Mohon tunggu...
Muhamad Ilham
Muhamad Ilham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Konten favorit saya adalah konten edukasi dan berita berita seputar politik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketidakpastian Hukum di Indonesia dalam Penerapan Sanksi Antara Rakyat Jelata dan Penguasa

23 November 2024   00:42 Diperbarui: 23 November 2024   15:11 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah perkembangan demokrasi dan modernisasi, Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan dalam menjaga keadilan sosial. Ketidakpastian hukum yang persisten telah menjadi sorotan global, menimbulkan rasa frustrasi di kalangan masyarakat. 

Meskipun telah ada berbagai upaya reformasi, realita di lapangan menunjukkan bahwa hukum sering digunakan secara tidak adil, cenderung menguntungkan elit daripada rakyat jelata.

Rakyat jelata, yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang, sering kali menerima hukuman tanpa adanya perlindungan yang memadai. Sementara itu, mereka yang berada di lingkaran kekuasaan sering lolos dari jeratan hukum meskipun melakukan pelanggaran besar. Fenomena ini tidak hanya merugikan rasa keadilan masyarakat tetapi juga mengancam integritas sistem hukum kita sendiri.

Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dalam sebuah wawancara pada Januari 2023, menyampaikan visi yang jelas tentang masalah ini: "Ketidakpastian hukum menjadi penyebab utama kemunduran Indonesia sebagai negara hukum. Tanpa reformasi nyata, kita akan terus menghadapi ketimpangan ini." Pernyataan ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk memahami dilema ini secara mendalam dalam konteks penerapan sanksi hukum bagi rakyat jelata dan elit.

Ketidakpastian Hukum sebagai Masalah Sistemik  

Ketidakpastian hukum di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari masalah-masalah sistemik yang sudah mengakar dalam lembaga penegak hukum. Laporan Amnesty International (2023) menyebutkan bahwa "Banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia, terutama yang melibatkan individu berkuasa, tidak ditindaklanjuti secara adil.” Korupsi telah menjadi virus yang merusak inti sistem yudikatif kita. P roses hukum sering kali dipengaruhi oleh kekuatan uang dan kekuasaan, sehingga putusan pengadilan tidak lagi mencerminkan prinsip keadilan. 

Misalnya, kasus korupsi besar sering berakhir dengan hukuman ringan sementara pelanggaran kecil oleh masyarakat biasa dapat menghasilkan hukuman berat tanpa perlindungan yang memadai. Menurut Transparency International (2023), Indonesia berada pada peringkat ke-96 dalam Indeks Persepsi Korupsi—suatu angka yang mengecam lemahnya akuntabilitas dalam lembaga negara. 

Penelitian oleh Sultan Herlambang Yoga (2023) menunjukkan bahwa pelayanan publik yang buruk dan penyimpangan dalam penegakan hukum semakin memperburuk situasi ini. Meskipun sudah banyak penelitian tentang ketidakpastian hukum dan diskriminasi dalam penegakan hukum di Indonesia, masih ada kekurangan pemahaman tentang bagaimana perlakuan yang berbeda antara rakyat biasa dan penguasa dalam penerapan sanksi mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami alasan di balik ketidakadilan ini dan mencari cara agar sistem hukum bisa lebih adil bagi semua orang. Dengan begitu, kita bisa membantu memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan memastikan semua warga negara diperlakukan sama di hadapan hukum.

Diskriminasi dalam Penegakan Hukum  

Diskriminasi dalam penegakan hukum di Indonesia menjadi bukti nyata ketidakadilan yang masih merajalela. Dalam laporan Bureaucracy Journal (2024), disebutkan bahwa "Individu dari kalangan elite memiliki peluang lebih besar untuk menghindari hukuman dibandingkan masyarakat kelas bawah.” Contoh konkret seperti skandal Jiwasraya menunjukkan fenomena ini. Meski melibatkan kerugian triliunan rupiah, para pelaku hanya menerima hukuman ringan. Sementara itu, pedagang kecil yang melakukan kesalahan ringan langsung dipenjara.

Fenomena ini menciptakan persepsi di masyarakat bahwa hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas—aforisme yang ironis namun benar. Ucapan seorang aktivis hukum dalam diskusi Komnas HAM pada 2023 menggambarkannya dengan tepat: "Hukum seolah menjadi instrumen kekuasaan, bukan lagi alat untuk melindungi rakyat.” Situasi ini tidak hanya menciptakan kesenjangan sosial tetapi juga mengancam stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap negara.

Akses terhadap Keadilan yang Tidak Merata   

Akses terhadap keadilan masih menjadi tantangan besar, terutama bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu. Proses hukum yang panjang, rumit, dan mahal sering kali menjadi penghalang utama. Selain itu, rendahnya pemahaman masyarakat tentang hak-hak hukum membuat banyak individu enggan melibatkan diri dalam sistem hukum. 

Dalam laporannya pada 2023, PSHK menyebutkan bahwa "kurangnya informasi mengenai prosedur hukum membuat masyarakat kecil enggan melibatkan diri dalam sistem hukum.” Ini menunjukkan bahwa akses keadilan bukan hanya masalah ekonomi tetapi juga literasi hukum. Penelitian oleh Rendra Yoki Pardede et al. (2024) juga menyoroti pentingnya pemahaman tentang sanksi pidana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Langkah Menuju Reformasi Hukum    

Mengatasi dilema keadilan ini memerlukan reformasi hukum yang menyeluruh. Transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga penegak hukum adalah kunci utama. Mahfud MD menekankan pentingnya reformasi inklusif untuk memberdayakan rakyat guna memperkuat ketahanan demokrasi menuju Indonesia Emas 2045. Dalam konteks pembentukan Tim Percepatan Reformasi Hukum pada Mei 2023, Mahfud menjelaskan bahwa tim tersebut akan fokus pada penyelesaian jangka panjang terhadap berbagai persoalan hukum di Indonesia. Perubahan ini harus didukung oleh komitmen politik kuat dari legislatif dan eksekutif untuk memastikan implementasi reformasi berjalan dengan efektif. Penelitian oleh Kasno et al. (2024) juga menunjukkan bahwa pengaturan sanksi administrasi dan pidana perlu diselaraskan untuk menciptakan kepastian hukum. 

Dr. Siti Aisyah, seorang pakar hukum dari Universitas Indonesia: "Reformasi harus dimulai dari akar permasalahan; yaitu penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu. Hukum harus kembali kepada fungsi utamanya sebagai pelindung rakyat." Ketidakpastian hukum dan penerapan sanksi yang diskriminatif di Indonesia adalah tantangan besar yang harus segera diatasi. Reformasi sistemik dalam penegakan hukum, peningkatan akses terhadap keadilan, dan edukasi masyarakat tentang hak-hak mereka merupakan langkah penting menuju sistem hukum yang lebih adil dan inklusif.

Seperti yang pernah dikatakan oleh ahli hukum terkemuka dalam diskusi Jakarta Post, "Keadilan tidak akan tercapai jika hukum terus berada dalam bayang-bayang kekuasaan." Dengan reformasi yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperbaiki sistem hukumnya dan memulihkan kepercayaan masyarakat.

Referensi

Sudirta, I. Wayan. (2023). "Hukum di Indonesia Memerlukan Reformasi Secara Signifikan." Parlementaria. [emedia.dpr.go.id]

Mahfud MD. (2024). "Reformasi Hukum Inklusif Perkuat Demokrasi Menuju Indonesia Emas." ANTARA News. [antaranews.com]

BPHN. (2024). "Persiapkan Instrumen Indeks Reformasi Hukum Tahun 2024." Badan Pembinaan Hukum Nasional [bphn.go.id]

Jurnalistiqomah. (2023). "Laporan tentang Akses Keadilan." [jurnalistiqomah.org]

Rendra Yoki Pardede et al. (2024). "Rapor Merah Reformasi Hukum Peradilan Pidana Jokowi: PR untuk Prabowo." [ijrs.or.id]

KemenPPPA. (2024). "Pelaksanaan Penilaian Indeks Reformasi Hukum Kemen PPPA Tahun 2024." [jdih.kemenpppa.go.id]

Hukumonline. (2023). "Mengenali Beragam Jenis Pidana Tambahan dalam KUHP Baru." [hukumonline.com]

Bappenas. (2023). "Evaluasi Penilaian Indeks Reformasi Hukum Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2023."  [jdih.bappenas.go.id]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun