(21/02/2022)-Â Indonesia merupakan negara kepulauan sekaligus negara maritim yang memiliki banyak keragaman hayati, bahan tambang, sumber daya manusia dan lain sebagainya yang tidak dimiliki oleh negara lain.
Negara ini banyak sumber daya yang sebenarnya sangat amat mencukupi jika diproduksi dan diperjualbelikan pada pasar domestik atau dalam negeri karena negara kita kaya namun masih banyak menjual mentah sumber daya alamnya ke luar negeri sementara kita, lebih banyak mendapatkan hasil jadinya dari luar yang membuat harga berbagai komoditas termasuk minyak goreng menjadi baik harganya.
Minyak goreng merupakan salah satu perlengkapan memasak berbagai kalangan mulai dari rumah tangga, para pedagang gorengan, warteg, warung nasi  Padang dan sejenisnya sangat terpengaruh dampaknya akibat kelangkaan minyak di pasaran.
Sebenarnya mudah mengetahui penyebab kelangkaan minyak di pasaran jangan melihat dari sisi ritel seperti minimarket sebab stok di sana memang dibatasi setiap harinya minimal 2-6 liter per orang agar meminimalisir kelangkaan.
Penyebab pertama adalah adanya panic buying atau ketakutan berlebihan akibat harga murah sebesar Rp 14.000 per liter yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perdagangan sejak tanggal 14 Januari 2022, meskipun demikian nampaknya masyarakat juga tidak melihat dan tidak mau mendengar berita yang telah banyak beredar di berbagai media konvensional maupun online bahwa pemberlakuan satu harga akan dilakukan selama 6 bulan ke depan.
Akibatnya karena tetap adanya panic buying maka pemerintah akhirnya membuat kebijakan baru yaitu dengan Harga Eceran Tertinggi ( HET) Rp 11.500 untuk Minyak Curah, Rp 13.500 untuk Minyak Kemasan Sederhana dan Rp 14.000 untuk Minyak Kemasan Premium.
Tetap saja kelangkaan terjadi namun kali ini, ada penyebab lain yang diduga menjadi biang keladi langkanya minyak dipasaran yaitu adanya Kartel atau para penimbun minyak yang sengaja menimbun minyaknya di gudang dengan dalih tidak mau merugi. Padahal Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memberikan ancaman kepada para penimbun berupa sanksi penjara selama 5 tahun atau denda sebesar Rp 50 miliar.
Selain itu, dugaan ketiga yaitu stok minyak goreng sebenarnya belum memenuhi jumlah yang diperlukan oleh masyarakat Indonesia, namun cenderung dipaksakan sehingga berujung kelangkaan di masyarakat.
Yang terakhir adanya pengaruh konflik Rusia dan Amerika Serikat yang saling berebut Ukraina, hal ini juga dianggap sebagai salah satu melambungnya harga minyak secara tidak langsung yang bisa saja membuat si kuning cair yang bisa membuat negara kecil seperti Brunei Darussalam, dan Uni Emirat Arab menjadi negara kaya ini juga gampang sekali naik dan turun menyesuaikan kondisi geopolitik kawasan.
Agak miris sebenarnya melihat adanya kelangkaan minyak goreng dimana-mana pada bangsa yang kata grup band legendaris kita Koes plus sebagai" tanah surga " ini. Pembalakan hutan secara membabi buta setiap tahunnya sejak masa orde baru berakibat pada rusaknya alam dan ekosistem didalamnya.
Meskipun demikian sudah berganti dengan ribuan perkebunan kelapa sawit tetap saja minyak belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam jumlah besar terlebih bagi negara kita sendiri.
Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia ( GAPKI) seperti dilansir dari Katadata Secara rinci, produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar 4,2 juta ton. Sementara, produksi minyak inti sawit (crude palm kernel oil/CPKO) sebesar 400 ribu ton.
 Konsumsi minyak sawit di pasar domestik tercatat sebesar 1,46 juta ton pada Agustus 2021. Jumlah itu juga naik 1,45% dibandingkan pada Juli 2021 yang sebesar 1,44 juta ton.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H