Mohon tunggu...
muhamad ikram pelesa
muhamad ikram pelesa Mohon Tunggu... Ilustrator - Sang Gladiator

Sedetik Melewatkan Kedzoliman, Kita Turut Melahirkan Para Penindas Baru

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Fakta Desa Fiktif dan Spekulasi Sri Muliani

14 November 2019   00:01 Diperbarui: 14 November 2019   11:20 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Informasi terbaru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membantah pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut desa fiktif yang diduga menerima dana desa sudah hilang. Bahkan, hasil proses investigasi yang dilakukan komisi antirasuah, dari 34 desa, ditemukan tiga desa terbukti fiktif. 

Kata Fiktif di sini bermakna jumlah penduduk tidak sesuai dengan aturan desa yang ditentukan di dalam Undang-Undang Desa. Seperti misalnya, di dalam UU Desa pasal 8 ayat 3 menyebutkan "pembentukan baru di wilayah Sulawesi Tenggara harus memiliki minimal 400 KK atau 2.000 jiwa”. 

Dari hasil investigasi, area yang diketahui terdapat desa fiktif memang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara.

mengutip pernyataan Juru bicara komisi antirasuah pada media online www.idntimes.com, Febri Diansyah meminta agar data apapun yang mereka temukan tidak lantas dipertentangkan.  

Menurut febri perlu pisahkan hasil investigasi dengan pemeriksaan dan jika ada temuan lain dalam proses investigasi atau audit misalnya ada desa-desa lain, sebaiknya tidak dipertentangkan. Lalu, setelah ditemukan ada tiga desa yang terbukti fiktif, apakah KPK akan turun tangan secara langsung menindak dan memproses secara hukum?

Nampak Dilema Febri hanya mampu mengatakan bahwa pihaknya tak bisa menindak apabila ditemukan adanya penyelewenangan dana tersebut karena kasus dana desa fiktif dipegang oleh kepolisian.  

Sebab, fungsi mereka hanya koordinasi dan supervisi kasus itu. Perkara apakah temuan yang semula tiga desa lalu berkembang lagi, Febri menggarisbawahi hal itu tergantung bukti yang dimiliki oleh kejaksaan dan kepolisian. Pertanyaanya, Dengan indikasi kerugiaan negara miliaran rupiah, Apakah KPK tidak bisa langsung melakukan supervisi kasus secara total ?

KPK hanya mampu mendorong dilakukannya audit menyeluruh untuk mengecek apakah terdapat desa lainnya yang fiktif dari kasus ini, ia justru mengajak kepada para pemangku kepentingan untuk melakukan audit investigasi dan mengecek apakah hanya tiga desa saja yang terindikasi fiktif. Atau ternyata ada desa lainnya yang hantu tetapi ikut menerima dana desa tersebut. 

Namun uniknya beberapa pihak kini berbalik membantah adanya dugaan penyelewengan dana desa ke desa fiktif. Kementerian Desa dan Pemukiman Tertinggal membantah ada yang disebut desa fiktif. 

Menkeu Sri Mulyani pun akhirnya mengoreksi pernyataannya sendiri dengan menyebut tidak ada lagi desa yang fiktif. Sementara, Polda Sulawesi Tenggara, daerah yang diduga terdapat desa fiktif membantah KPK ikut membantu mereka. 

Padahal diketahui bahwa Polda Sultra meminta bantuan KPK RI untuk membantu proses penanganan kasus Desa Fiktif karena dianggap rumit dan keterbatasan sumber daya untuk pengungkapan. Lantas, mengapa KPK tetap berkukuh untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun