Mohon tunggu...
Admin
Admin Mohon Tunggu... Jurnalis - Read To Write

Menulislah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Reinterpretasi Eksistensi Gerakan Melalui Fenomenologi

26 Oktober 2024   20:31 Diperbarui: 27 Oktober 2024   20:58 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika berbicara tentang gerakan sosial, filosofis, atau bahkan spiritual, ada satu hal yang sering terabaikan: keberlangsungan hidup sebagai proses yang dinamis. Gerakan yang bertujuan mengubah realitas, pada dasarnya harus selalu bergerak, menyesuaikan diri, dan berkembang. Gerakan yang hidup adalah yang tidak pernah merasa "selesai" dengan dirinya sendiri. Begitu ia merasa cukup atau puas, ia berhenti berkembang dan berisiko menjadi dogma, dengan kata lain, mati. Artikel ini mengajak untuk merenungkan konsep gerakan yang hidup, dan bagaimana fenomenologi serta pemikiran eksistensial dapat menjadi alat bantu untuk menjaga gerakan tetap bernyawa.


1. Gerakan sebagai Proses yang Hidup

Dalam pandangan gerakan hidup, perubahan adalah napas yang membuatnya terus bertahan. Seperti halnya organisme yang tumbuh, gerakan sejati adalah yang terus memperbaharui tujuan dan caranya, menyesuaikan diri dengan realitas yang ada. Gerakan yang merasa selesai pada akhirnya kehilangan daya hidupnya, dan mulai beralih menjadi sesuatu yang kaku, kehilangan daya kritisnya, dan bahkan berpotensi berubah menjadi hal yang semula ingin dilawannya. Di sinilah pentingnya refleksi dan evaluasi berkelanjutan.

Filosof Heraclitus pernah berkata, "Kita tidak pernah bisa melangkah di sungai yang sama dua kali." Prinsip ini menggambarkan bagaimana perubahan adalah inti dari eksistensi. Gerakan yang hidup harus merangkul perubahan ini, bukan menganggap dirinya sebagai "ide final." Sebab begitu ia menjadi final, ia berhenti menjadi hidup.

2. Penolakan terhadap Sakralisasi Profan

Dalam setiap gerakan, ada kecenderungan untuk mengultuskan hal-hal profan atau duniawi. Banyak gagasan atau ide yang pada awalnya hadir sebagai alat bantu gerakan malah berpotensi disakralkan, dianggap mutlak, dan tak lagi dipertanyakan. Akibatnya, kita justru menciptakan dogma baru yang mengekang dan menghambat kebebasan berpikir. Materi, pemikiran, atau ide tertentu dapat berubah menjadi "kitab suci" baru, yang dipegang erat tanpa pemahaman lebih lanjut, seolah-olah kehadirannya saja sudah cukup untuk memberi makna.

Sakralisasi ini berbahaya karena menutup ruang untuk eksplorasi dan inovasi. Padahal, dalam realitas yang terus berubah, dogmatisasi atas hal-hal duniawi hanya akan mempersempit ruang gerak. Untuk itu, gerakan hidup menuntut kita agar selalu kembali mempertanyakan makna sebenarnya dari tujuan-tujuan kita, tanpa terperangkap pada hal-hal yang sifatnya sementara.

3. Fenomenologi sebagai Alat Bantu Gerakan

Fenomenologi, yang dikembangkan oleh Edmund Husserl, adalah metode untuk memahami realitas secara langsung, tanpa asumsi atau pra-anggapan. Fenomenologi mengundang kita untuk mengalami dunia sebagaimana adanya, bukan berdasarkan interpretasi yang dipaksakan dari luar. Melalui fenomenologi, kita mendekati pengalaman hidup dengan keterbukaan penuh, mengundang rasa ingin tahu yang otentik terhadap apa yang terjadi di hadapan kita.

Dalam konteks gerakan, fenomenologi membantu kita melihat dan memahami situasi dengan lebih murni. Sebuah gerakan yang digerakkan oleh fenomenologi bukan sekadar alat atau instrumen untuk mencapai sesuatu, melainkan pengalaman eksistensial yang hidup dan penuh kesadaran. Fenomenologi mencegah gerakan dari penafsiran yang terbatas dan dogmatis, sehingga ia selalu terbuka pada makna-makna baru yang muncul dari pengalaman konkret.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun