Tidak berselang lama Lord Minto digantikan oleh Thomas Stamford Raffles yang berkuasa sejak tahun 1811-1816 di kepemimpinannya inilah berbagai pengembangan seperti Taman Raya Bogor, dan penemuan kembali Candi Borobudur terjadi pada kepemimpinannya.
Selain itu, Raffles juga menulis sebuah buku berjudul History of Java yang terbitkan oleh John Murray tahun 1817. Setelah Raffles berkuasa akhirnya dalam sebuah kesepakatan di Wina tahun 1816 maka Jawa kembali diserahkan kepada Belanda dan John Fendall kemudian menjadi pejabat perantara untuk penyerahan Jawa dari Inggris ke Belanda.
Sejak tahun 1816-1942 Nusantara berada dalam kendali sepenuhnya Kolonial Hindia-Belanda dimulai dari Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen yang liberal dan kejam sampai Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwer.
Selepas datangnya Jepang tahun 1942 ke tanah air dan berkuasa selama 2,5 tahun sampai tahun 1945 membuat Belanda akhirnya hengkang sebab sejak 1914-1918 terjadi Perang Dunia I dan Perang Dunia II 1939-1945 yang membuat kekalahan Jepang kepada sekutu tahun 1945 sebagai serangan balik dari Amerika Serikat karena Jepang menyerang pangkalan militer di Pearl Harbour tahun 1941.
Akibat kekalahan Jepang sejumlah kaum muda memaksa agar kaum tua segera memproklamasikan kemerdekaan, namun karena kaum tua masih ragu akan kekalahan Jepang maka aksi penculikan Soekarno-Hatta yang dilakukan oleh kaum muda pada tanggal 16 Agustus 1945, akhirnya Achmad Subardjo yang mengetahui hal tersebut meminta agar Soekarno-Hatta dibawa Ke Jakarta dan benar saja dengan bermodalkan rumah milik petinggi Jepang Laksamana Maeda yang bersimpati kepada Indonesia dan Proklamasi kemerdekaan Indonesia pun akhirnya dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta.
Meskipun sudah menyatakan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, Belanda tetap saja datang kembali ke Indonesia dengan Agresi Belanda I dan II dengan dibonceng oleh NICA (Nederlandsch Indische Civiele Administratie) antara tahun 1947-1948 tetap saja tetap membuat Belanda enggan hengkang.
Padahal sejak tahun 1947 berbagai perjanjian mulai dari Perjanjian Renville, Roem Royen, Linggarjati tetap tidak membuahkan hasil. Baru pada 27 Desember 1949 melalui Konferensi Meja Bundar ( KMB) di Den Haag negeri Kincir Angin tersebut mengakui kemerdekaan Indonesia.
Ratu Juliana pada mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 29 Desember 1945 bukan 17 Agustus 1945. Dengan segala konsekuensinya Indonesia menerimanya. Sejak tahun 1971 sejumlah pemimpin Kerajaan Belanda beberapa kali berkunjung ke Indonesia yakni Ratu Juliana tahun 1971, Ratu Beatrix tahun 2005 dan Raja Willem Alexander tahun 2020. Mereka sama-sama mengakui dan meminta maaf kekejaman penjajahan di Indonesia.
Baru-baru ini, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte juga meminta maaf kepada Indonesia atas kekejaman Belanda selama perang pra kemerdekaan 1945-1949. Rutte melakukan permohonan maaf di ibukota Belgia, Brussel.