "baik".

Sebenarnya masalah seperti di atas sudah muncul dari dahulu. Entah karena budaya main comot atau kurangnya pemahaman nasionalis. Bahasa Indonesia seperti layaknya kota Jakarta atau New York di Amerika. Ada banyak sekali bahasa asing yang sudah mengakar di dalamnya. Seperti kata "kantor" yang berasal dari serapan bahasa belanda, asal katanya Kantoor. Kemudian kata "lemari" yang diserap dari bahasa Arab, asal katanya almari. Dan masih banyak lagi.

Kita tahu bahasa daerah kita sangat beragam, dari Indonesia bagian yang paling timur sampai bagian yang paling barat. Dengan keadaan itu, bahasa daerah memungkinkan untuk menambah perbendaharaan bahasa Indonesia. Sekaligus untuk mencegah budaya main comot bahasa asing.

Sebelum kata "unduh" terpampang jelas dalam siber, kita telah familiar dengan kata download. Kata "Unduh" diambil dari bahasa Jawa yang memiliki arti ngepet atau memetik. Usaha semacam ini cukup mendapatkan apresiasi oleh pengamat bahasa. Tapi bagaimana dengan bahasa Slang? Apakah masih dianggap sebagai bahasa rendahan? Atau ancaman?

Bahasa Slang dalam Kacamata Kreativitas

Bahasa Slang, bisa muncul dan berpotensi menguntungkan. Jika dikreasikan dengan cukup baik. Dengan catatan bahasa Slang yang muncul bukan karena hadirnya eksistensi bahasa asing. 

Penulis melihat beberapa bahasa Slang yang telah diangkat ke dalam bahasa Indonesia. Seperti kata "kepo" yang memiliki arti leksikal: rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain. Atau kata "alay" yang memiliki arti leksikal: gaya hidup yang berlebihan untuk menarik perhatian.

Usaha menambah kosa kata baru semacam ini tidak sepenuhnya mendapatkan apresiasi. Alasannya karena bahasa Slang masih dianggap sebagai bahasa rendahan, tidak mencirikan kaum intelek atau akademis dan lain sebagainya.

Secara sadar atau tidak, kita telah membentuk KBBI sebatas mesin pencatat perbendaharaan kata saja. Bukan menjadikannya sebagai pedoman belajar bahasa. 

Sementara kawula muda hanya menggunakan bahasa seadanya, yang kemudian dikreasikan sedemikian rupa membentuk bahasa Slang. Begitu juga sebaliknya, KBBI hanya mengambil bentuk kata yang telah diciptakan oleh khalayak. Sehingga masalah berbahasa berputar-putar di situ-situ saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun