Mohon tunggu...
Muhamad Nur Fadilah
Muhamad Nur Fadilah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hallo semua!! saya seorang mahasiswa yang sedang mengusahakan mengubah masa depan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengungkap Pandangan Tokoh Pers Terhadap Etika Media Baru: Perspektif dan Tantangan Terkini

30 Juni 2023   20:53 Diperbarui: 30 Juni 2023   20:58 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta bisnis media memberikan dampak bagi masyarakat, baik menguntungkan maupun merugikan. Tanda-tanda positif termasuk kemudahan yang lebih besar dan akses yang lebih sederhana ke pengetahuan tentang perkembangan perdagangan digital, dan semakin pentingnya demokratisasi. Sebaliknya, efek negatif dari hal ini antara lain kesenjangan digital, berkembangnya berbagai jenis kejahatan dunia maya, kesederhanaan di mana kebohongan dan materi pornografi dapat diproduksi dan disebarluaskan, meningkatnya insiden plagiarisme dan pembajakan, sumber daya benturan nilai dan budaya, dan lainnya.

Ada banyak contoh etiket di media digital di Indonesia, di antaranya menyebut tokoh-tokoh terkenal dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari artis hingga politikus hingga petani hingga presiden. Ada yang asli tapi diolah, ada yang asli, dan ada pula yang palsu dalam penyebaran teks, foto, dan video rekaman yang disediakan oleh tokoh yang membangkitkan persoalan etika tersebut di atas. Sesuai dengan jumlah pembahasan Dewan Pers, jumlah pelanggaran kesopanan yang dilakukan oleh militer Indonesia atau kelompok media sangatlah signifikan. Jumlah orang yang hadir di Dewan Pers pada tahun 2017 melebihi 604 kasus, naik dari tahun 2016 yang berjumlah 500 kasus.

Dewan Pers Menilai Kebebasan Pers dan Perkembangan Media Dewasa ini Menimbulkan Etis Dilihat. Setiap orang dapat memulai usaha jurnalisme dengan meneliti, mengumpulkan, menyusun, dan mendistribusikan pengetahuan di berbagai media yang disebabkan oleh perkembangan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Setiap individu dapat berkembang menjadi reporter investigasi dengan berpartisipasi aktif dalam prosedur pengumpulan data yang berbeda melalui penggunaan bermacam-macam surat kabar yang berbeda termasuk situs jejaring sosial.

Reynolds (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan Internet, kemampuan mendapatkan dan menyimpan data pribadi dalam jumlah besar, dan sistem informasi yang lebih andal dalam semua aspek kehidupan telah meningkatkan risiko penggunaan teknologi informasi karena tidak etis. Pentingnya etika dan nilai-nilai kemanusiaan kurang mendapat perhatian - dengan berbagai akibatnya - di tengah berbagai kemajuan teknologi informasi beberapa tahun terakhir. Rata-rata, populasi umum gagal untuk mengakui betapa pentingnya etika saat menggunakan teknologi untuk keuntungan mereka sendiri. Secara umum, mereka cenderung berfokus pada wacana teknis yang lebih besar. Pengambilan keputusan penting dalam konteks teknologi sering dikomunikasikan kepada pimpinan teknis melalui etiket oleh setiap departemen perusahaan. 

Penelitian ini akan melihat persoalan etika dalam media baru yang merupakan fenomena yang masih terus berkembang. Adapun permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana pandangan tokoh pers Indonesia terhadap etika media baru?

PEMBAHASAN

Peraturan dan Etika pers di Indonesia

Undang-undang yang mengatur seksualitas di Indonesia tidak dapat diubah mengingat perkembangan politik dan sosial saat ini atau gejolak masyarakat yang sedang berlangsung pada satu waktu. Kejadian tersebut dapat dikaitkan secara historis dengan periode waktu sejarah antara filosof kuno Jepang dan kolonialisme Belanda. Pers dikelola oleh pemerintahan pemerintah kolonial pada masa British India melalui berbagai undang-undang (Surjomihardjo, 2004).

Di Indonesia, pakaian adat sudah ada sejak zaman kolonial Belgia. Pada akhir Desember 1933, beberapa ratus warga negara Indonesia berkumpul di Surakarta untuk mendirikan Persatoean Djoernalis Indonesia (Perdi) sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalis. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mendirikan Pers Budaya pascakolonial di Indonesia sebagai organisasi wartawan terbatas. sampai dengan awal tahun 1990. Kode Etik Jurnalistik PWI telah dikodifikasikan. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), sebuah organisasi wartawan yang berdiri pada tahun 1994, merupakan penentangan terhadap otoritarianisme Orde Baru terkait dengan kebebasan berbicara dan berseikat serta terhadap perbudakan upah wartawan. Sebagai wartawan asosiasi, AJI juga memiliki kode etik tersendiri. Setelah Presiden Suharto lengser dan Indonesia memulai masa reformasi, organisasi wartawan tambahan mengorganisir anggotanya sendiri, beberapa di antaranya juga bekerja sama merumuskan standar prinsip secara bersama-sama.

Dalam industri jurnalistik Indonesia, Peraturan dan Etika Pers menjadi faktor penting. Peraturan yang berlaku saat ini dicatat oleh Dewan Pers sebagai media utama di Indonesia. Selain itu, Etika Pers merupakan salah satu komponen protokoler yang harus dipatuhi oleh wartawan agar dapat dipercaya dan konsisten dalam posisinya sebagai redaktur. Tujuan undang-undang ini dan etiketnya adalah untuk menjaga agar para profesional tidak menyimpang cukup jauh melampaui standar etika dan jurnalisme kritis yang ketat. Dewan Pers mengubah Undang-undang Pers di Indonesia dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam teks tersebut dijelaskan bahwa setiap media massa yang ada di Indonesia, baik itu penyiaran, televisi, atau keduanya, harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Dewan Pers sebelum beroperasi. Hal ini dilakukan untuk menjamin media dapat dikendalikan dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku (Dewan Pers, 2016).

Etika Pers di Indonesia dikodifikasikan dalam Peraturan Etik Jurnalistik fakta yang dibuat oleh Dewan Pers. Kode Etik Jurnalistik prihatin dengan pedoman-pedoman yang harus diketahui wartawan saat memulai pekerjaannya. Menjaga kebenaran, akurasi dan independensi serta menjaga martabat dan privasi sumber berita adalah beberapa hal yang menonjol dalam kode etik khusus ini. Selain itu, aturan hukum dan etika juga menyebutkan berita bohong dan dokumen palsu. Hoax report atau berita hoax adalah informasi yang jelas-jelas palsu dan tidak sesuai dengan detail yang jelas. Berlawanan dengan kepercayaan populer, kebencian dan kebencian adalah jenis kata yang dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta menimbulkan permusuhan. Karena itu, fotografer harus mengonfirmasi keaslian dan pengetahuan yang relevan sebelum menerbitkan cerita. Mereka juga harus menahan diri untuk tidak mengungkapkan pengetahuan hak milik dan menyebutkan suku atau informasi pihak ketiga tambahan (Direktorat Perundang-undangan, 1999)

Ada beberapa media yang menganalisis undang-undang dan etiket pemerintahan baru yang telah diterapkan. Situasi ini bisa memperkuat kepercayaan publik terhadap jurnalisme dan media massa. Oleh karena itu, Dewan Pers yang berfungsi sebagai lembaga yang mengatur media cetak dan online harus mampu melakukan kampanye sosialisasi dan memberikan dukungan kepada organisasi media arus utama yang tidak menghormati hukum dan standar etika. (Pranoto, D, 2019).

Pandangan Tokoh Pers tentang Etika Media Baru

Setiap internet, media online, atau media sosial adalah ancaman baru bagi organisasi yang melayani wartawan serta pemerintah Pers. Menurut Ilham, media saat ini semakin kompleks karena muncul bersamaan dengan era reformasi yang mengantarkan pada keluasan kebebasan berbicara. Selain itu, mereka juga ditemani generasi milenial sebelumnya yang kurang memahami fase-fase perayaan Kemerdekaan yang berbeda. Generasi milenial yang ingin hidup tanpa batasan percaya bahwa inilah saatnya mereka harus fokus menjadi individu tanpa memandang pendidikan formal atau tradisi bangsa dan sejarah. Bagaimanapun, apa yang ada saat ini adalah sesuatu tradisi yang telah bertahan selama beberapa generasi.

Media Siberia yang saat ini hidup dan sehat cukup bisa diandalkan karena dukungan Gubernur Dewan Pers terhadap redaktur media baru. Namun, acara tersebut kurang terorganisir karena banyaknya media berita, sementara yang hadir diduga hanya pengulangan dari individu-individu yang sebelumnya hadir. Ia memuji Dewan Pers karena sebelumnya telah menciptakan hal yang diinginkannya. (Ilham Bintang, 2017)

KESIMPULAN

Secara serius, Peraturan dan Etika Pers di Indonesia sangat penting untuk mempromosikan integritas dalam jurnalisme dan kredibilitas. Wartawan harus merenungkan aturan yang jelas tentang etika jurnalistik sebelum memulai tugasnya dengan profesionalisme dan objektivitas. Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pers bersama organisasi profesi tambahan menjadi sarana untuk meminimalisir pelanggaran kesopanan dan kemungkinan terjadinya konfrontasi.

Terlepas dari semua itu, masih ada beberapa masalah dengan Peraturan dan Persiaisme. Beberapa jurnalis dan media masih terlibat dalam praktik sensasionalisme dan korupsi dalam menghadapi tekanan ekonomi. Selain itu, minimnya regulasi dan proses penegakan hukum yang panjang menjadi kendala utama kualitas jurnalisme Indonesia. Oleh karena itu, setiap orang, termasuk media, lembaga pengawas, dan masyarakat lainnya perlu menjalankan kewargaan aktif untuk terus mendorong kepatuhan terhadap hukum dan menegakkan standar etika jurnalisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun