Lembaga dibawah naungan Kementerian Agama bisa dikatakan selalu terlambat dalam membuat keputusan atau kebijakannya dibandingkan dengan lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Badan Riset dan Teknologi.Â
Di era kepemimpinan Nadiem Anwar Makarim Kemendikbud seolah berkembang cepat dan bisa beradaptasi apalagi di tengah- tengah masyarakat pandemi saat ini yang tanpa adanya kepastian.Â
Pada dasarnya baik Kemdikbud dan Kemenag pangkalan data pendidikan dari mulai TK/ PAUD sampai Perguruan Tinggi sama - sama berada di Direktorat Pendidikan Tinggi ( DIKTI) yang saat ini dikembalikan menjadi bagian Kemdikbudbrin.
Sering ditemukan adanya tumpang tindih kebijakan antara dua lembaga negara ini. Misalnya saja kebijakan pemberian kuota internet bagi jenjang SD sampai Perguruan Tinggi Negeri dibawah naungan Kemdikbudbrin sudah lebih dahulu ditambah dengan adanya tayangan Belajar Dari Rumah yang sempat disiarkan di TVRI.
Namun Kementerian Agama seolah terlambat dalam merespon permasalahan yang ada pada lembaga pendidikan dibawah naungannya. Selain itu sering pula ditemukan adanya ketidaksinkronan data ketika murid hendak mendaftar ke luar lembaga pendidikan Kemenag.
Bisa dikatakan pula berbagai penyelesaian konflik antar agama di era Menteri Facharul Razi tidaklah terlalu signifikan perubahannya. Meskipun di era kepemimpinannya sempat bergabung dalam Surat Keputusan Bersama dengan Kemdikbudbrin dan Kemenpan-RB pada tahun ini. Lambatnya implementasi Kampus Merdeka di Kemenag dengan alasan Prodi seolah menjadi masalah yang belum terselesaikan secara maksimal pada Kementerian Agama.
Nyatanya Menteri Agama masuk dalam reshuffle kabinet yang menandakan kinerjanya belum maksimal. Ia digantikan oleh Yaqut Cholil Qoumas yang berasal dari kalangan Nahdatul Ulama.
Peran Cholil memang lebih gesit ketimbang Menteri sebelumnya beberapa kebijakan mengenai adanya digitalisasi Kantor Urusan Agama, berupaya menjaga harmonisasi kerukunan umat beragama, percepatan penggunaan EMIS ( Education Management Information System), penundaan ibadah Haji dan Umrah di tengah pandemi dan lain sebagainya.
Namun permasalahannya apakah bisa jika wewenang lembaga keagamaan yang selama ini berada dibawah naungan Kementerian dengan tagline Ikhlas Beramal ini diberikan pada Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Badan Riset dan Teknologi jawabannya tergantung pemerintah saat ini keputusannya.
 Jika ingin adanya kebijakan yang tidak tumpang tindih tentunya wewenang memang lebih baik jika diserahkan kepada Kemdikbud tanpa menghilangkan kaidah- kaidah keagamaan yang melekat pada lembaga agama tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H