Sudah menjadi kebiasaan lembaga tempat saya bernaung (FEBI-UINSA) bahwa tugas dosen pembimbing magang itu selain mengantar mahasiswanya di awal magang, juga diminta untuk menjemput mahasiswanya ketika magang berakhir.Â
Di sela antar dan jemput itu ada proses pembimbingan magang yang harus dilakukan oleh dosen pembimbing magang. Hanya saja tidak semua prodi melakukan hal yang sama.Â
Prodi manajemen misalnya, memberikan kebebasan kepada mahasiswanya untuk melakukan magang dimanapun dengan syarat bila magang I itu dilakukan di insdustri manufaktur maka magang II harus dilakukan di industri jasa, demikian sebaliknya.
Selain dosen pembimbing atau pendamping magang, kampus juga memberi istilah dosen pamong kepada lembaga atau perusahaan yang ditempati magang. Apa yang menjadi tugas dosen pamong yang ketempatan magang? Tugasnya selain membimbing anak-anak magang juga menjadi tempat bertanya bagi anak-anak magang.
Ada  hal menarik ketika saya ditugaskan menjadi pendamping anak-anak magang di enam tempat di Gresik. Enam tempat tersebut tersebar di Benjeng, Balung Panggang, Menganti dan Kota Gresik. Salah satu yang menjadi pelajaran menarik ada di Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) Cabang Gresik. Mengapa?
Sudah menjadi kebiasaan program studi di tempat saya bernaung untuk memberi imbalan kepada dosen pamong sebagai ucapan terima kasih atas bimbingannya kepada anak-anak yang magang. Tugas dosen pembimbing dari kampus salah satunya adalah meminta nomor rekening dan npwp dosen pamong.
Sejak berkenalan dan bertemu dengan dosen pamong yang akan membimbing anak-anak yang magang di BRIS Gresik ini, saya sudah merasakan aura yang bersahabat, hangat dan menyenangkan.Â
Saya menganggapnya biasa karena saya fikir bahwa hal tersebut adalah bagian dari standar orang-orang yang bekerja di perbankan. Ngobrol "gayeng" pun berlanjut pada hal-hal yang sensitif. Saya harus mencari cara juga bahwa jangan sampai dosen pamong merasa 'jengah' ketika saya bertanya nomor rekening dan npwpnya.
Ngobrol "gayeng" berlanjut mulai dari mengucapkan terima kasih telah menerima anak-anak magang di BRIS, memohon bimbingan pada anak-anak yang magang, memberi teguran jika memang dalam proses magang tidak serius sampai pada tidak perlu meluluskan anak-anak yang belum layak lulus karena proses magang tidak sungguh-sungguh. Obrolan "gayeng" pun berlanjut dengan akrab. Saya baru tahu kalau dosen pamong ini lulusan dari STIE Perbanas Surabaya.
Saya memanggilnya Mas Dika karena terlihat masih muda dan enerjik, paling usianya sekitar 24 atau 25 tahun. Tampilannya layaknya pegawai perbankan, rapi, klimis, wangi, ramah dengan senyum selalu mengembang.Â
Singkat cerita sampai saya berpamitan Mas Dika men-delay untuk memberikan titipan permintaan prodi pada saya, nomor rekening dan npwp. Saya tidak kuasa memaksa.
Hingga akhir proses magang selesai. Saya bertemu di BRIS Gresik, selain mengucapkan terima kasih dan berpamitan, sekali lagi saya sampaikan secara halus tentang titipan permintaan program studi.Â
Sama...Mas Dika menolak dengan halus dan menambahkan bahwa apa yang dia lakukan adalah bagian dari mengamalkan pengetahuan yang dia miliki dan berbagi ke adik-adik (istilah Mas Dika) yang magang. SubhanalLah....
Sampai tulisan ini ditulis saya hanya berfikir sederhana, masih ada orang-orang mulia hatinya di zaman ini. Saya berfikir BRIS Indonesia layak memberi kredit pada karyawannya yang memiliki sifat mulia semacam ini.
Semoga ilmunya Mas Dika bermanfaat dan diberi kesehatan selalu oleh Allah, aamiin.
Credit foto by Ahsan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H