Ini di tempatnya dokter Terawan saya ambil darah untuk Vaksin Nusantara, kita coba. Kita kenapa sih tidak bangga dengan temuan anak bangsa, tidak terlalu berpikir negatif. Saya coba ini, saya tanya dokter-dokter juga katanya bagus dokter Terawan," Kata Luhut dalam video yang viral beredar di media sosial.
Dari sini bisa dilihat meskipun vaksin ini belum mendapatkan izin fase uji klinis III dari Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) namun sejumlah pejabat,publik figur dan masyarakat umum justru sudah banyak menggunakan vaksin tersebut. Terlepas dari bahaya atau tidaknya vaksin ini karena belum adanya uji klinis tentu bukan salah dari BPOM maupun Kemenkes namun, kesalahan dari pejabat dan publik figur itu sendiri, yang membuat semacam adu domba secara harus masyarakat agar terprovokasi mengenai hal tersebut.
Seandainya Terawan mau bersabar sebentar lagi saja uji klinis dan tidak menyuntikkan vaksin tersebut kepada pejabat dan publik figur maupun masyarakat polemik ini tidak akan melebar terus menerus. Karena kesalahan juga datang dari Terawan yang menyuntikkan vaksin ke politisi dan sangat rentan terhadap polemik karena berkaitan dengan politik.
Akibat isu politik di sekelilingnya, ia harus menderita berbagai permasalahan yang datang silih berganti menerpanya. Seperti baru-baru ini, keanggotaannya di organisasi kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hal ini kemudian membuat Terapi Cuci Otak yang sudah dirintis oleh Terawan dipertanyakan kembali oleh IDI.
Seperti di lansir CNBC Indonesia Terapi cuci otak merupakan inovasi metode medis Terawan yang kala itu menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto serta Dokter Kepresidenan Republik Indonesia. Terawan mulai memperkenalkan inovasi itu sejak 2004 dan mulai banyak peminat tahun 2010.
DSA yang dilakukan Terawan untuk melancarkan peredaran darah di kepala. Cara ini diklaim berhasil menangani berbagai pasien yang mengalami stroke. Terawan mengklaim 40 ribu pasien telah mencoba pengobatannya.
Jika saja ia tidak mendekati politik dengan vaksin Nusantara saya kira tidak akan ada polemik mengenai terhadap penelitiannya baik vaksin, maupun Terapi Cuci Otak. Tentunya, hal ini menjadi pelajaran agar medis tidak dicampuradukkan dengan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H