Pseudobulbar Affect (PBA)
Oktober 2019 lalu publik dibuat ramai dengan tayangnya film Joker yang cukup kontroversial lantaran dalam film tersebut memperlihatkan sosok Joker dengan gangguan mental yang dikhawatirkan dapat mengganggu dan mempengaruhi mental para penonton. Gangguan mental yang dimiliki Joker membuat dia tidak mampu mengontrol emosinya. Diperlihatkan Joker seringkali secara tiba-tiba tertawa ataupun bersedih dalam situasi yang tidak tepat. Tertawa disaat tiada hal yang lucu dan menangis disaat tiada hal yang menyedihkan. Bisa kita bayangkan bagaimana respon orang-orang ketika melihat orang lain tertawa ketika suasana sedang sedih atau sebaliknya menangis ketika suasana sedang gembira. Orang-orang mungkin akan langsung memberikan judge bahwasannya orang seperti Joker tersebut benar-benar antipati atau tidak memiliki empati sama sekali kepada orang lain. Apa yang dialami oleh Joker bukanlah suatu rekayasa ataupun dramatisir dari film Joker, melainkan benar-benar ada dalam sudut pandang ilmu pengetahuan.
Dalam psikologi hal ini disebut dengan pseudobulbar affect (PBA). Pseudobulbar affect (PBA) secara bahasa terdiri dari kata pseudo yang berarti tidak asli atau palsu dan bulbar yang merujuk pada bulbar palsy pada bagian otak yaitu medula oblongata karena gejala fisik yang terlihat di otak penderita PBA agak terlihat mirip seperti bulbar palsy. Sedangkan, affect berarti afeksi atau  emosi. Secara istilah pseudobulbar affect (PBA) adalah suatu gangguan mental yang terjadi karena adanya gangguan pada saraf otak yang menyebabkan hilangnya kontrol atas emosi dan identik dengan menangis atau tertawa yang terjadi secara tiba-tiba dengan atau tanpa suatu stimulus dari lingkungan luar. Seseorang dengan pseudobulbar affect mengalami pengaruh yang tidak pantas antara apa yang ia alami dari suatu peristiwa dengan ekspresi yang ia berikan. Umumnya penderita PBA akan menangis ataupun tertawa secara berlebihan tanpa sebab. Hal tersebut dapat mengganggu aktivitas sehari-hari karena seorang penderita pseudobulbar affect memiliki diskoneksi antara emosi internal (suasana hati) dengan kemampuannya dalam mengekspresikan emosinya tersebut (menangis atau tertawa). Pseudobulbar affect umumnya dianggap terjadi karena hasil dari penyakit cedera motor neuron (Prokelj, Jerin & Kogoj, 2013).
Penderita pseudobulbar affect seringkali menjadi seorang yang enggan untuk terlibat aktif dalam aktivitas sosial. Hal tersebut karena penderita PBA tidak bisa mengendalikan ekspresi dari emosi mereka sendiri. Ketika penderita PBA sedang berada dalam lingkungan dengan suasana sedih, penderita PBA tidak dapat menangis atau yang mungkin terjadi adalah sang penderita malah tertawa. Kondisi yang demikian memungkinkan orang awam menjadi menghakimi penderita sebagai orang yang antipati atau tidak memiliki rasa empati. Sebaliknya, disaat penderita berada dalam suasana yang bahagia PBA memungkinkan penderita menangis dalam kondisi tersebut. Hal yang demikian malah akan membuat orang awam kembali menghakimi penderita sebagai seorang yang sedang mengalami depresi atau mungkin dianggap sebagai seorang dengan gangguan jiwa. Ketidakmampuan dalam mengontrol emosi tersebutlah yang menjadikan penderita PBA terkadang lebih memilih menjadi orang yang menjauhkan diri lingkungan sosial demi menghindari prasangka atau orang lain yang menghakimi.
PBA juga sulit untuk didiagnosis sehingga banyak orang-orang yang salah mengartikan PBA sebagai depresi karena penderita PBA sering menangis secara tiba-tiba tanpa adanya sebab yang memicu. Hal demikianlah yang membuat orang-orang menganggap PBA dan depresi adalah hal yang sama. Akan tetapi, PBA dan depresi adalah dua hal yang sangat berbeda. PBA membuat penderitanya bergantian tertawa dan menangis secara tiba-tiba tanpa adanya suatu pemicu baik itu suasana sedih maupun bahagia. PBA juga merupakan penyakit yang terjadi karena cederanya saraf otak. Sedangkan, depresi terjadi ketika seseorang mengalami tekanan yang bisa membuat seseorang bersedih atau menangis sebagai ungkapan ekspresi atas tekanan tersebut.
Penyebab Pseudobulbar Affect (PBA)
Pseudobulbar affect  umumnya dapat disebabkan oleh beberapa penyakit yang terjadi karena gangguan pada saraf otak seperti stroke, alzheimer, demensia, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Multiple Sclerosis (MS), Traumatic Brain Injury (TBI), dan parkinson (Sauv, 2016). Orang yang menderita gangguan otak tersebut mendapat kerusakan pada saraf otak khususnya bagian otak yang berperan mengontrol emosi sehingga penderita tidak dapat mengendalikan emosi sesuai dengan keadaan yang ada.Â
Hal tersebut karena terjadi perubahan kinerja fungsi dalam neurotransmitter yang ada dalam otak seperti serotonin, glutamat serta neurotransmitter lainnya yang berkaitan dalam proses emosi dan ekspresi seseorang. Oleh karena itu, pada penderita pseudobulbar affect apabila stimulus dari lingkungan eksternal bersifat menyedihkan dia akan tertawa dan saat stimulus dari lingkungan luar menunjukan suasana yang bahagia penderita akan menangis bahkan ada atau tidak adanya stimulus dari lingkungan luar pun, penderita pseudobulbar affect tetap dapat tertawa dan menangis tanpa adanya situasi baik bahagia ataupun sedih yang menstimulasi munculnya emosi tersebut (Prokelj, Jerin & Kogoj, 2013).
Teori mengenai pseudobulbar affect yang populer sekarang adalah teori yang dikemukakan oleh Parvizi et al, yang mengatakan terdapat gangguan dalam lintasan yang mengantarkan stimulus terkait emosi pada korteks motorik, prefrontal korteks, dan cerebellum (otak kecil) sehingga koneksi emosi dengan ekspresi menjadi terganggu dan tidak teratur. Teori ini mengatakan cerebellum (otak kecil) berperan penting dalam lintasan penghantar stimulus pada proses emosi, korteks somatosensori yang memiliki peran motorik serta menjadi pendorong dalam mengendalikan gerak motor bagi manusia untuk berekspresi, dan prefrontal korteks untuk kontrol afektif. Pemahaman terbaru tentang otak kecil telah menjelaskan bahwa ia mengoordinasi lebih dari sekadar fungsi motorik melainkan juga memiliki peran yang sangat penting dalam kognisi dan empati (Sauv, 2016).
Mendiagnosis Pseudobulbar Affect (PBA)
Orang yang menderita PBA kerap kali tak dapat terdiagnosis dengan baik sebagai sebuah gangguan emosi. Hal tersebut karena penderita PBA umumnya menunjukkan ekspresi menangis atau tertawa secara berlebihan yang terjadi secara tiba-tiba sehingga terkadang orang yang  menderita PBA dianggap menderita depresi. PBA berbeda dengan depresi sebab depresi hanyalah kondisi dimana seseorang mengalami tekanan mental dan emosi sesuai dengan stimulus dari suatu situasi yang terjadi. Sedangkan, PBA meliputi gangguan saraf otak yang menyebabkan penderitanya tertawa dan menangis secara berlebihan secara tiba-tiba tanpa ada sebab atau saat penderita menangis dan tertawa bisa jadi berlawanan dari situasi yang ada (Sauv, 2016).