(23/02/2022)-Â Saat ini kita sudah memasuki pertengahan bulan Februari tahun 2022, artinya tahun politik akan semakin dekat tentunya bagi kita yang sudah paham politik juga akan berpikiran serupa namun mayoritas penduduk di Indonesia, terutama generasi muda dan masyarakat awam seakan biasa saja dan cenderung pasif dengan dunia politik tanah air.
Partisipasi masyarakat bisa dikatakan 40-50% yang mau turut andil pada perubahan pemerintahan baik untuk duduk pada kursi Istana maupun Senayan, kenapa saya tidak menyebutkan Yudikatif karena saya rasa di lembaga Yudikatif ( Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial)Â relatif mulai membaik dari segi ketaatan untuk mendengarkan aspirasi rakyat salah satunya saya ambil dari adanya penolakan untuk menerapkan aturan UU Cipta Kerja dimana undang-undang tersebut jika ingin diterapkan maka pemerintah harus melakukan revisi.
Saya juga sebenarnya menyukai gaya kepemimpinan Presiden Jokowi yang supel, merakyat dan mau turun langsung ke lapangan jarang sekali ada presiden kita yang mau turun ke lapangan, saya hanya mendapati tiga presiden kita yang mau berbaur dengan masyarakat, yaitu Presiden Soekarno, Presiden Gusdur dan Presiden Jokowi.
Namun adanya pengaruh dari para partai yang bercokol di sekelilingnya membuat presiden yang memiliki hak istimewa berupa prerogratif mau tidak mau harus memperhatikan masukan dari partai politik pengusungnya pada masa pemilihan calon presiden, bisa dikatakan hal ini seperti timbal balik antara pengusung dan presiden.
Presiden Jokowi sebenarnya tidak sepenuhnya mendengarkan perkataan partai politik di pemerintahan maupun oposisi hal ini saya lihat dari adanya berbagai keputusan seperti bansos, JHT, pendidikan, konflik Wadas yang akhirnya diselesaikan secara persuasif dan kekeluargaan.
Seperti kita ketahui bersama awalnya partai pengusung presiden hanya sedikit dan para oposisi berhasil menguasai parlemen. Meskipun demikian, rupanya pada tahun 2014-2019 citra buruk oposisi yang tidak beda jauh seperti pemerintah memang semakin membuat rakyat sulit untuk percaya kepada pemerintah.
Selain dari adanya keputusan seperti Presidential Threshold ( Batas Ambang Pencalonan Presiden oleh Partai) sebesar 30% yang ditetapkan oleh parlemen kita yakni Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) sebesar 30% memang sulit diwujudkan jika masyarakatnya hanya diam menonton dan baru mau melakukan protes saat sebuah undang-undang sudah dikeluarkan.
Artikel ini saya tulis karena saya sangat berharap agar ada perubahan dalam dunia pemerintahan dimana jangan sampai adanya korupsi dan orang-orang tidak berkompeten dalam bidangnya yang justru ditunjuk oleh presiden karena demi memuaskan para petinggi partai semata.
Masyarakat setidaknya harus paham apa itu politik, isu-isu nya permasalahannya, bagaimana konsekuensinya, mekanisme sampai pengaruh atau dampaknya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara karena segala kebijakan pemerintah akan memiliki dampaknya pada masyarakat cepat ataupun lambat.
Adu domba, berita hoax, sampai politik pecah belah seharusnya dipelajari dan dipahami betul oleh masyarakat agar tidak gampang terpancing emosi dan buta politik agar negara ini membaik dalam segi pemerintahan dan tata kelola negara.
Berbagai platform seperti media online terpercaya,buku dan e-paper, yang bisa dijadikan sumber rujukan sebagai referensi agar mengerti walaupun hanya sedikit, apalagi kita ketahui bersama isu seperti Koran Obor Rakyat yang muncul pada Pemilihan Presiden ( Pilpres) 2014 saat itu menguntungkan pasangan No urut 02 Prabowo Subianto- Hatta Rajasa, sementara pada Pilpres 2019 isu Kampret dan Cebong yang merupakan istilah penyebutan untuk pihak-pihak yang mendukung kedua kubu Yakni Prabowo -Sandi serta Jokowi- Ma'ruf Amin sukses mengadu domba masyarakat di linimasa media sosial bahkan sampai saat ini jelang 2024 masyarakat masih saja ribut hasil tahun 2019.
Masyarakat selain harus melek politik juga harus legowo atau berlapang dada jika pasangan calon pemimpin baik ditingkat Nasional seperti Presiden, atau di daerah seperti Gubernur dan Wakilnya, Wali Kota dan Wakilnya, Bupati dan Wakilnya, Camat dan Wakilnya, serta Kepala Desa dan Wakilnya, harus diperhatikan pula rekam jejak dan kiprahnya jangan hanya terbuai uang hasil pemberian calon saat Serangan Fajar, maupun terpincut karena kecantikan dan ketampanan calonnya.
Yang paling penting dalam dunia politik adalah memilih boleh karena hak sebagai warga negara, namun jangan sampai salah pilih dan menyesal di kemudian hari.
Pahami politik niscaya jika masyarakat Indonesia memahami politik dengan rasional dengan menggunakan Brain (Otak) bukan Muscle ( Otot), negara ini akan baik dan bisa berjaya serta diakui kembali kiprahnya oleh negara luar seperti pada masa Presiden Soekarno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H