Mohon tunggu...
Muhamad Supriadi
Muhamad Supriadi Mohon Tunggu... Guru - Supriadi

https://www.facebook.com/muhamad.supriadi.986

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Kisah Perantau dari Pohon Jomlo Kampung Bolanggi

26 Januari 2022   20:13 Diperbarui: 31 Januari 2022   20:53 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

25/01/2022
Bersahabat dengan alam, intelektual dan perjuangan. Itulah kami bertiga yang misteri di awal paragraf dan tampak jelas di akhir.

Angin yang sepoi-sepoi, pemandangan langit kota Daeng yang indah serta suasana berdiskusi dengan sahabatku Gussola sang aktifis.

Bintang bintang dilangit ibarat kan seperti proses perjuangan yang telah kami lewati di kota Daeng, sangat banyak namun indah dikenag.

Kopi hitam pekat pada termos yang terdapat logo Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) adalah yang mensupor dinginnya malam.

Didepan api unggun yang tepatnya di depan tenda berwarna kuning berukuran 4 orang kami duduk dan berdiskusi

"Lama sekali mi kita tinggal di sini di.!
Itu sudah" jawab sahabat ku Gussola

Kami tinggal di kampung bollangi sejak tahun 2019 sampai sekarang, selain indahnya pemandangan dari pohon jomlo ramah dan baiknya orang bollangi juga akan selalu kami kenang.

"Apa na ca sangat terkesan menurut hau selama ce bollangi? Saya bertanya kepada sahabatku Gussola menggunakan bahasa Manggarai campur Bahasa Indonesia.

Menurut dia yang paling terkesan adalah saat dia dikader oleh organisasi Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) di gedung  Pusdiklat Unismu Makassar.

Disana dia belajar banyak hal tentang Muhamadiyah, Organisasi dan di gedung Pusdiklat Unismu Makassar itu jugalah dia mengagumi seorang sahabatnya yang menurutnya dia Soleha dan cerdas

Ehem.. kita kembali ke paragraf pertama, dari tadi yang dibahas kami berdua padahal jelas sekali yang betul adalah kami bertiga, namanya Safri sahabatku yang religius dan paling sabar.

Safri lah yang pertama tinggal di kampung bollangi dari pada kami berdua, ia ditugaskan untuk jaga kantin milik amal usaha Muhammadiyah.

Safri sudah cukup lama kuliah sambil bekerja di amal usaha milik Universitas Muhamadiyah Makassar

Kepribadiannya yang sederhana, cerdas dan jujur adalah benteng yang membuatnya disenagi oleh masyarakat setempat.

Seperti pohon jomlo yang berdiri sendiri diatas bukit bersahaja, semua kisah kami tentang perjuangan, kisah pengorbanan dan kisah cinta yang perna terjadi di kampung bollangi adalah bunga bunga proses menuju kesuksesan.

Kesuksesan adalah paradigma yang relatif. Semua orang punya fersi suksesnya masing-masing. Kesuksesan menurut kami adalah menyelesaikan studi.

Di bawah pohon jomlo, Kopi yang hangat pun dingin, malam makin larut, api unggun menyala kecil, sesaat saya mengangkat kepala dan menatap kilau lampu malam yang menghiasi Kota Daeng

Mereka sahabatku adalah manusia yang unik, Kampung bollangi adalah Kota Raja yang bersahaja, pohon jomlo adalah istana intelektual. Sedangkan Supriadi adalah penulis amatiran, dia mungkin hanya seorang yang akan menjaga pohon jomlo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun