(01/04/2022)- Bulan Ramadan bulan turunnya Al-Qur'an ke muka bumi oleh Allah SWT, melalui perantara Malaikat Jibril kepada Umat Manusia sebagai pedoman hidup yang merupakan salah satu dari mukjizat untuk Nabi Muhammad SAW.
Pelaksanaannya yang hanya sekali dalam setahun membuat sensasi tersendiri dalam menyambut dan melaksanakannya. Berbagai ibadah dan tradisi seperti Shalat Tarawih berjamaah, Tadarus Al-Qur'an, Kuliah Shubuh, Sahur, berkeliling membangunkan warga saat Sahur, memukul Bedug dan lain sebagainya. Â Kebiasaan yang merupakan peristiwa langka setahun sekali ini alangkah baiknya, jika dijalankan dengan hati yang bersih dan suci serta mau menerima perbedaan yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat selama bulan suci penuh ampunan tersebut.
Perbedaan waktu penentuan awal Ramadan, memang kadang kala selalu ada dan tidak jarang membuat sebagian pihak yang berbeda keyakinan dalam menentukan waktu bulan Ramadan justru sering ditemukan mencela satu sama lain dengan orang yang berbeda pandangan. Tentu, tindakan merasa paling benar dalam agama Islam tidak dibenarkan.
Pemantauan Hilal atau Bulan Sabit, untuk penentuan satu Ramadan biasa dilakukan secara berbeda-beda baik oleh organisasi Islam, maupun oleh pemerintah melalui Kementerian Agama. Muhammadiyah misalnya, organisasi yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan menggunakan metode hisab.
Berikut penjelasan mengenai metode hisab dan rukyat seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Hisab atau Ijtimak sendiri diartikan bertemunya posisi Bulan dan Matahari dalam satu garis edar, yang memunculkan Bulan baru dalam penanggalan Hijriah.
Bulan baru juga bisa disebut sebagai Anak Bulan (sebutan lain dari hilal). Berdasarkan analisis perhitungan astronomis itu, Anak Bulan kemungkinan besar dapat diobservasi dan usinya 8 jam 22 menit 3 detik.
Sementara pemerintah sendiri, menggunakan metode rukyat yaitu
Meski hilal dapat diamati melalui metode hisab, tetapi di Tanah Air penentuan awal Ramadan juga ditentukan melalui metode rukyat.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal dengan mata telanjang atau alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam.
Keduanya diperbolehkan digunakan sesuai keyakinan dari penganutnya masing-masing yang terpenting dalam menyikapi perbedaan dalam proses penentuan satu Ramadan, adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan dan menghilangkan rasa ego demi pelaksanaan Ramadan yang damai serta tentram. Perbedaan sejatinya akan selalu hadir dalam setiap lini kehidupan seorang manusia. Jangan jadikan perbedaan menjadi alat pemecah belah justru sebaliknya disikapi secara bijak dan dianggap sebagai salah satu keunikan yang diberikan oleh Allah SWT.
Bagi yang sudah menjalankan ibadah puasa terlebih dahulu seperti jamaah Tarekat Naqsyabandiyah Al Kholidiyah Jalaliyah di Sumatera Utara pada hari ini 1 April, An-Nadzir dan Muhammadiyah 2 April selamat menunaikan ibadah puasa saum Ramadan 1443 Hijriah, dan bagi yang berpatokan kepada pemerintah pusat  harap bersabar karena malam ini jam 19.00 hasil dari Sidang Isbat penetapan satu Ramadan 1443 Hijriah akan diumumkan apakah besok sudah masuk Ramadan atau belum.
 Kita tentu berharap Hilal, dapat terlihat malam ini agar kita bisa segera melaksanakan Shalat Tarawih. Jadikan perbedaan ini sebagai hikmah dan pelajaran bukan sebaliknya agar hati tenang dan tentram selama menjalankan ibadah di bulan Ramadan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H