3. Spasme otot dengan palpasi
Spasme otot dilakukan dengan cara palpasi yaitu : dengan jalan menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien untuk mengetahui kelenturan otot jari, missal terasa kaku, tegang atau lunak. Untuk kreteria penilian sebagaiberikut : Nilai 0 : tidak spasme Nilai 1 : spasme ringan Nilai 2 : spasme sedang Nilai 3 : spasme berat
Prosedur Pengambilan DataPemeriksaan fisik Bertujuan untik mengetahui keadaan fisik pasien. Pemeriksaan ini terdiri dari: vital sign, inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerak dasar, 64 kemampuan fungsional dan lingkungan aktifitas.
b.  Interview Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan jalan Tanya jawab    antara terapis dengan sumber data
 c.  Observasi Dilakukan untuk mengamati perkembangan pasien sebelum terapi, selama   terapi dan sesudah diberikan terapi.
Obyek yang dibahasNyeri
Nyeri ini timbul dapat berupa nyeri tekan, gerak dan diam. Hal ini diakibatkan karena rangsangan respon sensoris tubuh oleh karena kerusakan jaringan dan juga bisa terjadi karena penekanan syaraf sensoris karena desakan jaringan yang rusak. Pada pemeriksaan nyeri didapatkan nilai nyeri diam 0cm, nyeri tekan 3cm, nyeri gerak 4cm.Spasme Otot Spasme
Otot adalah ketegangan otot yang meningkat akibat adanya rasa nyeri. Hal ini terjadi sebagai bagian dari proteksi agar bagian tubuh yang nyeri tidak bergerak LGS, maka kemampuan fungsional yang seharusnya juga akan mengalami gangguan. Sehingga aktifitas fungsional yang seharusnya dapat dilakukan, dan untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan terapi latihan. Sehingga dapat mengembalikan aktifitas fungsional secara mandiri (DP3FT 2). Pada pemeriksaan aktivitas fungsional didapatkan hasil   Di dapur nilai 0, berpakaian 0, kebersihan 0, di kantor 2, lainnya 3. sehingga tidak menimbulkan kerusakan jaringan. Spasme bersifat sementara dan dapat kembali normal. Spasme timbul sebagai reaksi terhadap kerusakan jaringan.Lingkup Gerak Sendi (LGS)
 LGS adalah lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. Alat yang digunakan adalah goniometer. Posisi awal biasanya posisi anatomi dan disebut Neutral Zero Starting Position (NZSP). Ada tiga bidang gerak dasar yaitu bidang frontal, bidang sagital, dan bidang transversal.Pemeriksaan LGS secara aktif memberikan informasi yang sangat terbatas tentang pergerakan sendi. Apabila suatu sendi mempunyai LGS komplit secara pasif dan LGS aktifnya tidak komplit, maka harus dihubungkan dengan kemungkinan adanya kelemahan otot (DP3FT 2). Pada pemeriksaan LGS sendi MCP didapatkan nilai  S= 200-00-300, PIP S=00-00-200, DIP S= 00-00-300.
KESIMPULAN
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa trigger finger dapat mengakibatkan munculnya permaslahan adanya nyeri, keterbatasan gerak, spasme otot, gangguan aktivitas fungsional. Tindakan intervensi menggunakan modalitas berupa ultrasound, infrared, dan transfer friction yang bertujuan untuk mengurangi keluhan utama untuk mengembalikan aktivitas fungsional dari pasien, sehingga setelah melakukan  pemerikasaan dari T1 sampai T6 menggunakan evaluasi dan pemeriksaan, didapatkan sebuah cakupan hasil yang diharapakn pada pasien dengan kondisi trigger finger meliputi nyeri dapat berkurang ditunjukan dengan skala VAS (Verbal Analogue Scale), peningkatan lingkup gerak sendi (LGS) menggunakan goneometer, kemudian peningkatan aktivitas fungsional dengan pemeriksaan menggunakan skala Durous Hand Index (DHI).