Mohon tunggu...
muhamadilmar rosadi
muhamadilmar rosadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - KARYAWAN SWASTA

HUMBLE FRIENDLY SIMPLE

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Hutan Adat Dirampas

28 Juli 2022   03:57 Diperbarui: 4 Agustus 2022   19:35 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda terbit Undang-Undang Agraria Hindia Belanda atau yang dikenal dengan “De Agrarische Wet” 1870 yang mengenalkan asas domain berklaring atau klaim negara atas kepemilikan tanah yang tidak bisa dibuktikan termasuk hutan, akibatnya kepemilikan hutan oleh komunitas tak diakui. melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. Negara secara implisit membekukan hak masyarakat adat atas hutannya. 

Banyak sekali wilayah adat termasuk hutan adat yang diklaim oleh Kementerian Kehutanan secara sepihak sebagai kawasan hutan dan kemudian memunculkan tumpang tindih klaim yang berdampak pada konflik-konflik termasuk juga pelanggaran HAM. Masyarakat hukum adat yang sesungguhnya memiliki hutan adat mempunyai masalah karena wilayah itu di masukan ke dalam kategori hutan negara dan oleh kementerian kehutanan, dan hutan negara itu dialokasikan untuk lisensi-lisensi izin atau hak-hak pemanfaatan dari perusahaan-perusahaan ataupun pengelola taman nasional.

Kebijakan ini berlanjut dalam Undang-Undang Kehutanan yang terbit di Era Reformasi yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang memasukkan hutan adat sebagai hutan negara. tidak adanya pengakuan terhadap hutan adat selama ini telah berdampak negatif dan merugikan masyarakat adat yang tinggal di sekitar dan di dalam kawasan hutan adat, akses masyarakat adat terhadap kawasan hutannya menjadi terbatas alih fungsi kawasan hutan adat menjadi hutan produksi, konservasi atau lindung kerap dilakukan bahkan tak jarang masyarakat justru dikriminalisasi ditangkap dan dipenjarakan oleh aparat keamanan dengan berbagai tuduhan kejahatan. Mereka dituduh mencuri hasil hutan dan memasuki kawasan hutan negara secara tidak sah, kriminalisasi ini menimpa dibeberapa masyarakat adat seperti masyarakat kasepuhan di Cisitu di Lebak masyarakat adat Batang Barat di Palopo dan di banyak tempat lainnya. 

Menurut data konflik angka keterlibatan masyarakat adat dalam konflik sumber daya alam dan agraria cukup tinggi 91.968 orang dari 315 komunitas adat telah menjadi korban dalam konflik sumber daya alam dan agrarian. Konflik sumber daya alam yang terjadi menyebabkan pelanggaran berat terhadap hak konstitusional berdasarkan undang-undang dasar 1945 dan hak asasi masyarakat adalah cukup banyak pelanggaran HAM di wilayah-wilayah masyarakat adat karena klaim kehutanan secara sepihak tersebut.

Ketika sudah banyaknya konflik dan hilangnya hak-hak masyarakat adat terhadap hutan adatnya membuat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegrian di Riau dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu di Banten mengajukan permohonan Uji Materi (Yudicial Review) terhadap sejumlah kalusul dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

1.Hutan adat yang diatur dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, itu diyakini melanggar konstitusi; 

2.Melihat realita lapangan karena tidak adanya kejelasan hak masyarakat adat atas hutan yang ada di wilayah adatnya yang melahirkan konflik di mana-mana, dan sudah berlangsung hampir 40 tahun lebih, sejak orde baru dan itu hanya bisa diobati dengan kita kembali ke konstitusi.

Fokus kepada batas antara hutan adat dengan hutan negara itu seperti apa itu tidak dilakukan, Implikasi dari itulah sebetulnya timbul ketidakadilan karena hutan adat seolah-olah dipersaingkan secara bebas dengan para pemegang izin.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berencana memimpin Masyarakat Adat di seluruh Indonesia untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam menentukan kembali batas-batas kawasan Hutan Adat dengan Hutan Negara mencabut atau merundingkan ulang izin-izin Perusahaan yang menggunakan Hutan Adat hal ini adalah upaya menindaklanjuti keputusan mahkamah konstitusi atau Mahkamah Konsitusi yang menyatakan Hutan Adat bukan dari Hutan Negara baik yang berstatus Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Lindung, Taman Wisata Alam ataupun Hutan Produksi. Selain itu Mahkamah Konsitusi (MK) juga mempertegas hak masyarakat adat atas wilayah mereka dan memberi landasan hukum dalam mempertahankan dan mengambil kembali hak memelihara memegang dan memiliki di wilayah adatnya.

Masyarakat Adat merasa di manusiakan , jadi selama ini mereka merasa tidak dimanusiakan karena selama ini sedemikian banyaknya kebijakan yang diskriminatif kepada masyarakat adat , contohnya soal hutan adat yang di kelola oleh penguasa dan pengusaha menurut undang-undang ya dinyatakan sebagai Hutan Negara dan kemudian oleh Negara dalam hal ini Pemerintah diberikan izinnya ke berbagai pihak dan masyarakat adat itu menjadi orang asing di tanahnya sendiri ke berbagai pihak, seperti dijadikan HPH (Hak Penguasaan Hutan) yang dikelola oleh pihak swasta atau pengusaha, ada yang dijadikan HGU (Hak Guna Usaha) yang dilepas kawasannya, dan ada dijadikan HTI (Hutan Tanaman Industri) dan kalau sudah mulai ditemukan kekayaan lain seperti tambang diberikan menjadi kuasa pertambangan artinya itu banyak terjadi perubahannya itu yang terjadi. Dan itu menyebabkan masyarakat adat itu merasa tidak dimanusiakan di negara yang dia bangun sendiri.

Jadi keputusan MK ini indikasinya adalah sebenarnya yang paling penting adalah rasa kembali menjadi bagian dari bangsa Indonesia, yang mendasar sekarang setelah putusan Mahkamah Konsitusi itu diputuskan keluar apakah masih terjadi dan apakah bisa otomatis kemudian mengusir para Penguasa dan Pengusaha untuk mengeluarkan izin-izin itu , karena keputusan Mahkamah Konsitusi ini memang harus ditindaklanjuti oleh keputusan Politik Presiden sebagai kepala Negara jadi putusan Mahkamah Konsitusi ini kan mengatakan bahwa Mahkamah Konsitusi yang memutuskan bahwa Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun