Mohon tunggu...
Muhamad Khabib
Muhamad Khabib Mohon Tunggu... Pegiat sosial Politik -

Jangan Apatis Terhadap Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengembalikan "Grand Design" Presiden Jokowi pada Agenda Tri Sakti dan Nawacita

3 April 2018   03:34 Diperbarui: 3 April 2018   03:59 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo ketika menikmati Soto Gading Solo bersama keluarga. (dari Laman Twitter @Jokowi)

Tergelitik rasanya setelah membaca selebaran yang berjudul "Grand Design Bapak Joko Widodo 2014-2024" yang datang dari salah satu pendukung Presiden Jokowi yakni Sdr. W. Haryono. Dalam tulisan selebaran yang konon sudah diedarkan di kalangan jurnalis-jurnalis senior, tulisan itu sepertinya bermaksud ingin menjelaskan bahwa langkah-langkah perjalanan pemerintahan Joko Widodo yang sudah menginjak tahun ke empat pemerintahannya memang dibiarkan seperti sekarang ini karena hal tersebut bagian dari desain strategi besar pemerintahan Joko Widodo. Apa Iya??

Tulisan tersebut mengklaim mencoba menerjemahkan "Grand Design" perjalanan pemerintahan Joko Widodo selama periode pertama 2014-2019, dijelaskannya periode pertama pemerintahan Joko Widodo berhasil mengendalikan stabilitas politik dan ekonomi secara baik, khususnya soal fenomena gerakan khilafah dan landasan ekonomi untuk menuju pembangunan Indonesia di masa depan, termasuk juga soal upaya pemberantasan korupsi.

Salah satu pendukung Presiden Jokowi tersebut seoalah-olah ingin menggurui khalayak publik, bahwa Grand Design Jokowi dalam menjalankan kepemimpinannya selama ini memakai dua pendekatan, yakni pendekatan keamanan (security Approach) untuk periode pertama 2014-2019, dan nantinya di periode kedua 2019-2024 akan dilakukan pendekatan kemakmuran (Prosperity Approach).

Menurutnya ada dua alternatif mengkorelasikan dua pendekatan diatas dengan sosok Cawapres Joko Widodo di periode kedua 2019-2024, yakni Sri Mulyani Indarwati (SMI) dan Jenderal Tito Karnavian.

Memahami maksud dan pesan melalui bingkai analisa yang di sampaikan salah satu pendukung Presiden Joko Widodo tersebut, sepertinya si pembuat selebaran ingin menegaskan pesan bahwa SMI lah yang ingin didorong menjadi Cawapres Joko Widodo pada periode kedua 2019-2024 mendatang, kalaupun di paragraf terakhir ada kesimpulan mendorong Jenderal Tito Karnavian sebagai Cawapres, dan SMI sebagai Menko Ekuin untuk periode 2019-2024, namun sepertinya bidikan utamanya adalah memunculkan nama SMI sebagai Cawapres Joko Widodo.

Diakui, Presiden Joko Widodo memang tipikal pemimpin yang baik, pekerja keras, dan tidak neko-neko. Pun demikian dengan Jenderal Tito Karnavian, sosok Kapolri ini memang banyak prestasi dan kinerjanya dalam mengendalikan stabilitas keamanan NKRI lumayan berhasil, kepiawaian jajaran kepolisian RI dibawah komando Jenderal Tito Karnavian menjaga stabilitas keamanan dibuktikan ketika terjadi Aksi Bela Islam 212, 411 dan Aksi Bela Palestina.

Selain umat Muslim Indonesia yang memang solid, toleran dan tanpa terpancing provokasi dari manapun, kepiawaian kepolisian juga patut di apresiasi. Namun dengan begitu upaya menyandingkan Jenderal Tito Karnavian dengan Presiden Joko Widodo pada periode kedua Jokowi masih sangatlah "Debatable",mengingat tantangan tantangan kedepan bangsa dan situasi global lebih cenderung pada persoalan ekonomi. Walaupun prestasi Jenderal Tito diakui sangat baik soal pengendalian stabilitas keamanan.

Namun sangat disayangkan, ketika si pembuat selebaran, Sdr. W. Haryono juga memunculkan nama SMI sebagai alternatif berikutnya. Barangkali si penulis lupa, bahwa sampai hari ini kondisi pertumbuhan ekonomi faktanya masih stagnan diangka 5%, nilai tukar rupiah terseok seok menghadapi tekanan dollar, pertumbuhan kredit perbankan hanya 8%, daya beli menurun, dan nilai jumlah utang yang terus membengkak.

Belum lagi upaya kebijakan SMI beberapa bulan lalu yang akan memaksakan menggenjot pajak rakyat kecil melalui diturunkannya batasan penghasilan kena pajak, hingga revisi UU PNPB, kinerja SMI juga dikenal minim terobosan alternatif kebijakan ekonomi, rekam jejak, keberpihakan dan idiologi SMI yang tidak sesuai dengan agenda Tri sakti dan Nawacita Presiden Joko Widodo, dsb. Semuanya adalah kontradiksi kontradiksi yang aneh dan lucu ketika akhirnya memaksakan Presiden Joko Widodo diusulkan berpasangan dengan SMI atau menjadikan SMI menko Ekuin pada periode kedua yang akan datang.

Banyak analis dan pengamat, khususnya para analis ekonomi politik meyakini justru kondisi ekonomi seperti saat inilah yang terus menggerus elektabilitas Presiden Joko Widodo, bahkan kontribusi terbesar menurunnya elektabilitas Joko Widodo akhir akhir ini tidak terlepas dari kebijakan SMI yang kontraproduktif dengan agenda Tri Sakti dan Nawacita Jokowi.

Hasil Survei Kedai Kopidan Nasional (Median) pada Februari 2018 menyebutkan Elektabilitas Jokowi Turun karena Masalah Ekonomi, Mestinya sebagai salah satu pendukung Jokowi, W. Haryono jernih membaca trend elektabilitas Jokowi dan realitas data data ekonomi sebelum mengusulkan nama Cawapres Joko Widodo untuk 2019 mendatang. 

Bahkan sekarangpun sebagai pendukung Jokowi mestinya mendorong agar tim ekonomi Jokowi di isi ahli-ahli ekonomi yang paham dan mampu merealisasikan agenda Tri Sakti dan Nawacita Jokowi agar janji dan target-target presiden Jokowi sesuai pada kampanye 2014  yang lalu segera terwujud.

Kebutuhan mendesak Presiden Joko Widodo dan bangsa Indonesia sekarang ini adalah sosok yang mampu mendobrak stagnasi ekonomi akhir akhir ini, seperti merealisasikan agenda ekonomi kerakyatan, mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi hingga 7%, dan mampu menumbuhkan kredit perbankan, selain kebijakan kebijakan terobosan (out of the box) ekonomi lainnya.

Tanpa perbaikan ekonomi saat ini yang faktanya gagal dibawah kendali SMI, tidak menutup kemungkinan presiden Joko Widodo pada pemilu 2019 mendatang akan terseok-seok menghadapi kompetitor politiknya, isu isu mandegnya ekonomi akan menjadi amunisi lawan-lawan politik Jokowi untuk melemahkannya.

Selain itu jika Jokowi di paksa berpasangan dengan SMI oleh para pendukungnya pada 2019 mendatang, pada akhir periodenya presiden Jokowi bakal sulit meninggalkan legacy untuk bangsa dan rakyatnya. "kerja kerja dan kerja" pemerintahan Jokowi seperti pembangunan Infrastruktur, sertifikasi tanah, BBM satu harga, dsb akan terkubur dengan tingginya Utang dan semakin dalamnya terjerumus pada cengkeraman Neoliberalisme. 

Ujung-ujungnya alih alih rakyat mendapatkan kemakmuran, yang terjadi justru sebaliknya ketimpangan ekonomi makin dalam dibawah tekanan tingginya angka demografi (jumlah penduduk usia muda), kemajuan bangsa terhambat, dan negara semakin tak berdaulat. Pada akhirnya Niat baik presiden Joko Widodo tak sesuai fakta yang terjadi.

Alangkah tepat jika para pendukung Presiden Joko Widodo seperti Sdr. W. Haryono menyarankan pada pemilu 2019 mendatang agar Presiden Joko Widodo berpasangan dengan Ekonom yang berpandangan kerakyatan, mempunyai rekam jejak bersih, mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi hingga 10% setidaknya selama lima tahun masa kepemimpinannya, banyak terobosan kebijakan ekonomi, berkomitmen pada pemberantasan korupsi, berkomitmen untuk mewujudkan cita cita Tri sakti Sukarno, mampu wujudkan kedaulatan pangan, punya bargainningdikancah Internasional melakukan negosiasi-negosiasi ekonomi, dan memperbaiki iklim demokrasi agar terwujud Demokrasi yang Amanah.

Jikalau kriteria Cawapres Presiden Jokowi benar-benar mampu terwujud pada pemilu 2019 seperti tersebut, utang Presiden Jokowi kepada rakyat dan bangsa Indonesia berupa realisasi agenda Nawacita dan mewujudkan Cit-cita Tri Sakti Sukarno terbayar lunas pada 2024 dan tentunya itulah Legacybesar salah satu Presiden RI paska Sukarno dengan fondasi Kemerdekaannya dan Gus Dur dengan Pluralismenya.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun