Baru saja semalam pengulasan hasil investagasi jurnalis salah satu media televisi nasional dalam program FAKTA selesai, tiba-tiba publik kembali dibingungkan dengan penyataan Menteri Keuangan Sri Muliani yang membantah akan adanya desa fiktif dikonawe depan awak media di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian pada hari senin (11/11/2019).
Sungguh pernyataan punggawa keuangan bumi pertiwi ini ibarat menjilat ludah sendiri. Seakan-akan ini adalah lelucon dalam stand up comedy yang mesti diakhiri ditengah riuhnya tawa para audiens
Hal lain juga ditunjukan pada lambannya Progres penangan kasus dugaan desa fiktif yang tengah bergulir dimeja polda sultra, stagnan dan hampir tak ada perkembangan. ini seakan mengisaratkan bahwa tiada kesungguhan dari pihak aparat penegak hukum dalam mengungkap skandal desa fiktif yang telah menyedot anggaran milyar rupiah tersebut.Â
Sebelumnya Polda Sultra telah meminta kepada BPKP Povinsi Sulawesi tenggara untuk melakukan audit besaran kerugian negara yang diakibatkan atas desa fiktif tersebut, namun sampai saat ini yang kita lihat adalah lambannya proses audit jumlah kerugian negara yang ditangani oleh Badan Pemeriksa Keuangan  Provinsi (BPKP) Sulawesi tenggara,
Seolah kasus ini begitu rumit ketimbang pengenugerahan penghargaan Opini  Wajar Tampa Pengecualian (WTP) secara beruntun diberikan Badan Pemeriksa Keuangan kepada Pemerintah Kabupaten Konawe yang tengah mengalami Defisit Keuangan Daearah Ratusan Milyar rupiah, Terbelit Utang Ratusan Miliar rupiah akibat pembangunan Rumah Sakit, maraknya kasus korupsi yang menjerat para pejabat utama (Kasus Korupsi Dana Pemeliharaan Sekolah Lingkung Dinas Pendidikan Tahun 2016, Dana Penyertaan Modal Perusda Konawe Jaya Tahun 2016, Kasus Danah Hibah Tahun 2016, Kasus Tunjangan Profesi Guru Tahun 2015, Kasus Dana Blockgrand Tahun 2016) dan Honor aparat desa yang tak kunjung dibayarkan hingga saat ini. Sungguh ini sangat menimbulkan banyak spekulasi ditengah masyarakat. Mampukah BPKP Sultra memberikan hasil audit yang kredibel ditengah mesrahnya ia dengan penguasa dijazirah bumi konawe ?
Dipilihnya Brand Isu "Desa Fiktif" ditengah Arus Kuat Polemik RUU Kontroversi dan Desakan PERPU KPK.
Persoalan Desa Fiktif dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa yang dinilai Bodong itu sebenarnya telah lama bergulir, mungkin sekitar 1 (satu) tahun lalu. Baik melalui investigasi, demonstrasi sampai pada pelaporan yang dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Indonesia Konawe (IMIK) Jakarta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dibulan mei lalu, ditempat yang sama desakan dan permemintaan ditujukan kepada lembaga Anti Rasuah tersebut untuk mengambil alih penanganan sejumlah kasus korupsi termasuk Desa Fiktif Konawe yang ditangani oleh Polda sultra. Namun ternyata KPK RI hanya sebatas membantu proses pengusutan kasus yang diduga mengakibatkan kerugian negara sampai dengan puluhan miliyar rupiah, tanpa melakukan supervisi secara totalitas.
Disadari ataupun tidak, mencuatnya kasus desa fiktif ini boleh jadi ditengah kuatnya arus protes Rancangan Undang-Undang yang dinilai kontroversi, gejolak yang ditimbulkan tidak hanya mampu menggerakkan sebagian pihak namun hampir seluruh elemen masyarakat mulai dari Mahasiswa, Buruh, Petani sampai dengan Anak STM, ditambah peristiwa tersebut diwarnai dengan insiden penembakan 2 orang mahasiswa asal kota kendari yakni Randi dan M. Yusuf Kardawi tentunya peristiwa tersebut sampai saat ini masih mneyisahkan luka mahasiswa se-nusantara terlebih kepada pihak keluarga korban yang masih merasa tidak puas atas pengusutan kasus kematian keluarga mereka, dan ini jika dibiarkan dapat menyulut api gerakan mahasiswa untuk kembali menyerukan perlawanan mereka .Â
Disisi lain kembali munguatnya arus desakan kepada presiden joko widodo untuk segera mengeluarkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (PERPU) KPK RI, tentunya arus desakan tersebut tidak boleh dipandang sebelah mata. Sebab buzzernya dimotori oleh pihak-pihak yang piawai dalam memainkan conflict of interest. Selain itu juga beredarnya rumor belum tuntasnya bagi-bagi kue (jabatan dalam kabinet pemerintahan) Presiden Joko Widodo kepada sejumlah pihak yang menuntut peran dalam pemerintahanya.Â
Untuk itu pemerintah mesti mencari cara untuk mengalihkan issue agar konsentrasi mayoritas publik teralihkan, tentunya issue yang dipilih mesti mampu membuat animo masyarakat tergerak untuk mencari tahu, menjadikan topik bahasan utama disetiap ruang obrolan.Â