Mohon tunggu...
Muhamad Jamal 41421110028
Muhamad Jamal 41421110028 Mohon Tunggu... Teknisi - Mahasiswa S1 Universitas Mercubuana

Kampus Universitas Mercu Buana Meruya, Fakultas Teknik Prodi Teknik Elektro . Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo , M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 7 - Ranggawarsita Tiga Era: Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

26 Oktober 2024   02:06 Diperbarui: 26 Oktober 2024   02:13 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katatidha berasal dari kata Jawa "tidha" yang berarti ketidakpastian atau kebingungan. Era ini menggambarkan masa transisi dari masa kemakmuran menuju masa keruntuhan, di mana masyarakat mulai merasakan ketidakpastian dan ketidakstabilan. Dalam Katatidha, pemimpin mulai kehilangan arah, ada ketidakseimbangan antara kekuasaan dan moralitas, serta munculnya ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah.

Katatidha mencerminkan masa-masa di mana masyarakat mulai meragukan integritas para pemimpinnya. Para penguasa tidak lagi fokus pada kesejahteraan rakyatnya, melainkan lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan. Ketidakadilan dan penyalahgunaan kekuasaan mulai marak terjadi, dan rakyat mulai hidup dalam kebingungan karena tidak lagi merasa terlindungi atau dipimpin oleh sosok yang bijaksana.

Dalam konteks Indonesia, Katatidha bisa dikaitkan dengan periode pasca-Orde Baru. Setelah tumbangnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang seharusnya membawa angin segar bagi demokrasi dan keadilan. Namun, kenyataannya, era ini juga diwarnai oleh ketidakpastian politik, ekonomi, dan sosial. Meskipun korupsi telah menjadi masalah sejak era sebelumnya, pada masa ini masalah tersebut justru semakin mengakar, terutama di kalangan birokrasi dan elit politik. Banyak kebijakan reformasi yang tidak berjalan dengan efektif, dan rakyat mulai kehilangan harapan terhadap perubahan yang diimpikan.

Kalabendhu: Era Kegelapan dan Keruntuhan

Kalabendhu adalah fase terakhir dari siklus kehidupan masyarakat menurut pandangan Ranggawarsita, yang ditandai oleh keruntuhan moral, kekacauan, dan hilangnya nilai-nilai kemanusiaan. "Bendhu" berarti amarah atau murka, yang menggambarkan betapa rusaknya tatanan kehidupan sosial pada masa tersebut. Pemimpin tidak lagi menjalankan tugasnya dengan baik, korupsi merajalela, dan rakyat semakin tertekan. Kalabendhu adalah era di mana kegelapan moral dan spiritual menyelimuti kehidupan masyarakat.

Dalam konteks Indonesia, Kalabendhu bisa dilihat sebagai era di mana korupsi dan ketidakadilan mencapai puncaknya. Indonesia, meskipun telah berulang kali berusaha untuk memberantas korupsi melalui lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih terus bergulat dengan masalah ini. Korupsi tidak hanya terjadi di tingkat elit politik, tetapi juga telah merambah ke berbagai sektor, termasuk birokrasi, pendidikan, dan bahkan dunia hukum.

Kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi negara, anggota legislatif, dan pejabat birokrasi semakin sering muncul, dan hukum seolah-olah tumpul dalam menegakkan keadilan. Korupsi telah menjadi fenomena yang sistemik, di mana pelakunya merasa aman karena adanya perlindungan dari jaringan kekuasaan yang besar. Rakyat semakin frustrasi karena ketidakadilan yang terjadi di depan mata, sementara kesenjangan sosial dan ekonomi semakin melebar.

Kenapa Fenomena Korupsi di Indonesia di Refleksikan Sebagai Bagian dari Kalabendhu?

Korupsi di Indonesia merupakan salah satu contoh nyata dari apa yang digambarkan Ranggawarsita sebagai Kalabendhu. Korupsi bukan hanya masalah hukum atau ekonomi semata, tetapi juga masalah moral dan budaya. Dalam Kalabendhu, rusaknya moralitas dan integritas menjadi sumber utama kehancuran masyarakat. Pemimpin tidak lagi melayani rakyat, tetapi justru menindas dan mengeksploitasi mereka demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Menurut Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia pada tahun 2023 masih berada di peringkat yang cukup rendah, menunjukkan bahwa korupsi tetap menjadi masalah yang serius. Setiap tahun, miliaran rupiah uang negara hilang akibat praktek korupsi, yang pada akhirnya berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.

Korupsi di Indonesia memiliki pola yang kompleks, yang melibatkan banyak aktor dari berbagai lapisan masyarakat. Bukan hanya pejabat pemerintah yang terlibat, tetapi juga pihak swasta, lembaga hukum, dan bahkan masyarakat itu sendiri. Dalam banyak kasus, korupsi menjadi "normal" dan diterima sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, yang menunjukkan betapa dalamnya penyakit ini telah meresap ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Selain itu, sistem patronase yang kuat, di mana kekuasaan dan kekayaan dibagi-bagikan berdasarkan hubungan pribadi atau politik, semakin memperparah situasi. Reformasi yang dijalankan oleh pemerintah dari waktu ke waktu tampaknya tidak cukup efektif dalam mengatasi masalah ini, karena akar permasalahannya sangat mendalam dan melibatkan banyak kepentingan.

Bagaimana Cara Memperbesar Peluang Perubahan atau Harapan di Tengah Kalabendhu?

Meskipun Ranggawarsita menggambarkan Kalabendhu sebagai masa kegelapan, namun siklus ini tidak berhenti di situ. Seperti halnya roda kehidupan, Kalabendhu akan diikuti oleh kebangkitan baru, di mana masyarakat kembali menemukan keseimbangan dan harmoni. Namun, kebangkitan ini tidak akan terjadi dengan sendirinya. Diperlukan kesadaran kolektif, kemauan untuk berubah, dan komitmen yang kuat dari semua lapisan masyarakat untuk keluar dari era kegelapan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun