Mohon tunggu...
M Agung Laksono
M Agung Laksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang suka nulis, diskusi, pantai dan main instagram.

Sekretaris Bidang Media dan Propaganda DPP GMNI. Disc: Tulisan bersifat pribadi, kecuali ada keterangan dibagian bawah artikel.

Selanjutnya

Tutup

Money

Analisis Dugaan Kartel dalam Rantai Pasok Minyak Goreng

10 April 2022   12:15 Diperbarui: 10 April 2022   14:45 2385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhamad Agung Laksono, lulusan Teknik Industri, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Bidang Media DPP GMNI/dokpri

Berdasarkan uraian dari hulu hingga hilir yang telah penulis uraikan, maka penulis menyimpulkan bahwa korporasi swasta mengendalikan penuh pasar CPO di Indonesia, meskipun kemudian Pemerintah bisa mengintervensi melalui Kemendag yang mengeluarkan aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) serta harga eceran tertinggi, bahkan pemerintah sempat menaikan DMO hingga 30 persen.

Namun ada dua hal yang penulis duga menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng yakni, seolah produsen di pengolahan Tandan Buah Sawit menjadi CPO menahan ekspor, sehingga bahan baku produksi minyak goreng sulit didapat di industri pengolahan CPO menjadi minyak goreng yang berakibat pada kelangkaan minyak goreng. Lalu, bisa jadi produsen CPO sekaligus minyak goreng yang ada dalam satu korporasi menahan stok di gudang, sampai HET dicabut sebagaimana berita ditemukannya stok minyak goreng di gudang milik produsen.

Maka, bagi penulis dalam sistem pasar yang patut diduga oligopoli ini, langkah pemerintah dengan memberi BLT ke 20,5 juta keluarga dan 2,5 juta pedagang sudah cukup tepat, agar kemampuan daya beli masyarakat meningkat. 

Lain cerita, bila kemudian pemerintah memberi subsidi kepada produsen minyak goreng seperti pengolahan CPO lainnya yakni, biodiesel. Maka, besar kemungkinan Pemerintah kembali menyerah dengan korporasi swasta minyak goreng, karena tidak ada jaminan stok migor di pasar akan aman dan terjangkau ditengah situasi harga komoditas CPO yang terus bullish. Sebab, berbicara korporasi swasta maka tujuannya adalah untung, lain hal dengan BUMN yang memiliki peran kemanfaatan umum.

Maka, pendapat salah satu pimpinan DPD RI soal Pemerintah kalah hattrick oleh mafia minyak goreng pun dirasa kurang tepat sejak point pertama, sebab kenaikan harga CPO dunia justru menguntungkan Pemerintah, sebab pungutan ekspor oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada tahun 2021 mencapai Rp 70 triliun. Dan, angka pungutan ekspor ini ada potensi terus meningkat ditengah situasi ketidakstabilan pasokan energi dunia akibat konflik Rusia - Ukraina, ditambah embargo Sekutu atas Rusia.

Kemudian, dengan melihat rantai pasok industri CPO khususnya produk turunan migor yang dikuasai oleh swasta, maka jumlah ketersedian barang di pasar pun mengikutinya hukum pasar yakni, Supply and Demand, dimana bila harga rendah kuantitas akan berkurang. Namun, bila harga tinggi, kuantitas akan mengalami keberlimpahan di pasar. Dengan dugaan kondisi sistem oligopoli oleh KPPU, tentu patut diduga juga ada kartel dalam industri minyak goreng di Indonesia.

Penulis juga melihat, sulitnya berdikari dalam hal industri CPO khususnya produk turunan untuk minyak goreng disebabkan hilangnya kendali pemerintah sejak di hulu, dimana BUMN atau Perkebunan milik negara (PBN) dalam hal kepemilikan lahan sawit hanya menguasai seluas 579,6 tibu ha atau 3,84 persen saja. Maka, penulis menyarankan agar Pemerintah sebagai pemilik lahan dari industri sawit baik PBN, PBS dan PR dapat menggunakan kedaulatannya atas 38 ribu konsesi untuk lahan sawit yang telah dikeluarkan pemerintah kepada 187 kelompok korporasi sawit.

Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK No. 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan, merupakan wujud paling kompromis bagaimana Pemerintah mengatur mekanisme pasar agar tak memberatkan perekonomian masyarakat menengah kebawah dengan subsidi silang yakni, mengambil pungutan ekspor (PE) CPO dengan kompensasi memberikan BLT Rp 300 ribu per bulan sebagai stimulus Pemerintah dalam kenaikan harga minyak goreng.

Tak hanya rantai pasok minyak goreng yang perlu dievaluasi, tapi juga bagaimana terbitnya regulasi sebagai wujud konsepsi perekonomian bangsa berdasarkan asas kekeluargaan dan sumber daya alam (SDA) mesti dikuasai negara demi kemakmuran rakyat, yang kemudian direalisasikan Bung Hatta dan Bung Karno dalam Pasal 33 UUD 1945. Contoh paling relevan ada di negara-negara Skandinavia yang mampu mengelola SDA untuk kepentingan rakyatnya, bukan memberhalakan investasi asing yang berujung pada negara kehilangan kontrol atas sistem pasar terkhusus untuk barang-barang consumer goods, yang setiap harinya dibutuhkan masyarakat.

 

Muhamad Agung Laksono, lulusan Teknik Industri, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Bidang Media DPP GMNI/dokpri
Muhamad Agung Laksono, lulusan Teknik Industri, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Bidang Media DPP GMNI/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun