Penelitian yang dimuat di Jurnal Kajian Lemhanas RI menjelaskan bahwa salah satu penyebab permasalahan konflik di Papua ialah adanya nasionalisme ganda, yaitu nasionalisme bangsa indonesia dan bangsa Papua (Suropati, 2019:86). Â Sejatinya, adanya semangat kedaerahan (primordialisme) bagai 2 mata pisau. Pertama, membuat masyarakat semangat untuk berpartisipasi membangun daerahnya. Kedua, namun di lain sisi, riskan menyulut perpecahan atau disintegrasi bangsa indonesia. Selepas itu semua, patut diakui bahwa pemuda-pemuda di Papua sangat cinta tanah kelahirannya. Hal tersebut merupakan potensi yang sangat tinggi apabila dimaksimalkan sesuai dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Partai politik telah diberikan hak konstitusional oleh UUD 1945 untuk memainkan peran penting guna mencetak pemimpin bangsa, sebagaimana diatur pada Pasal 6A dan 22E UUD 1945. Moh. Hatta (dalam Harahap,I.H.,2018:2) sendiri menyatakan bahwa kaderisasi merupakan kerangka kebangsaan, karena sama dengan menanam bibit untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan. Implikasinya, pemimpin saat ini harus mendidik masyarakat guna menjadi pemimpin bagi bangsa dan negara di masa depan, salah satunya tentu melalui kaderisasi partai politik.
Masifnya gerakan tuntutan referendum di kalangan pemuda Papua menandakan bahwa belum baiknya kaderisasi partai politik ditingkat lokal sehingga dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang berideologi lain. Namun, di lain sisi, patut diakui bahwa pemuda-pemuda di papua sangat kritis dan peduli terhadap tanah kelahirannya, mengingat mereka mau terlibat secara sukarela dan militan dalam gerakan-gerakan tersebut.
Partai politik di indonesia yang telah ada, yang tentu bercita ideologi Pancasila, seharusnya dapat menandingi gerakan-gerakan kaderisasi yang tidak berasaskan Pancasila, mengingat bahwa partai-partai politik yang telah ada telah memiliki infrastruktur yang mapan dan juga sah secara peraturan perundang-undangan. Apabila kaderisasi partai politik di papua berhasil menumbuhkan bibit -- bibit pemimpin unggul untuk Papua di masa mendatang, bukan tidak mungkin bahwa kedepannya Papua menjadi lebih makmur dalam kerangka NKRI mengingat bahwa banyak pemuda-pemuda Papua yang sangat kritis dan cinta terhadap tanah kelahirannya guna dimanfaatkan untuk menciptakan situasi yang kondusif guna berpartisipasi aktif dan mendukung pembangunan di wilayah Papua.
Riuh -- riuh Pemilu 2024 sudah mulai terasa bergetar di tanah Papua saat ini, pertanyaannya apakah "getaran -- getaran" tersebut positif atau negatif? konstruktif sebagai dinamika atau destruktif sebagai konflik? faktanya masyarakat masih banyak yang ingat bagaimana sengketa Pilkada 2021 silam di Yalimo menyebabkan ratusan rumah dan kendaraan terbakar serta menyebabkan ribuan orang mengungsi. Â Sehingga dampak dari Pemilu 2024, waktu yang akan membuktikan nanti.
Pertanyaan selanjutnya, apakah telah optimal kaderisasi dan/atau pendidikan politik yang dilakukan partai-partai politik kepada masyarakat khususnya pemuda-pemuda Papua? apabila dirasa belum optimal, mungkin perlu kita bersama mempertimbangkan diadakannya partai politik lokal di wilayah Papua sebagaimana amanat UU Otsus Papua. Telah berserakan tulisan-tulisan terkait urgensi eksisnya partai politik lokal di Papua, salah satu harapannya apabila ada partai lokal maka akan memperjuangkan hak-hak orang asli papua dengan lebih "lantang" namun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang tentu dalam praktiknya harus  juga harus tunduk dengan batasan-batasan sebagaimana diatur dalam UU Partai Politik.
Sekali lagi, semangat kepapuaan harus dilihat sebagai sesuatu hal yang positif. Cinta tanah kelahiran merupakan "bensin" psikologi yang dapat memberikan semangat tinggi kepada pemuda Papua untuk ikut serta membangun daerah atau tanah kelahirannya. Memberangusnya berarti sama saja membiarkan "bensin" tersebut disalahkangunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dalam hal ini tentu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki ideologi selain Pancasila dan NKRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H