(25/02/2022)-Â Kemajuan teknologi yang semakin pesat dari hari ke hari seakan dipandang oleh masyarakat Indonesia sebagai langkah untuk semakin julid dan semakin percaya pada judul-judul berita yang clickbait atau istilah mudahnya adalah untuk menarik banyak orang percaya pada berita tersebut.
Mirisnya kita semua tahu hampir semua masyarakat kita, sudah menggunakan yang namanya Smartphone ( Telepon Pintar) dari sini kita harusnya tahu bahwa sepintar apapun perangkat Handphone yang dimiliki oleh seseorang tetap tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya jika orang yang mempunyainya tidak pintar menggunakannya akan berujung pada kebohongan yang tiada henti-hentinya dan hal ini berbahaya bagi umat Manusia.
Baru-baru ini misalnya saja ada pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas, yang disebut menyamakan suara lantunan Adzan dengan gonggongan Anjing, padahal realitanya hal ini tidaklah benar.
Selain itu, muncul pula narasi dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab mengenai aturan mengenai pengaturan pengeras suara di Masjid dan Musala, jika dilihat dalam Surat Edaran No 5 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala sebenarnya ditujukan untuk mengatur kenyamanan sesama umat Islam maupun non muslim agar tidak sembarangan menggunakan pengeras suara.
Sebenarnya pada realita di lapangan sering ditemukan pada sejumlah Masjid dan Musala bahwa dibatasi suara speaker atau pengeras suara maksimal 100 db ( desibel) ya kita juga tidak mungkin kan perlu mendengarkan speaker dengan volume full karena dapat merusak gendang telinga.
Perlu disikapi secara bijak disini bahwa aturan tersebut tidak bisa kita bandingkan keadaannya dengan puluhan tahun lalu dimana rumah-rumah dengan masjid masih jarang dan jauh jaraknya sehingga diperlukan volume besar, nah saat ini sesuai dengan zaman, maka penggunaan speaker pun perlu diatur karena demi kenyamanan bersama.
Saya kemarin melihat salah satu wawancara di Kompas TV yang menyebutkan bahwa surat edaran ini ditujukan bagi wilayah yang penduduknya heterogen maksudnya beragam agama, dan tidak perlu diimplementasikan untuk wilayah yang sifatnya homogen atau hanya ada satu penganut agama yaitu Islam maka secara otomatis tidak perlu dilakukan pada lingkungan homogen.
Saya sendiri miris melihat dengan mudahnya bangsa kita diadu domba atau dipecah belah hanya dengan berita dengan clickbait, saya tidak menyalahkan media sepenuhnya, karena menurut saya masyarakat disini juga memiliki peran penting karena menelan mentah-mentah berita hanya dari judulnya saja tanpa membaca dengan tuntas beritanya serta membandingkannya dengan berita lain, masyarakat kita memang susah menerapkan minat baca.Â
Bagi saya setidaknya jika tidak mampu membaca sebuah buku yang tebal setidaknya biasakan untuk membaca tuntas suatu berita atau menelusuri berita tersebut terlebih dahulu dan jangan terprovokasi oleh judulnya. Mirisnya masyarakat kita lebih percaya pada konten di media sosial yang tidak jelas validitasnya sehingga berakibat pada semakin maraknya hoax bertebaran di berbagai platform.
Padahal berbagai portal berita terpercaya banyak dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah gencar melakukan sosialisasi, tapi memang dasarnya masyarakat kita enggan membaca walaupun dalam gadget sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H