Kebanyakan dari para penderita PBA juga tidak melaporkan apa yang mereka alami atau rasakan dengan dalih mereka tidak tahu bagaimana cara menggambarkan atau menjelaskan kondisi yang mereka alami berupa menangis ataupun tertawa yang tidak selaras dengan emosi mereka sehingga kondisi semacam ini membuat PBA menjadi penyakit yang sulit untuk dideteksi (Sauv, 2016). Meskipun begitu, PBA tetap dapat dikenali namun butuh diagnosis yang mendalam kepada seseorang yang diduga memiliki PBA.Â
Pertama, lihat apakah orang yang diduga memiliki PBA pernah memiliki riwayat penyakit pada otak seperti Alzheimer, MS, ALS, cedera otak traumatis, stroke, dan parkinson. Kedua, perhatikan apakah orang tersebut sering mengalami tertawa kemudian berubah menjadi menangis secara tiba-tiba. Ketiga, apakah orang tersebut mengalami ledakan emosi yang tidak sesuai dengan yang ia rasakan serta tertawa dan menangis disaat yang tidak tepat. Setidaknya dari beberapa cara tersebut dapat menjadi  tahap awal dalam mendiagnosis PBA (Sauv, 2016).
Secara klinis ada satu obat yang dapat digunakan untuk mengatasi pseudobulbar affect yaitu dextrometorphan (Sauv, 2016). Food and Drug Administration (FDA) atau badan pengawas makanan dan obat-obatan Amerika Serikat telah menyetujui dextrometorphan sebagai obat untuk mengatasi pseudobulbar affect. Studi telah menunjukan bahwasannya obat tersebut dapat digunakan untuk mengatasi PBA pada orang yang memiliki multiple sclerosis dan amyotrophic lateral sclerosis (Sauv, 2016). Ketika mendapati seseorang yang kita kenal memiliki gejala layaknya gejala pseudobulbar affect, maka salah satu langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan membawa kepada ahlinya seperti psikolog atau psikiater untuk mendapatkan diagnosis, terapi dan pengobatan. Jadilah seseorang yang dapat dipercaya bagi orang tersebut dan hal terpenting yang harus diingat adalah hindari perbuatan menghakimi orang tersebut.
Â
DAFTAR PUSTAKA
- Prokelj, T., Jerin, A., & Kogoj, A. (2013). Memantine may affect pseudobulbar affect
inpatients with Alzheimer's disease. Acta neuropsychiatrica, 25(6), 361-366. - Sauv, W. M. (2016). Recognizing and treating pseudobulbar affect. CNS spectrums,
21(S1), 34-44.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H