Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau yang dihuni lebih dari 360 suku bangsa. Hal ini membuat Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi. Dengan adanya kemajuan digitalisasi saat ini, tentunya bisa menjadi ancaman bagi budaya lokal untuk semakin tergeser dan terlupakan.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Ngawi terus berkomitmen dan berupaya dalam melestarikan tradisi daerah. Seperti halnya di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi mengadakan upacara adat bersih sendang atau Keduk Beji. Keduk Beji sendiri memiliki arti mengeduk (membersihkan) beji. Beji adalah sumber air yang berada di Desa Tawun. Sumber air tersebut berfungsi sebagai pengairan bagi warga setempat. Upacara adat ini digelar tiap hari Selasa Kliwon jelang bulan Sura berdasarkan perhitungan kalender Jawa Islam.
Tradisi ini dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati, jajaran pejabat Pemerintah Kabupaten Ngawi serta sejumlah tokoh masyarakat setempat. Upacara adat ini akan dikembangkan terus karena potensinya yang sangat luar biasa. Tidak hanya untuk sekadar melestarikan budaya tetapi juga untuk megembangkan potensi pariwisata di Desa Tawun.
Tradisi Keduk Beji ini diawali dengan ritual sesaji dari Kepala Desa yang dibawa ke sumber beji beserta wedhus Kendhit (kambing guling). Sebelum penyembelihan kambing diadakan selamatan pada dini hari. Kemudian kambing dimandikan, disembelih, dikuliti, dan dipanggang. Semua bumbu serta jerohan kambing dimasukkan kembali ke dalam perut kambing. Selain kambing ada juga sesaji yang harus disiapkan.
Kedua, pembersihan sendang Beji. Proses mengeduk (membersihkan) dilakukan oleh warga setempat dan para pemuda dengan cara menceburkan diri ke dalam kolam. Proses ini diawali dengan mandi lumpur sebelum terjun ke dalam sumber mata air. Dilanjutkan dengan menguras sendang atau membersihkan kotoran di dalam sendang. Seperti sampah dan daun-daunan yang mengotori kolam dalam setahun terakhir.
Ketiga, persiapan juru silem (penyelam) yang akan mengganti kendhi berisi air badhek (hasil fermentasi air tape atau fermentasi padi) yang diletakkan di dalam sumber mata air. Peletakkan kendhi ke dalam gua sumber mata air dinamakan mbukak yang mempunyai makna untuk membuka sumber mata air. Sebelum menyelam ke dasar sendang juru silem dirias. Tubuhnya dilumuri bedak dan diberi penanda janur di lengan dan kepala serta mengenakan pakaian kebesaran.
Keempat, Tari Kecetan berasal dari kata kecet yang berarti kaki. Tarian ini ditarikan oleh laki-laki desa setempat dengan membawa tongkat dari kayu dan menggedrukkan tumit ke sumber mata air sehingga menghasilkan cipratan air. Dalam tarian ini diiringi oleh gamelan yang ditabuh oleh wiyaga serta gendhing yang dinyanyikan oleh sindhen. Kecetan diartikan sebagi peperangan yang dilakukan oleh seorang senopati dan seorang prajurit.
Setelah prosesi kecetan dilanjutkan dengan gunungan lanang dan gunungan wadon. Prosesi ini adalah prosesi penyitaan besar-besaran gunungan wadon dan gunungan lanang yang disediakan bagi warga untuk ngalub (meraih) berkah. Warga saling berebut makanan yang dipercaya bisa mendatangkan berkah dan keberuntungan bagi kehidupannya kelak. Kemudian acara berikutnya yakni selamatan bersama yang diadakan di sebelah timur sendang Beji. Acara Keduk beji ini ditutup dengan pertunjukkan tari Lengan Bekso yang diselenggarakan di kediaman kepala desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H