Kajian Strategi Bagi Negara
Setiap negara, tak terkecuali Indonesia, pasti memiliki formula tersendiri dalam menjalankan kekuasaannya sesuai dengan situasi negaranya. Walaupun negara-negara memiliki praktik politiknya sendiri, tentu dalam pola tertentu memiliki kaitan dengan pemikiran-pemikiran tokoh atau filsuf politik terdahulu.Â
Rasanya terlalu ceroboh bagi negara ketika menjalankan pemerintahan tanpa melihat sejarah. Diperlukan pemikiran-pemikiran tokoh politik terdahulu agar mengetahui hambatan dan peluang dalam menyelenggarakan kekuasaan.
Strategi dalam Hubungan Internasional yang awalnya bersifat militeristik diperluas maknanya seperti yang dijelaskan oleh W. Murray dan M. Grindslay dalam Baylis (2002), yakni merupakan sebuah proses adaptasi konstan terhadap kondisi dan keadaan yang berubah di mana peluang (chance), ketidakpastian (uncertainty), dan ambiguitas (ambiguity) mendominasi (Baylis et al., 2002).Â
Lebih dari sekadar urusan militer dan perang, seluruh sumber daya negara harus dikerahkan dalam mencapai tujuan politik.Â
Pemikiran strategis dibutuhkan agar segala proses mencapai tujuan nasional terencana dengan baik dan mengurangi resiko kerugian yang mungkin terjadi.
Salah satu tokoh pemikir strategis mengenai pemerintahan adalah Kautilya. Sosok Kautilya hidup pada di abad 4 sebelum masehi dan menuangkan pemikiran politiknya ke dalam karya bernama Arthasastra (Segara, 2019).Â
Pemahamannya mengenai politik adalah berdasarkan pengalamannya langsung sebagai seorang penasihat pemerintahan dan didukung oleh literatur agama dan politik Hindu terdahulu.Â
Kautilya pernah mengabdi kepada seorang raja arogan bernama Nanda hingga meruntuhkan kekuasaannya karena merasa terhina.
Potensi Kautilya menjadi raja saat itu sangat besar, namun dirinya justru menjadi king maker bagi Maurya dengan menempatkan Chandragupta (rekan Kautilya dalam mengalahkan Raja Nanda) sebagai pemimpin. Kereligiusan Kautilya menjadikannya bijaksana untuk memprioritaskan kesejahteraan negara.
Pemikiran Kautilya dalam Politik