Semua orang pasti ingin lahir di dunia ini dengan keadaan normal dan sehat. Lahir secara normal merupakan karunia Tuhan yang sangat besar dimana tidak semua orang bisa lahir secara normal dan sehat. Namun bagaimana dengan mereka anak berkebutuhan khusus (ABK) yang lahir tidak normal dan sehat. Apakah mereka tidak diberikan karunia dan dikutuk? Ataukah mereka memiliki sesuatu yang Tuhan berikan dengan kelebihan lain? Terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anugerah Tuhan yang luar biasa yang sepatutnya disyukuri.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah:
"Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya". (Desiningrum, 2017)
Dalam peraturan pemerintah Dalam Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 1 ayat 9 berbunyi:
"Standar Sarana dan Prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi."
Pemberian pendidikan yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus dengan tidak membeda-bedakan mereka adalah dengan pendidikan inklusif. Nenden mengungkapkan bahwa pendidikan inklusi yang ada saat ini adalah layanan pendidikan yang menyatukan anak berkebutuhan khusus dengan peserta didik regular sebayanya di sekolah regular (Simorangkir & Lumbantoruan, 2021). Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Herawati dalam penelitiannya, ia menjelaskan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah proses yang panjang dalam rangka memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi anak berkebutuhan khusus untuk ikut serta dalam proses kegiatan pembelajaran di sekolah regular tanpa memandang keterbatasan atau kelebihan mereka. (Herawati, 2021).
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran inklusif. Pembelajaran diferensiasi memberikan kesempatan anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pemahaman konsep akademik, mendorong interaksi sosial, dan mengatasi keterbatasan yang dimiliki (Friend, 2015). Guru memfasilitasi setiap kebutuhan peserta didiknya karena mereka memiliki karakteristik dan latar belakang yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi diperlakukan yang sama. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah pembelajaran yang diindividualkan (Marlina dkk., 2019). Namun, lebih cenderung kepada pembelajaran yang mengakomodir kekuatan dan kebutuhan belajar peserta didik dengan strategi pembelajaran yang independen.
Pada pembelajaran berdiferensiasi, penggunaan asesmen yang berkelanjutan sangat penting dilakukan untuk mengumpulkan informasi terkait kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik (Tomlinson, 2001). Pengambilan informasi tersebut dapat dilakukan dengan tiga jenis pendekatan asesmen yaitu 1) asesmen untuk proses pembelajaran (assessment for learning), 2) asesmen sebagai proses pembelajaran (assessment as learning), dan 3) asesmen pada akhir proses pembelajaran (assessment of learning) (Rosana dkk., 2020)
Sekolah inklusif yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi sebagai pendekatannya harus lebih memperhatikan proses belajar, bentuk asesmen, dan penilaian yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus. Guru dapat melakukan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan empat aspek diferensiasi berikut:
- Aspek konten
Diferensasi  konten  merupakan  bentuk  implementasi  merdeka  belajar  yang  dalam metode pembelajarannya memberikan materi atau sumber belajar kepada peserta didik berdasarkan keterampilan, profil belajar, dan pengetahuannya. (Suwandi dkk., 2023). Dengan mempertimbangkan keterampilan, profil belajar, dan pengetahuan peserta didik, guru dapat menyiapkan bahan dan alat ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik terutama bagi anak berkebutuhan khusus.
- Aspek proses
Diferensiasi proses merupakan bentuk implementasi merdeka belajar yang memiliki upaya agar peserta didik dapat mengolah ide dan informasi yang didapat mencakup bagaimana peserta didik memilih gaya belajarnya, sehingga guru dapat menentukan pilihan belajar yang sesuai dengan peserta didik (Farid dkk., 2022). Pada umumnya anak berkebutuhan khusus lebih mudah belajar menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi karena anak berkebutuhan khusus dapat merasakan secara langsung pengalaman dan bekerjasama dengan teman sebayanya terlepas dari keterbatasan.
- Aspek produk