(27/06/2022)- Industri pemberitaan memang tidak ada habisnya dalam mencari berita terbaru, terkini,terpanas dan paling terdepan dalam mewartakan pada khalayak umum.
Di zaman sekarang media memiliki berbagai macam jenis ada yang konsisten sedari dulu hanya berbentuk audio seperti Radio, audio visual seperti televisi, dan media sosial seperti Tiktok dan YouTube.
Terlepas dari itu semua, sebetulnya di era yang sudah memasuki 4.0 hari ini media sudah berevolusi tanpa wujud alias maya atau digital seperti berbagai portal berita termasuk blog citizen journalist seperti Kompasiana.
Meskipun akan pemilih yang paling besar dalam Pemilihan Presiden dua tahun yang akan datang sebetulnya adalah Generasi Milenial dan Generasi Z. Â Berdasarkan data dari Litbang Kompas tanggal 5Januari-9 Februari 2022 86,7 persen setuju untuk berpartisipasi pada pemilu. Sementara sisanya 10,7 persen masih belum memutuskan dan sebanyak 2,6 persen menolak untuk berpartisipasi dalam ajang perpolitikan tertinggi di Indonesia tersebut. Dilansir dari Litbang Kompas, Senin (27/06).
Meskipun mayoritas dua generasi yang paling menentukan bangsa ini, bisa dikatakan sebagian besarnya tetap akan sulit untuk menggerus upaya perubahan pola untuk pemikiran generasi yang jauh lebih tua.
Dalam hal ini kita bisa melihatnya dalam berbagai pemberitaan di media konvensional seperti televisi yang cenderung saling menjatuhkan, tidak ada independensi media dan tentunya banyak isu kebencian dan hoax yang rata-rata dibuat oleh stasiun televisi yang dimiliki oleh partai politik tertentu.
Berbagai media yang seharusnya fokus pada independensi atau netral tanpa memihak meskipun dimiliki oleh partai politik seakan hilang begitu saja hanya demi meraup keuntungan dan takut dimarahi oleh pemilik media.
Ada televisi yang tobat,ada pula yang kambuh lagi seperti Pilpres sebelumnya. Kode etik jurnalistik yang dibuat oleh Dewan Pers seharusnya dijalankan oleh semua media tanpa terkecuali termasuk stasiun televisi swasta yang notabenenya dimiliki oleh suatu partai atau kelompok tertentu.
Masyarakat seharusnya diberikan ajakan berupa informasi agar melek politik bukan justru dihidangkan berita-berita yang kurang mengedukasi. Seperti membela partai tertentu, lalu membela partai lain. Tindakan semacam ini justru akan semakin membuat publik jengah dengan tampilan pemberitaan yang itu-itu saja tanpa ada inovasi yang lebih mudah dipahami oleh semua kalangan.
Dikutip  dari IDN Times bahwa politik memiliki peranan yang sangat penting terutama berkaitan dengan pengawasan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dimana hal ini sering menimbulkan pro dan kontra di mata masyarakat. Manfaatnya jika kita melek politik lebih mudah untuk memahaminya dan tidak gampang termakan isu-isu yang tidak jelas. Senin (27/06).
Sudah sepantasnya media seperti televisi harus melakukan evaluasi besar-besaran dalam pemberitaan yang bermuatan politik. Generasi muda mungkin sudah tidak peduli dengan siaran televisi namun, generasi kelahiran 1940-1970 an masih banyak yang bergantung pada media yang sudah ada sejak tahun 1962 di Indonesia itu.
Pada dasarnya media dianggap sebagai corong pemberi informasi agar publik mengetahui segala permasalahan baik pemerintahan,sosial, politik, sejarah dan lain sebagainya.Â
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu media seperti televisi harus tetap konsisten dalam pemberitaan terlepas apakah ada berita titipan dari parpol yang memiliki televisi tersebut atau tidak. Satu yang paling harus diingat adalah berita harus disajikan dan diramu secara detail, jelas berimbang tanpa adanya unsur politik apapun.
Pilpres 2024, sudah seharusnya dijadikan ajang perbaikan bagi semua media terkhusus untuk media digital dan televisi karena sampai saat ini kedua media tersebut masih banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H