Mohon tunggu...
Muhamad Faathir Amri
Muhamad Faathir Amri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat dengan peminatan K3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Modern Slavery, Ancaman Global Masa Kini Bagi Hak Asasi Manusia

29 Juni 2024   17:49 Diperbarui: 30 Juni 2024   14:16 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Australian Government. (2018)

Penulis:

Muhamad Faathir Amri

Yasmin Jamil Raihanah

Kania Noor Aziza

Zahra Manisha Choirala

Nicolaus Bevan Pramudito

Navisyah Dwi Qurrotul ‘Aini

Radja Nikra Achmad

Pengarah Tugas: Afif Amir Amrullah, S.KP., M.KKK

1. Definisi dan Gambaran Umum

Modern Slavery atau perbudakan modern adalah masalah kritis yang menjangkiti masyarakat global saat ini. Modern Slavery dapat terwujud dalam berbagai bentuk perbudakan, seperti kerja paksa, perdagangan manusia, hingga ikatan hutang. Berdasarkan definisi dari Australian Human Rights Institute, Modern Slavery merupakan segala tindakan yang berhubungan dengan eksploitasi. Modern Slavery dapat terjadi dari kondisi kerja yang memburuk secara bertahap dan akhirnya mengarah pada eksploitasi atau perbudakan. Berikut spektrum kondisi kerja mulai dari kondisi yang layak/normal, memburuk atau di bawah standar hingga akhirnya dapat dikategorikan sebagai modern slavery.

Salah satu bentuk modern slavery yang paling umum terjadi adalah forced labor. Forced labor adalah bentuk perbudakan modern yang paling sering dikaitkan dengan eksploitasi di tempat kerja dan merupakan ciri khas dari banyak perusahaan-perusahaan yang memiliki rantai pasokan yang banyak atau singkatnya perusahan di taraf nasional hingga multinasional. Forced labor mengacu pada pekerjaan yang harus dilakukan orang di luar kehendak mereka di bawah ancaman hukuman. Apabila dilihat dari spektrum modern slavery di atas, forced labor dapat berawal dari pekerjaan yang dilakukan di luar jam kerja tanpa kehendak dari pekerja.

2. Faktor Penyebab 

Menurut Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik, modern slavery dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Keterpaksaan

Faktor utama yang mendorong individu terjebak dalam jerat perbudakan modern adalah kemiskinan ekstrem. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pangan, tempat tinggal, dan pendidikan memaksa mereka mencari pekerjaan apa pun, meskipun dengan kondisi yang buruk dan eksploitatif. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang hak-hak mereka dan tentang bahaya modern slavery juga membuat orang-orang rentan terhadap eksploitasi.

b. Hutang Berantai

Faktor lain yang dapat membuat seseorang terjebak dalam modern slavery adalah hutang. Para korban sering kali diiming-imingi dengan upah yang tinggi, tetapi kemudian dipaksa bekerja untuk melunasi hutang mereka dengan gaji yang rendah dan jam kerja yang panjang. Praktik utang berantai menjerumuskan individu ke dalam lingkaran eksploitasi. Mereka terikat hutang yang terus bertambah dengan bunga tinggi, memaksa mereka bekerja keras dalam kondisi tidak manusiawi untuk melunasi hutang.

c. Lemahnya Penegakan Hukum

Banyak orang, termasuk aparat penegak hukum, tidak menyadari tentang modern slavery dan bagaimana cara mengidentifikasinya. Kurangnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perbudakan modern menciptakan iklim impunitas. Para pelaku tidak merasa takut untuk mengeksploitasi pekerja karena mereka yakin tidak akan mendapatkan konsekuensi hukum yang setimpal. Ditambah dengan adanya kasus korupsi di kalangan aparat penegak hukum juga dapat membuat mereka enggan untuk menindaklanjuti kasus modern slavery.

d. Permintaan Tenaga Kerja Murah

Perusahaan mencari tenaga kerja murah dengan tujuan mengurangi biaya produksi dan meningkatkan keuntungan, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya eksploitasi pada pekerja. Persaingan global mendorong produsen untuk meningkatkan keuntungan, tetapi mempertahankan biaya produksi yang rendah, sehingga terdapat peningkatan permintaan akan tenaga kerja murah CoCkayne dalam Bofa (2021). Di sisi lain, orang-orang yang hidup dalam kemiskinan sering kali tidak memiliki pilihan selain menerima pekerjaan dengan upah rendah dan kondisi kerja yang buruk demi bertahan hidup.

e. Diskriminasi

Kelompok yang terpinggirkan, seperti minoritas etnis, ras, agama, atau gender, seringkali memiliki akses terbatas ke pendidikan, kesempatan kerja yang layak, dan perlindungan hukum. Kelompok ini seringkali dianggap tidak berdaya dan tidak bisa melakukan perlawanan. Hal tersebut membuat mereka rentan mengalami eksploitasi. Kurangnya perlindungan hukum dan stigma sosial menyebabkan mereka semakin terpinggirkan memudahkan terjadinya eksploitasi. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang hak-hak mereka mendorong situasi ini semakin bertambah buruk sehingga dapat membuat mereka mudah menjadi korban perbudakan modern tanpa mengetahui cara mendapatkan perlindungan.

 f. Konflik dan Perang

Konflik dan perang dapat menghancurkan infrastruktur dan ekonomi, serta terciptanya ketidakstabilan hukum dan keamanan. Hal ini membuat orang-orang yang terlantar rentan terhadap eksploitasi. Kelompok bersenjata dapat merekrut tenaga kerja paksa dan perdagangan manusia meningkat di tengah kekacauan yang terjadi. Kurangnya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia memungkinkan pelaku kejahatan mengeksploitasi orang-orang tanpa takut akan adanya hukuman.

3. Tren 

Perkiraan prevalensi perbudakan modern menurut negara

Walkfree. (2024).
Walkfree. (2024).

Pada tahun 2021, diperkirakan ada sekitar 50 juta orang yang hidup dalam perbudakan modern. Jumlah ini meningkat 10 juta orang dibandingkan dengan tahun 2016. Dari jumlah tersebut, 28 juta orang terlibat dalam kerja paksa, sementara 22 juta orang terjebak dalam pernikahan paksa. Negara-negara dengan prevalensi perbudakan modern tertinggi termasuk India dengan 11 juta orang, China dengan 5,8 juta orang, dan Pakistan dengan 2,3 juta orang.

Beberapa negara dengan prevalensi perbudakan modern per 1.000 penduduk tertinggi adalah Korea Utara (104,6), Eritrea (90,3), dan Mauritania (32,0). Di sisi lain, negara-negara seperti Inggris, Australia, dan Belanda menunjukkan tanggapan pemerintah yang kuat terhadap perbudakan modern, dengan skor respons yang tinggi (Walk Free) (International Labour Organization)(data-maps).

Perbudakan modern dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti kerja paksa, pernikahan paksa, eksploitasi seksual komersial, dan perdagangan manusia. Faktor-faktor yang mendorong perbudakan modern termasuk ketidaksetaraan gender, kemiskinan, kurangnya pendidikan, konflik, dan perubahan iklim yang memaksa migrasi dan meningkatkan kerentanan (Walk Free) (International Labour Organization).

4. Contoh Kasus 

Link kasus:

Kesaksian Pilu Korban Kerja Paksa Bisnis Haram: Dipukul hingga Disetrum (I)

Who: Hardiwal Manik berusia 36 tahun asal Kepulauan Riau yang menjadi pekerja migran pada bisnis haram di Kamboja.

When: Februari tahun 2021

Where: Hardiwal Manik dan 18 temannya berangkat dengan hanya membawa badan tanpa modal apapun dari Kepulauan Riau menuju Kamboja menggunakan pesawat dengan bantuan perekrut yaitu Julie Evelyn. Tinggal di Sun Residence di tengah kota Phnom Penh di sebuah apartemen 21 tingkat.

What: Pada tahun 2021 Hardi dan teman-temannya diberikan tawaran pekerjaan sebagai Customer Service (CS) di perusahaan yang berbasis di Kamboja. Hardi dan kawan-kawannya diiming-imingi pekerjaan tersebut dengan gaji pokok $800 dan bekerja selama 12 Jam per hari dengan libur setiap akhir pekan. Dikarenakan pekerjaan saat itu sebagai nelayan dan buruh tani kurang menghasilkan, maka Hardi dkk tergiur dengan tawaran yang didapatkannya. Setelah sukses melewati imigrasi tanpa halangan yang berarti Hardi dkk sampai di Kamboja dan langsung mendatangi tempat kerjanya. Namun setelah dua minggu bekerja di sana Hardi dkk seperti mendarat ke sebuah neraka.

Why: Di tempat kerja tersebut berupa seperti hall yang luas yang berisikan komputer-komputer yang diberikan batas seperti warnet. Hardi dkk diberikan device berupa komputer dan diberikan akses 10 akun dengan masing-masing akun berprofil wanita cantik yang sedang berpose di depan mobil mewah ataupun rumah mewah. Hal itu ditujukan untuk menarik perhatian calon korban investasi bodong cryptocurrency atau mata uang kripto. Hardi dkk akan memulai pesan dengan calon korban menggunakan akun berprofil perempuan muda kaya untuk menarik perhatian calon korban dan setelah korban tergiur untuk berinvestasi maka pada investasi pertama dan kedua korban akan diberikan bunga yang sangat besar namun saat korban menginvestasikan uangnya untuk yang ketiga kali akunnya akan diblokir dan korban tidak dapat menarik uangnya. Setelah sukses menipu beberapa korban, Hardi dkk diminta untuk mencari pasar yaitu daerah eropa. Setelah sukses menipu beberapa orang di eropa, Hardi dkk diminta menyangsa pasar Indonesia. Namun, Hardi menolak dan memberikan alasan kepada bosnya bahwa orang Indonesia susah untuk ditipu dan jika berhasil ditipu uang yang didapatkan tidak akan besar yaitu berkisar 2-3 jutaan. Dikarenakan mendapatkan penolakan dari Hardi maka bos tersebut mulai melakukan kekerasan fisik seperti slepet menggunakan gesper dan yang paling parah adalah disetrum. Lalu akhirnya Hardi meminta bantuan rekannya yang memiliki ponsel yang disembunyikan di bawah tempat tidur untuk menghubungi keluarganya yang ada di Amerika. Setelah itu, lembaga hak asasi International Justice Mission (IJM) turun tangan dan aparat setempat pun menggerebek tempat Hardi dkk bekerja. Namun, hanya pekerja Indonesia yang dibantu. Hardi dkk diberikan pilihan untuk menetap atau kembali ke negara asal. Hardi dan 9 temannya memilih untuk dideportasi ke Indonesia sedangkan 9 sisanya memilih menetap di Kamboja.

How: Hardi dan 18 temannya dibantu mendapatkan tiket pesawat, paspor, hingga visa dari perekrut (Tersangka Julie Evelyn) untuk berangkat ke Kamboja. Setelah Hardi dan 9 kawannya kembali ke Indonesia Julie Evelyn menjadi tersangka TPPO dalam Putusan No. 623/Pid.Sus/2022/PN Btm. yang mendapatkan hukuman penjara 4 tahun dan denda (uang restitusi) kepada 10 korbannya sebesar 200 juta. Namun, dikarenakan tersangka tidak mampu membayar uang restitusi, tersangka memilih mendapat waktu kurungan tambahan selama 2 bulan.

5. Regulasi 

Regulasi mengenai perbudakan modern (modern slavery) sudah diatur secara internasional dan nasional, yaitu konvensi International Labor Organization (ILO) dan Undang-Undang yang ada di Indonesia. ILO memiliki beberapa konvensi mengenai kerja paksa dan perbudakan modern:

a. Konvensi Pekerja Rumah Tangga No. 189 Tahun 2011

Konvensi ini bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja rumah tangga dengan cara mengupayakan kondisi kerja yang adil, perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan, kemudian hak-hak dasar pekerja seperti upah, jam kerja, dan waktu istirahat.

b. Protokol 2014 Terkait Kerja Paksa P029 Tahun 1930

Konvensi ini membahas tentang pencegahan kerja paksa, perlindungan dan pemulihan korban, serta kerja sama dalam penanganan kerja paksa.

c. Konvensi Terkait Kerja Paksa Tahun No. 29 Tahun 1930

Konvensi ini berisikan tentang definisi kerja paksa dan praktik tersebut harus dihukum sebagai tindak kejahatan dan penghapusan kerja paksa di negara anggota. Konvensi ini merupakan standar ILO yang paling banyak diratifikasi.

d. Konvensi Terkait Penghapusan Kerja Paksa No. 105 Tahun 1957

Konvensi ini membahas terkait bentuk-bentuk kerja paksa yang diberlakukan oleh negara-negara. ILO melarang penggunaan kerja paksa sebagai hukuman politik atau pembedaan rasial, sosial, dan diskriminasi.

e. Konvensi Terkait Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak No. 182 Tahun 1999

Konvensi ini merujuk pada penekanan terhadap penghapusan segera terkait bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak-anak, seperti eksploitasi dan kerja berbahaya, dll.

Secara nasional berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang juga mencakup pencegahan perdagangan orang, ketentuan penyelidikan, penuntutan dan hukuman bagi pelaku, hak korban, dan kerja sama nasional maupun internasional mengenai penanganan perdagangan orang. Undang-undang tersebut didukung dengan adanya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran yang memiliki fokus terhadap perlindungan hak-hak pekerja migran seperti prosedur penempatan hingga tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam perlindungan pekerja migran.

6. Saran Pengendalian 

a. Menangani Faktor Risiko 

- Pastikan semua laporan keterlibatan resmi dalam kasus perbudakan modern diselidiki secara menyeluruh.

- Menegakkan undang-undang yang melarang pembebanan biaya perekrutan kepada seluruh karyawan, dan melakukan inspeksi ketenagakerjaan secara rutin untuk mengatasi praktik eksploitatif.

- Memperkuat penegakan undang-undang untuk melindungi hak-hak pekerja di sektor berisiko tinggi, seperti minyak kelapa sawit, pekerjaan rumah tangga, dan perikanan, dan di antara pekerja informal, migran, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya.

b. Koordinasi Tingkat Nasional dan Daerah 

- Memastikan kegiatan dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang didanai secara penuh.

- Mengupayakan dan memperkuat perjanjian perburuhan bilateral untuk meningkatkan perlindungan pekerja migran melalui hak-hak dan mekanisme yang dinyatakan dengan jelas untuk bersama-sama memantau perekrutan

c. Membuat Mekanisme Peradilan Pidana 

- Meratifikasi seluruh konvensi internasional terkait penghapusan perbudakan modern, termasuk Konvensi Pekerja Rumah Tangga ILO No. 189, 2011, Protokol 2014 hingga Konvensi Kerja Paksa, P029, 1930, dan Konvensi Pekerjaan di Bidang Penangkapan Ikan ILO No. 188, 2007.

- Mengkriminalisasi perbudakan modern dalam segala bentuknya, termasuk kerja paksa dan eksploitasi seksual komersial anak, dan menutup semua celah hukum yang memungkinkan terjadinya pernikahan di bawah usia 19 tahun.

d. Mengidentifikasi dan Mendukung Korban

- Memastikan layanan dukungan bagi para penyintas, termasuk shelter, pusat dukungan krisis, dan perlindungan berbasis komunitas, mencakup seluruh populasi (termasuk laki-laki dan pekerja migran) dan memastikan tidak ada korban yang ditahan di shelter di luar keinginan mereka.

- Memberikan pelatihan sistematis secara berkala tentang cara mengidentifikasi dan menyaring calon korban dan penerapan pedoman nasional untuk semua responden pertama.

- Menetapkan mekanisme rujukan nasional untuk memastikan korban dirujuk ke layanan.

e. Menghubungi Hotline Modern Slavery 

Berikut beberapa hotline yang dapat digunakan untuk melaporkan tindakan modern slavery.

- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA)

Call Center: 129

WhatsApp: 0811-129-129

- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)

Hotline: (021) 3903963

- Layanan Aspirasi dan Pengaduan Rakyat (LAPOR!)

Website: https://www.lapor.go.id/

- United Nations Office on Drugs and Crime Indonesia (UNODC)

Telp: (+62) 21 29802300

REFERENSI 

Australian Government. (2018). Commonwealth Modern Slavery Act 2018 Guidance for Reporting Entities. Diakses pada 27 Juni 2024 dari https://modernslaveryregister.gov.au/resources/

Australian Human Rights Institute. (2023). What is Modern Slavery. Diakses pada 28 Juni 2024 dari https://www.humanrights.unsw.edu.au/research/modern-slavery

Bofa, M. I. (2021). Slavery in the Modern Era: Prison Labor in Global Economic and Trade Systems Perbudakan Di Era Modern: Prison Labor Dalam Sistem Ekonomi Dan Perdagangan Global. 26(1), 2021.

Komnas HAM. (2021). Menyoal Perbudakan Modern. Diakses pada 28 Juni 2024 dari https://www.walkfree.org/global-slavery-index/country-studies/indonesia/

Komnas HAM. (2022). Perbudakan, Pelanggaran HAM di era Modern. Diakses pada 28 Juni 2024 dari https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2022/3/28/2108/perbudakan-pelanggaran-ham-di-era-modern.html

Walkfree. (2024). Global Slavery Index/Country Study: Modern Slavery in Indonesia. Diakses pada 28 Juni 2024 dari https://www.walkfree.org/global-slavery-index/country-studies/indonesia/

ILO. (20224). Forced labour, modern slavery and trafficking in persons. Diakses pada 28 Juni 2024 dari https://www.ilo.org/topics/forced-labour-modern-slavery-and-trafficking-persons

Departemen Hukum Indonesia. (2007). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Details/39849

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun