Mohon tunggu...
Muhamad Syafril Alfariji
Muhamad Syafril Alfariji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Bnaten

Mahasiswa dan Desainer Grafis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Gen-Z dan Media baru : Dampak Konsumsi Konten di Era Digital

29 Desember 2024   20:48 Diperbarui: 29 Desember 2024   20:48 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Magnus Mueller dari Pexels:: https://www.pexels.com/photo/photo-of-hand-holding-a-black-smartphone-2818118/

Dalam beberapa tahun terakhir, Generasi Z (Gen-Z), yang terdiri dari individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, telah menjadi salah satu kelompok demografis paling berpengaruh di dunia. Kehadiran media baru, terutama platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, telah mengubah cara mereka mengonsumsi konten. Media ini menawarkan hiburan, pendidikan, hingga ruang berekspresi, tetapi juga membawa berbagai dampak yang signifikan.

Sebagai generasi yang lahir di tengah perkembangan teknologi, generasi saat ini memiliki kedekatan yang luar biasa dengan dunia digital. Mereka tidak hanya menjadikan media sosial sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai alat untuk mengekspresikan diri dan membangun identitas. Berdasarkan laporan dari Statista, rata-rata remaja dan dewasa  menghabiskan 4-6 jam per hari di media sosial. Angka ini menegaskan betapa pentingnya platform seperti TikTok bagi keseharian mereka.

TikTok misalnya, tidak hanya sekadar menjadi tempat untuk berbagi video pendek, tetapi juga menjadi ruang di mana kreativitas dan tren global bermula. Gen-Z sangat tertarik pada konten yang autentik, interaktif, dan relevan dengan nilai-nilai mereka. Menurut Studi dari Pew Research Center Washington, DC, mengungkapkan bahwa mereka sering mencari isu-isu sosial, keberlanjutan, dan inspirasi yang dapat memperkaya pandangan hidup mereka. Namun, ketergantungan pada media ini juga membawa tantangan tersendiri, seperti kecanduan media yang mengurangi waktu produktif.

Media baru menawarkan banyak manfaat bagi kita, kreativitas mereka tumbuh melalui berbagai tantangan di TikTok, mulai dari tarian, tutorial memasak, hingga diskusi intelektual. Seorang remaja dapat dengan mudah menemukan komunitas yang sesuai dengan minat mereka, seperti grup seni digital di Instagram atau forum gaming di Discord. Selain itu, akses informasi menjadi lebih mudah. Generasi saat ini dapat belajar keterampilan baru, seperti desain grafis atau coding, hanya dengan menonton video di YouTube. Bahkan, media baru memungkinkan mereka untuk tetap terhubung dengan keluarga dan teman, terutama di masa pandemi ketika interaksi fisik sangat terbatas.

Contoh Kasus Positif: Seorang siswa SMA di Jakarta, menggunakan TikTok untuk berbagi tutorial menggambar digital. Konten ini tidak hanya meningkatkan keterampilannya, tetapi juga menarik perhatian komunitas seni yang memberikan dukungan dan apresiasi. Kini, Dinda telah mendapatkan peluang untuk menjual karya seni digitalnya secara daring.

Generasi Z juga memanfaatkan media baru untuk memperjuangkan isu-isu penting. Misalnya, kampanye lingkungan yang dimulai oleh remaja di TikTok berhasil meningkatkan kesadaran tentang pengurangan penggunaan plastik sekali pakai. Dengan dukungan dari berbagai komunitas, kampanye ini bahkan menjadi gerakan global.

Namun, konsumsi media baru tidak selalu membawa hasil yang positif. Dalam beberapa kasus, terlalu banyak waktu yang dihabiskan di TikTok atau platform serupa dapat menyebabkan kecanduan media. Fitur "endless scroll" yang memungkinkan pengguna untuk terus menggulir video tanpa batas, sehingga konten berikutnya otomatis muncul setelah video sebelumnya selesai. Fitur ini sering kali membuat pengguna kehilangan waktu produktif mereka tanpa disadari. Dalam Jurnal Posmedia menyoroti bahwa kecanduan media sosial ini bahkan dapat memengaruhi pola tidur remaja. Kesehatan mental juga menjadi isu yang perlu diperhatikan. Studi dari STIKES Panti Waluya menunjukkan bahwa terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain di media sosial dapat memicu rasa cemas dan tidak percaya diri.

Dalam beberapa kasus, konten negatif yang tersebar di media sosial, seperti ujaran kebencian atau pelecehan, dapat memengaruhi perilaku sosial. Penelitian dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar mengungkap bahwa konsumsi konten yang tidak sehat dapat memengaruhi cara berpikir dan bertindak para remaja.

Contoh Kasus Negatif: Seorang pelajar kelas 11, merasa tertekan setelah melihat teman-temannya memamerkan gaya hidup mewah di Instagram. Hal ini membuat Andi merasa tidak percaya diri dan mengalami kecemasan sosial. Konsultasi dengan konselor akhirnya membantu Andi memahami bahwa apa yang dilihat di media sosial tidak selalu mencerminkan kenyataan.

Selain itu, fenomena "filter bubble" dan "echo chamber" juga menjadi tantangan yang signifikan. Generasi Z sering kali hanya terpapar pada informasi yang sesuai dengan minat atau pandangan mereka, yang dapat mempersempit wawasan dan meningkatkan polarisasi sosial. Konten yang viral di TikTok, misalnya, sering kali didasarkan pada algoritma yang tidak selalu mempertimbangkan kualitas atau kebenaran informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun