Mohon tunggu...
MUHAMAD NAUFAL RAMADHAN
MUHAMAD NAUFAL RAMADHAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Ilmu Ekonomi/Universitas Brawijaya

Saya anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir di kota kecil yaitu Kabupaten Lamongan. Saya seorang mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap pengembangan blockchain khususnya smart contract.

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency

Blockchain: Desain Sistem Cryptocurrency dalam Mengurangi Biaya Transaksi

17 April 2024   10:10 Diperbarui: 18 April 2024   11:06 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu Blockchain?

Blockchain secara singkat banyak dikenal sebagai distributed ledger technology. Sebuah blockchain adalah buku besar yang tumbuh secara konstan untuk menyimpan permanen seluruh transaksi secara aman, kronologi, dan tidak dapat diubah (Levy, 2023). Saya sendiri mengambil penjelasan yang mudah dipahami yaitu blockchain sebagai “database terdesentralisasi”, walaupun belum secara utuh menjelaskan.

Teknologi ini mengacu pada jaringan peer to peer terdesentralisasi sehingga informasi atau data menjadi lebih aman dan lebih transparan karena tersebar ke seluruh computer yang terhubung pada jaringan. Dikatakan aman karena hacker perlu membobol seluruh komputer yang mungkin berjumlah ratusan atau ribuan untuk mengubah data-nya. Lebih transparan adalah desain-nya sendiri yang terdesentralisasi sehingga publik mampu melihat informasi yang tersedia.

Cryptocurrency Pertama Bukanlah Bitcoin?

Teknologi blockchain bukanlah dikembangkan 2-5 tahun kebelakang, namun fundamental dari sistem-nya telah ada sejak 1991 atau 33 tahun lalu oleh Stuart Haber hingga di tahun 2008 Bitcoin lahir.

Bitcoin adalah produk yang hingga sampai saat ini terkenal dari kalangan awam dimana pada tahun tersebut Satoshi Nakamoto (tidak diketahui seorang atau sebuah kelompok) mempublikasi sebuah paper yang berjudul “Bitcoin: A Peer-to-Peer E-Cash System”.

Bitcoin sejatinya tidak benar-benar sebagai cryptocurrency yang pertama kali muncul. Pada beberapa tahun sebelumnya telah ada terlebih dahulu seperti Ecash (1983) oleh David Chaum dan Bitgold (1998) oleh Nick Szabo.

Layer 2 : Solusi dalam Meningkatkan Kapasitas Transaksi Cryptocurrency

Pada perkembangan-nya, Bitcoin sebagai cryptocurrency layer 1 memiliki kelemahan pada skalabilitas dan cost efficiency. Hal ini setelahnya memunculkan solusi berupa layer 2 untuk mengatasi kelemahan dari pendahulu-nya dan akan dibahas selanjutnya sebagai inovasi dalam mengurangi biaya transaksi. Masalah skalabilitas pada Blockchain adalah dimana kapasitas penyimpanan transaksi masih terbatas. Blockchain ini disebut Blockchain layer 1 sebagai mekanisme dasae yang menawarkan keamanan lebih.

Selanjutnya solusi atas permasalahan pada layer 1 memunculkan Blockchain layer 2 dimana menawarkan skalabilitas yang lebih baik. Skalabilitas yang dimaksud adalah kapasitas jaringan blockchain dalam memproses suatu transaksi. Blockchain layer 2 menggunakan protokol layer 1 sebagai infrastruktur keamanan sehingga jaringan layer 2 sendiri lebih fleksibel dalam meningkatkan kapasitas dari sisi pemrosesan transaksi.

sumber : id.pinterest.com
sumber : id.pinterest.com

Contoh dari Blockchain layer 1 sendiri yang terkenal dikalangan awal yaitu Blokchain (2008), Ethereum (2014), dll. Pada tanggal 1 Agustus 2017, sebuah Blockchain layer 2 lahir dari Blockchain Bitcoin yang dinamakan Bitcoin Cash. Bitcoin Cash sebagai layer 2 bergantung pada jaringan Blockchain Bitcoin dengan menawarkan skalabilitas berupa peningkatan kapasitas transaksi setiap block yang awalnya hanya 1 MB pada Bitcoin menjadi 32 MB pada Bitcoin Cash sehingga kecepatan dalam memproses transaksi lebih cepat.

Biaya Transaksi antara Cryptocurrency dan Uang Fiat

Biaya transaksi yang ada pada cryptocurrency memerlukan sebuah pembanding yaitu legal tender berupa uang fiat di Indonesia dalam menganalisis biaya transaksi yang ditimbulkan.

Uang fiat sendiri merupakan konsensus sosial-ekonomi yang dikeluarkan oleh pihak ketiga yaitu Bank Indonesia melalui Perum Peruri. Sedangkan cryptocurrency melalui mekanisme terdesentralisasi, tidak memerlukan pihak ketiga sebagai perantara. Namun, sebagai gantinya terdapat pelaku di dalam jaringan yang disebut penambang (miner) dalam memverifikasi transaksi dimana mereka mengorbankan energi dari device-nya dan diberikan imbalan berupa Bitcoin (tergantung cryptocurrency yang digunakan untuk transaksi).

Uang fiat menggunakan pihak ketiga seperti bank atau lembaga keuangan yang mengambil biaya didalamnya atas proses transaksi yang terjadi. Pada taraf internasional, transaksi menggunakan uang fiat menghitung biaya nilai tukar antar negara sehingga biaya menjadi lebih tinggi.  Sedangkan pada cryptocurrency, hal tersebut tidak diperlukan dalam biaya transaksi yang dikenakan pada pengguna. Sebagai gantinya yaitu menghitung seberapa rumit transaksi-nya sehingga semakin rumit, maka semakin tinggi biaya transaksinya.

Pendapat Penulis

Pada akhirnya, pernyataan diatas belum sepenuhnya teruji menggunakan data yang mendukung dari transaksi yang telah ada sehingga penulis berharap dari adanya opini ini dapat menjadi pemantik penelitian dilakukan selanjutnya terkait hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun