Mohon tunggu...
Moh Ilyas Saputra
Moh Ilyas Saputra Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Sosiologi UIN Walisongo Semarang

Saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki jiwa kepedulian yang besar, rasa ingin tahu yang tinggi akan ilmu pengetahuan, menyukai bisnis, dan gemar otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi dan Perdamaian: Bagaimana Peran Pesantren dalam Mencegah Radikalisme dan Terorisme

11 Juni 2024   01:10 Diperbarui: 11 Juni 2024   01:12 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://geotimes.id/opini/tantangan-moderasi-beragama-tahun-2022/Input sumber gambar

Moderasi dan Perdamaian : Bagaimana Peran Pesantren dalam Mencegah Radikalisme dan Terorisme

Moderasi dan perdamaian bagaikan dua pilar utama yang menopang kehidupan harmonis di tengah keragaman budaya, agama, dan etnis. Moderasi, sebagai jalan tengah yang seimbang, menjadi kompas untuk menavigasi perbedaan dan meminimalisir konflik. Perdamaian, sebagai hasil dari penerapan moderasi, menghadirkan rasa aman dan tenteram bagi seluruh elemen masyarakat.

Di tengah gempuran modernisasi dan globalisasi, terbentang sebuah realitas indah: kehidupan masyarakat yang tentram dan damai dalam balutan keragaman agama dan ras. Keberagaman ini bukan menjadi sumber perpecahan, melainkan mozaik harmonis yang memperkaya budaya dan memperkuat persatuan. Masyarakat hidup berdampingan dengan saling menghormati keyakinan dan adat istiadat masing-masing. Toleransi dan saling pengertian menjadi landasan utama dalam menjalin hubungan antar individu dan kelompok. Kehidupan masyarakat yang damai seringkali dihantui oleh adanya suatu faham dan sikap radikalisme dan terorisme yang terjadi ditengah keberagaman masyarakat. Radikalisme dan terorisme bagaikan racun yang menggerogoti perdamaian masyarakat. Dampak destruktifnya menjangkau berbagai aspek kehidupan, merenggut rasa aman, dan menghambat kemajuan.

Radikalisme ialah sebuah paham yang memiliki keinginan hadirnya pergantian, perubahan, atau pemberontakan kepada sesuatu sistem yang berlaku di masyarakat hingga dasarnya.  Radikalisme menghendaki adanya suatu perubahan secara totalitas dalam suatu keadaan atau aspek masyarakat yang dinilai tidak sesuai dengan dirinya. Penganut radikal mengklaim bahwa suatu yang mereka pikir dan rencanakan ialah sebuah hal yang paling benar. Radikalisme ini biasanya berkembang dalam suasana dramatis yang menampilkan adanya kemiskinan, ataupun ketidak adilan yang terjadi didaerah tersebut. (Zuly Qodir, 2014)

Pengertian radikalisme jika dilihat secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa latin yaitu "radix" yang dapat diartikan sebagai "akar". Dapat istilahkan bahwa radikalisme ialah paham yang menginginkan perubahan hingga ke akar, dilakukan dengan sebuah perlawanan, penolakan terhadap suatu nilai atau kelembagaan tertentu. (Dede rodin, 2016)

Sejarawan atau intelektual Sartono Kartodirdjo mendefinisikan radikalisme sebagai gerakan sosial yang melakukan penolakan secara menyeluruh tatanan sosial yang sedang diterapkan dan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk melakukan  penentangan dan berlawanan dengan kaum yang memiliki otoritas atau kekuasaan. (Sartono Kartodirdjo, 1985)

Sedangkan, terorisme seperti disebutkan oleh Kofi Annan (Mantan Sekjen PBB) adalah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki motif politik, ideologi, atau agama, dengan tujuan untuk mencapai tujuan politik mereka dengan cara yang tidak sah dan tidak bermoral. Kofi Annan memandang terorisme sebagai suatu ancaman yang dimana negara harus melindungi warga negaranya dari sebuah ancaman tersebut. Namun disisi lain negara juga harus berhati-hati dalam melawan tindakan terorisme agar tidak menjadi tindakan pelanggaran HAM. (Kofi Anna, 2001)

Berbagai fenomena terorisme yang terjadi di dunia terutama di Indonesia menjadi persoalan yang serius untuk dibahas dan dilakukan penindakan, karena dapat mengancam stabilitas keamanan dan merenggut nyawa orang yang tidak bersalah. Melihat fenomena terorisme yang semakin marak, maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan yang komprehensif dan berkelanjutan, sehingga tercipta rasa aman dan damai di masyarakat. Untuk mengatasi terorisme, perlu dilakukan kerjasama antara pemerintah, aparat keamanan, masyarakat sipil, maupun tokoh agama dan adat, dengan mengedepankan pendekatan yang humanis dan berorientasi pada akar permasalahannya.

Tindakan terorisme dengan mengatasnamakan agama merupakan salah satu tindakan yang melanggar kebebasan beragama. Tindakan terorisme tersebut biasanya dilakukan diberbagai ruang publik. Sosiolog Habermas mengungkapkan bahwa, ruang publik merupakan wilayah yang ditujukan secara bebas untuk siapapun. Namun, apabila tindakan terorisme ini didasarkan pada hal tersebut merupakan suatu hal yang salah besar, apalagi jika muncul narasi-narasi pembenaran atas tindakan pelanggaran hak asasi manusia berlatar suku, ras, dan agama, ini akan menimbulkan persoalan yang besar, maka dari itu perlu adanya edukasi untuk masyarakat agar tidak terjerumus kedalam persoalan-persoalan tersebut.

Tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama sama sekali tidak mencerminkan ajaran agama yang sebenarnya. Agama-agama di dunia mengajarkan perdamaian, kasih sayang, dan toleransi, bukan kekerasan dan kebencian. Tindakan terorisme hanya akan mencoreng citra agama dan menimbulkan stigma negatif terhadap penganutnya.

Terorisme yang terjadi di berbagai wilayah seringkali dikaitkan dengan Islam, mengkaitkan Islam dengan terorisme adalah sebuah kesalahpahaman yang berbahaya dan menyesatkan. Hal ini dapat memicu stereotip negatif dan diskriminasi terhadap umat Islam. Faktanya, mayoritas umat Islam di seluruh dunia menentang dan mengutuk tindakan terorisme. Mereka hidup berdampingan dengan damai dengan pemeluk agama lain dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Banyak organisasi Islam dan tokoh agama yang secara terbuka menyatakan penolakan mereka terhadap terorisme dan menyerukan perdamaian. Pelaku terorisme seringkali memiliki motif politik, ideologi, atau kepentingan pribadi yang ingin mereka capai dengan cara kekerasan. Mereka tidak mewakili Islam secara keseluruhan. Tindakan mereka didorong oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan kurangnya pemahaman agama yang benar.

Terorisme bukan identik dengan Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan kasih sayang. Penting untuk tidak menstereotipkan seluruh umat Islam berdasarkan tindakan segelintir orang yang melakukan terorisme. Mari kita bersama-sama membangun pemahaman yang benar tentang Islam dan melawan segala bentuk ekstremisme dan kekerasan demi mewujudkan dunia yang lebih damai.

Salah satu upaya untuk mencegah terorisme adalah dengan penanaman nilai-nilai moderat sedini mungkin kepada anak-anak di lingkungan keluarga, pendidikan, dan masyarakat. Penanaman nilai-nilai moderat dapat dilakukan melalui pendidikan karakter, pendidikan agama, dan berbagai kegiatan positif lainnya. Dalam upaya menanamkan nilai-nilai moderat, penting untuk melibatkan orang tua, guru, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, sehingga tercipta sinergi dan kerjasama yang kuat.  

Pesantren memiliki sejarah panjang dan peran penting dalam masyarakat Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara, pesantren telah melahirkan banyak tokoh agama, pemimpin nasional, dan intelektual publik. Di tengah gejolak globalisasi dan meningkatnya ancaman radikalisme dan terorisme, peran pesantren dalam menumbuhkan moderasi dan perdamaian semakin krusial. Pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi agen perdamaian dan moderasi di Indonesia. Dengan terus berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman, pesantren dapat terus memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang toleran dan harmonis melalui pendidikan karakter dan nilai-nilai keagamaan yang moderat. Sebagai pusat pendidikan dan komunitas, pesantren dapat menjadi wadah untuk menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Pesantren juga dapat menjadi tempat untuk mempelajari dan melestarikan tradisi dan nilai-nilai luhur bangsa, seperti gotong royong, musyawarah mufakat, dan toleransi. Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil perlu memberikan dukungan kepada pesantren dalam upaya mereka untuk menjadi agen perdamaian dan moderasi. Dukungan ini dapat berupa bantuan dana, pelatihan, dan akses kepada teknologi dan informasi.

Pendidikan didalam pondok pesantren menanamkan nilai-nilai yang berisi kedamaian untuk semua manusia dan mengecam tindakan terorisme. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang mengecam suatu bentuk pembunuhan seperti sabda disebutkan dalam Q.S Al-Ma'idah * Ayat 32 :

 مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا ۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ 

 Artinya : "Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, dia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia. Sungguh, rasul-rasul Kami benar-benar telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Kemudian, sesungguhnya banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi." (Q.S Al-Ma'idah Ayat 32)

Pesantren memainkan peran vital dalam mencetak generasi muda yang berkarakter moderat dan menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian. Melalui kurikulum yang komprehensif dan inklusif, pesantren mengajarkan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin, yaitu Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan demikian, para santri dibekali pemahaman yang mendalam mengenai pentingnya hidup rukun dan harmonis di tengah perbedaan, serta menolak segala bentuk ekstremisme dan kekerasan. Pendidikan yang diberikan tidak hanya fokus pada aspek keagamaan, tetapi juga pada pengembangan karakter yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan keterbukaan. Adapun beberapa nilai yang ditanamkan dalam pesantren guna santrinya memiliki karakter yang moderat antara lain:

  • Prinsip Mengambil Jalan Tengah (Tawassuth).

Prinsip mengambil jalan tengah (tawassuth) merupakan landasan penting dalam membangun masyarakat yang damai, toleran, dan harmonis. Dengan menerapkan tawassuth dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menghindari ekstremisme, bersikap adil dan bijaksana, serta menghargai perbedaan. Tawassuth menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan dan bertindak. Hal ini penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan sejahtera.

  • Sikap Tegak Lurus (I'tidal)

I'tidal mengajarkan kita untuk menjauhi sikap ekstrem, baik dalam beragama maupun dalam kehidupan sehari-hari. Seorang muslim yang tegak lurus tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham radikal dan ekstrem. I'tidal menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Seorang muslim yang tegak lurus selalu mengedepankan kepentingan bersama dan menghindari perpecahan.

  • Toleran Atau Ramah Terhadap Perbedaan (Tasamuh)

Tasamuh dapat membantu mencegah konflik dan perpecahan dalam masyarakat. Dengan saling menghargai perbedaan dan menjalin dialog, kita dapat membangun masyarakat yang damai dan harmonis.

  • Berunding (Musyawarah).

Musyawarah dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan bermusyawarah, kita dapat menyelesaikan perbedaan pendapat dengan cara yang damai dan konstruktif.

  • Kebiasaan Untuk Ishlah.

Islah yang berarti menjaga kebaikan dan kedamaian. Kebiasaan untuk ishlah dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan menyelesaikan konflik secara damai dan saling memaafkan, kita dapat membangun masyarakat yang harmonis dan sejahtera.

  • Kepeloporan (Qudwah).

Orang hidup tidak selama menjadi makmum (dipimpin) terkadang juga menjadi pemimpin. Pemimpin yang efektif memberdayakan orang lain untuk mencapai potensi terbaik mereka. Mereka menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan pengembangan individu.

  • Cinta Tanah Air (Muwathanah).

Sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, gagasan-gagasan nasionalisme sudah tumbuh dengan sangat baik di pesantren. Cinta Tanah Air (Muwathanah) berarti menghargai keberagaman bangsa Indonesia. Kita harus menghormati suku, budaya, agama, dan tradisi yang berbeda-beda. Keberagaman adalah kekayaan bangsa yang harus kita jaga dan lestarikan.

  • Anti Kekerasan.

Di kalangan santri menentang segala bentuk kekerasan. Ajaran Islam menekankan pentingnya perdamaian, kasih sayang, dan toleransi. Santri harus memahami dan menerapkan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

  • Ramah Terhadap Budaya (I'tiroful Urfi)

Islam mengajarkan kita untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan. Santri harus menerapkan nilai-nilai Islam tersebut dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam interaksi dengan orang-orang dari berbagai budaya.

Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, memiliki peran penting dalam menjaga moderasi dan perdamaian bangsa. Nilai-nilai Islam yang diajarkan di pesantren, seperti toleransi, kasih sayang, dan penghargaan terhadap perbedaan, dapat menjadi benteng kuat untuk mencegah radikalisme dan terorisme. Melalui pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai anti kekerasan, pesantren dapat melahirkan generasi santri yang moderat dan cinta damai. Santri-santri ini diharapkan dapat menjadi agen perdamaian yang menyebarkan nilai-nilai toleransi dan saling menghormati di masyarakat. Pemerintah, masyarakat sipil, dan organisasi keagamaan lainnya juga perlu bekerja sama dengan pesantren untuk memperkuat peran mereka dalam mencegah radikalisme dan terorisme. Dengan bersama-sama membangun pesantren yang moderat dan damai, kita dapat mewujudkan Indonesia yang lebih harmonis dan sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA

  • A Gunaryo, dkk. (2023). Tradisi Moderasi dari Bilik Pesantren. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
  • AF Ngajibullah, K Fidhoh. (2023). "Pola Komunikasi Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama' (Ipnu) Kabupaten Ponorogo Dalam Menanggulangi Radikalisme". JCS: Journal of Communication Studies Vol. 3 No. 01.
  • Kementrian Agama Republik Indonesia. (2022). Moderasi Beragama ala Pesantren. Diakses dari: https://kemenag.go.id/opini/moderasi-beragama-ala-pesantren-upjuu4
  • MH Zuhdi. (2017). "Radikalisme Agama dan Upaya Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan". Akademika: Jurnal Pemikiran Islam Vol. 22, No. 01.
  • R Kadarsih. (2008). "Demokrasi dalam ruang publik: Sebuah pemikiran ulang untuk media massa di Indonesia". Jurnal Dakwah Vol. IX No 1.
  • Tahir, I., & Tahir, I. (2020). "Perkembangan Pemahaman Radikalisme di Indonesia". Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah, 12(2), 74-83.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun