Pada Sabtu, 1 Oktober 2022, kami para mahasiswa inbound yang sedang mengikuti Modul Nusantara di kampus IIB Darmajaya, Lampung, memulai perjalanan budaya dengan sesuatu yang sekilas terlihat sederhana namun bermakna, yaitu kuliner khas Lampung, tepatnya sambal seruit. Â
Sambal ini ternyata bukan sekadar pelengkap makanan, melainkan juga simbol kebersamaan masyarakat Lampung. Nama seruit berasal dari kata "nyeruit," yang berarti makan bersama-sama. Tradisi ini biasanya dilakukan dalam acara penting seperti upacara adat, pernikahan, atau jamuan keluarga. Cita rasa masam seruit hidangan istimewa yang mempererat tali persaudaraan. Â
Rahasia di Balik Rasa Sambal Seruit Â
Apa yang membuat sambal ini begitu unik? Rahasianya terletak pada bahan-bahan spesial yang jarang kita temui di sambal lain, seperti tomat rampai, terasi delan, dan tempoyak (buah durian yang telah difermentasi). Oleh karena itulah seruit memiliki rasa pedas, segar, dan masam yang khas.
Cara penyajiannya pun tak kalah unik. Semua bahan dicampurkan langsung di dalam cobek besar, lalu dinikmati bersama-sama dalam tradisi yang disebut muput lesung. Makan langsung dari cobek ini menambah kesan hangat dan intim, mencerminkan kebersamaan yang menjadi inti dari budaya seruit. Â
Pengalaman Pertama Mencicipi Seruit
Bagi kami, mencicipi sambal seruit adalah pengalaman baru yang menyenangkan. Pada suapan pertama, rasa masam yang dominan berpadu dengan segarnya tomat rampai dan pedasnya cabai. Meski rasanya masih asing di lidah sebagian dari kami, mencoba sensasi sambal seruit ini membawa kesan baru. Â
Seruit lebih dari sekadar makanan, melainkan berisi pesan tentang filosofi hidup masyarakat Lampung yaitu saling berbagi, kebersamaan, dan kehangatan keluarga. Â
Kuliner ini boleh banget teman-teman coba kalau berkunjung ke Lampung, gimana sambal seruit Lampung menurut kalian?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H