Mohon tunggu...
Muhamad Rafli Pribadi
Muhamad Rafli Pribadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Mercubuana

NIM : 43223010022 Jurusan : Akuntansi Kampus : Universitas Mercu Buana Jakarta Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristotle

24 Oktober 2024   01:09 Diperbarui: 25 Oktober 2024   08:28 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 5. Keseimbangan antara individu dan kelompok Pengurus harus mampu menyeimbangkan kepentingan individu dan kesejahteraan kelompok. Ini berarti mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan individu sekaligus fokus pada tujuan bersama.

 6. Etika dan Tanggung Jawab Aristoteles menjadikan etika sebagai landasan kepemimpinan. Pemimpin yang baik tidak hanya berfokus pada hasil, namun juga pada proses pengambilan keputusan dan dampaknya. Tanggung jawab moral adalah pilar utama kepemimpinan  berkelanjutan. 

Powerpoint Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
Powerpoint Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
  • Kebajikan yang relevan dalam konteks kepemimpinan

Aristotle, seorang filsuf besar Yunani, mengembangkan pemikiran mendalam tentang kebajikan (virtue) dan etika, yang juga dapat diterapkan dalam konteks kepemimpinan. Dalam pandangannya, kepemimpinan yang baik memerlukan pengembangan karakter dan tindakan yang berlandaskan kebajikan. Pemimpin yang ideal, menurut Aristotle, harus mampu mencapai keseimbangan antara kelebihan dan kekurangan, yang disebutnya sebagai mesotes, atau golden mean (jalan tengah yang ideal).

Kebajikan dalam Konteks Kepemimpinan:

  1. Keberanian (Courage): Seorang pemimpin harus berani mengambil keputusan yang sulit dan menghadapi tantangan dengan percaya diri. Namun, keberanian tidak boleh berubah menjadi nekat atau sembrono. Aristotle menekankan bahwa keberanian sejati adalah kemampuan untuk tetap tenang dan bijaksana di tengah risiko, tanpa terbawa emosi atau ketakutan yang berlebihan.
  2. Keadilan (Justice): Keadilan adalah salah satu kebajikan utama dalam pandangan Aristotle. Dalam konteks kepemimpinan, keadilan berarti pemimpin harus bersikap adil kepada semua pihak dan tidak berpihak pada satu kelompok tertentu. Pemimpin yang adil juga mampu membuat keputusan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip kebenaran, bukan atas dasar kepentingan pribadi.
  3. Kebijaksanaan (Prudence): Kebijaksanaan atau phronesis merupakan kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang situasi dan konteks. Pemimpin yang bijaksana akan mempertimbangkan semua aspek sebelum mengambil tindakan, dan tidak bertindak terburu-buru.
  4. Pengendalian Diri (Temperance): Pemimpin harus mampu mengendalikan emosi dan keinginan pribadinya. Pengendalian diri ini memungkinkan seorang pemimpin untuk tetap tenang dalam situasi yang penuh tekanan dan tidak terjebak dalam godaan kekuasaan atau kepentingan pribadi.
  5. Kedermawanan (Generosity): Kedermawanan bukan hanya soal memberikan secara materi, tetapi juga tentang waktu, perhatian, dan energi. Pemimpin yang murah hati akan peduli terhadap kesejahteraan orang lain, serta bersedia memberikan yang terbaik demi kepentingan bersama.

Kejujuran (Truthfulness) dan Transparansi : Kejujuran merupakan salah satu pilar penting dalam membangun kepercayaan antara pemimpin dan yang dipimpin. Aristotle percaya bahwa kejujuran adalah kunci bagi terciptanya hubungan yang kuat dan kredibel. Pemimpin yang jujur adalah pemimpin yang selalu berkata benar, tidak menyembunyikan informasi penting, dan bersikap transparan dalam tindakannya. Dalam konteks modern, kejujuran sangat terkait dengan transparansi dalam kepemimpinan. Pemimpin yang transparan akan lebih mudah mendapatkan dukungan dari bawahannya, karena mereka tahu bahwa pemimpin tersebut dapat dipercaya dan tidak memiliki agenda tersembunyi.

Aristotle percaya bahwa kebajikan adalah sesuatu yang diperoleh melalui latihan terus-menerus. Pemimpin tidak secara alami menjadi bijaksana, adil, atau berani; mereka harus mengembangkan kebiasaan baik ini melalui pengalaman dan refleksi diri. Seorang pemimpin yang baik, menurut Aristotle, adalah mereka yang tidak hanya memiliki kualitas-kualitas kebajikan ini, tetapi juga mampu menerapkannya dengan cara yang seimbang sesuai dengan situasi yang dihadapi.

Dengan kata lain, pemimpin yang ideal adalah seseorang yang memiliki keseimbangan antara kebajikan-kebajikan tersebut, yang pada akhirnya memungkinkan mereka untuk memimpin dengan efektif dan etis.

Powerpoint Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
Powerpoint Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan Aristoteles dalam praktik sehari-hari dapat membawa manfaat yang signifikan, tetapi juga menghadapi berbagai tantangan. Berikut adalah beberapa tantangan utama yang mungkin dihadapi oleh pemimpin:

1. Tuntutan Etika dalam Lingkungan yang Kompetitif

  • Tekanan untuk Berhasil: Di dunia bisnis yang sangat kompetitif, ada tekanan untuk mencapai hasil yang cepat dan signifikan. Hal ini dapat mendorong pemimpin untuk mengabaikan prinsip etika demi mencapai tujuan jangka pendek.
  • Dilema Etis: Pemimpin sering kali dihadapkan pada situasi di mana keputusan etis dapat berdampak negatif pada keuntungan atau posisi pasar. Mempertahankan integritas dalam situasi seperti ini bisa menjadi sangat menantang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun