Di musim ini, kala bertahan, Inter mentransformasi formula 3-5-2 menjadi 5-3-2, dengan Asamoah dan Candreva mundur ke belakang dan menjalankan fungsi sebagai full-back.Â
Selain itu, Godin, Skriniar, dan De Vrij juga tak jarang mundur lebih ke dalam ketika dalam posisi tertekan.Â
Untuk urusan pressing, Inter terbilang menjalankan high-pressing, walau tidak seketat seperti apa yang dilakukan Liverpool arahan Jurgen Klopp.Â
Meski demikian, Inter tetap menempel ketat lawan secara one-on-one untuk tidak memberikan kenyamanan bagi mereka dalam mengalirkan bola.
Dari situ, Inter dapat memanfaatkan lowongnya sisi sayap lawan untuk melancarkan serangan balik ketika para full-back atau wing-back tersebut maju ke depan.Â
Skema tersebut membuat gaya bertahan Inter sangat efektif untuk melawan tim yang menerapkan formasi 4-3-3, formula yang paling populer saat ini.
Taktik tersebut ditunjang dengan kemampuan individu tiap pemain. Martinez dengan kecepatannya mampu melakukan intercept ketika tim lawan memainkan bola dari bawah, disokong dengan kemampuan Lukaku yang kuat dalam duel satu lawan satu.Â
Di tengah, Sensi mampu membawa pergerakan bola dengan baik sehingga tak jarang melakukan block, yang ditunjang dengan tackling yang baik dari Barella.Â
Di kiri, Asamoah yang bermental bertahan tentunya berperan besar dalam menjaga sisi kiri pertahanan Inter. Sedangkan di sisi kanan, Candreva yang bermental lebih menyerang kerap didukung Brozovic yang sangat mobile dan punya kemampuan bertahan lebih baik.
Di belakang, trio Godin, Skriniar, dan De Vrij terasa sangat serasi walau baru menjalani musim pertamanya dalam bermain bersama. Godin punya kemampuan yang baik dalam menekel lawan dan tidak diragukan lagi dalam duel udara.Â