Mohon tunggu...
Muhamad Irfan
Muhamad Irfan Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sangat cinta tanah air

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Habibie dan Soeharto: Pasangan yang Disegani Dunia

9 Maret 2012   10:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:18 3967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harapan Masih Ada

Pada masa rejim Soeharto, Habibie selalu menjabat sebagai Menristek sekaligus Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kecuali pada saat-saat terakhir kekuasaan Soeharto, Habibie menjadi wakil presiden. BPPT merupakan salah satu badan pemerintah tempat berkumpulnya ilmuwan-ilmuwan yang canggih di semua bidang ilmu teknik. Hampir semua ilmu teknik dikuasai oleh para ilmuwan BPPT. Banyak putera-puteri terbaik Indonesia dikirim ke negara-negara maju dan ketika kembali ke Indonesia sebagian besar berkumpul di BPPT, dan sebagian lagi tersebar di beberapa instansi pemerintah.

Sejak kekuatan politik Soeharto sirna, maka konsep Habibie berangsur-angsur melemah. Dengan dibukanya kran demokrasi, setiap orang berhak mengutarakan pendapatnya dengan bebas tanpa batas. Kekuatan eksternal dengan leluasanya mengobok-obok pemikiran rakyat Indonesia dengan konsep-konsepnya yang liberal tanpa batas. Presiden Habibie dengan sangat cepat hancur dan digantikan dengan presiden baru hasil pemilu demokratis. Praktis konsep pembangunan industri militer ala Habibie sudah tidak terkawal dengan baik. Setiap presiden RI yang terpilih sudah lupa dan menendang jauh-jauh konsep teknologi Habibie.

Demikian juga Menristek atau Kepala BPPT tidak dapat memanggul dan menahannya di pundak konsep Habibie yang cukup berat, dan tidak dapat dicerna di dalam benak para menteri tersebut. Diawali oleh AS Hikam sebagai Menristek dan Kepala BPPT di jaman rejim Gus Dur. AS Hikam yang berlatarbelakang pendidikan sosial sangat antipati dengan konsep Habibie. Akibatnya, berangsur-angsur kekuatan teknologi yang sudah terbangun di industri baja, industri kendaraan militer, industri kapal perang, dan industri pesawat terbang menjadi cacat. Para ilmuwan yang membela konsep teknologi Habibie dibuat tidak nyaman untuk tinggal di Indonesia, wadah lembaga tempat berkaryanya dilemahkan, yang akhirnya rakyat Indonesia juga lupa akan keberadaannya.

Lembaga peninggalan Habibie yang masih tersisa dan masih eksis adalah BPPT. Walaupun secara organisasi sudah lepas dari kementerian Ristek, sehingga Menristek tidak lagi menjabat secara otomatis sebagai Kepala BPPT, dan lembaga BPPT sudah berdiri sendiri. Hal ini menjadi isyarat bahwa BPPT sebagai warisan terakhir Habibie sudah melemah.

Kini BPPT sudah semakin dilemahkan lagi dengan dipindahnya seluruh lembaganya ke Serpong yang jauh dari hingar bingarnya ibukota Jakarta. Gedung BPPT yang berlokasi di ring satu dekat istana presiden RI lambat laun akan ditinggalkan oleh penghuni lamanya yang akan pindah jauh ke desa. Sementara pemanfaatan aset gedung BPPT yang cukup bernilai setelah ditinggalkan para ilmuwan canggihnya masih belum jelas, apakah menjadi salah satu pusat bisnis di area ring satu RI ataukah akan menjadi gedung pemerintahan yang diisi oleh lembaga pemerintahan yang lain.

Faktanya, seluruh elemen personil BPPT sudah tidak mampu lagi mempertahankan kekuatan yang dahsyat untuk menghancurkan seluruh kekuatan konsep teknologi Habibie. Kekuatan anti Habibie ini bekerja secara sistematis dan global. Bahkan orang-orang dekat Habibie yang cerdas-cerdas pun tidak kuat menahan kekuatan politik yang dengan kuatnya mengusung bahasa demokrasi. Rakyat Indonesia pun terbius dengan bahasa demokrasi ini. Sementara di sisi lain, banyak sekali karya-karya yang telah dihasilkan oleh para peneliti BPPT, namun karya-karya tersebut hanya tersimpan dalam ruang dokumentasi saja, atau paling tidak tercatat dalam jurnal-jurnal ilmiah nasional dan internasional. Sejauh ini pemerintah belum bisa memanfaatkannya untuk kemajuan bangsa dan negara, lebih tertuju kepada bisnis praktis yang keuntungannya hanya untuk kepentingan politik sesaat.

Namun harapan menuju negara Indonesia yang kuat dengan berbasis teknologi yang canggih masih ada. Walaupun bukan dengan konsep teknologi Habibie, tapi mungkin konsep lain yang dibangun oleh putera-puteri terbaik generasi berikutnya. Benarkah harapan masih ada?

Sebentar lagi rakyat Indonesia akan memilih presiden baru. Harapan masih ada, dengan terpilihnya presiden yang mempunyai kekuatan politik yang kuat, tegas, diktator yang membela kepentingan rakyat, mencintai negara Republik Indonesia, melawan kepentingan asing, jujur, dan shaleh, sehingga visi dan misinya lebih dominan untuk kemajuan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan politik yang sesaat dan semu saja. Insya Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun