Apa yang dilakukan oleh sosok Presiden Jokowi memang selalu menjadi perbincangan publik, tak heran karirnya begitu melesat dari Walikota, menjadi Presiden.Â
Jokowi disebut-sebut sebagai representasi rakyat, setelah puluhan Tahun bangsa ini dipimpin oleh rezim Orde Baru, seperti yang dikatakan Hasto Kristianto.
Bahwa sosok Jokowi sangat jelas merupakan simbol atau representasi dari rakyat karena datang dan besar karena rakyat, saat menjadi juru bicara Jokowi-JK di Pilpres 2014.
Hari ini pakaian adat yang dikenakan Pak Jokowi dalam agenda Sidang Tahunan MPR RI dan Pidato Kenegaraan Presiden RI dalam rangka peringatan HUT ke-76 RI kembali menjadi sorotan publik, bahkan masuk google trends Indonesia dengan kata kunci Pidato Presiden 16 Agustus 2021 dan Pidato tentang kemerdekaan.
Perbincangan public itu tak luput dari Pakaian Adat Baduy yang dikenakan Presiden, dimana suku baduy merupakan suku asli di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.Â
Dari penjelasan KSP di akun twitter resminya bahwa, Presiden Jokowi memilih menggunakan pakaian adat Suku Baduy sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan pada keluhuran nilai-nilai adat dan budaya Suku Baduy.
Hal ini, menjadi kebanggan penulis sebagai warga Banten, dan khususnya saudara-saudara kita yang ada di Baduy. Bahkan,Â
Tetua adat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Jaro Saija merasa bangga Presiden Joko Widodo, dan hal ini diperkirakan berpoteni dapat membangkitkan kembali sekitar 2.000 pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) masyarakat Baduy.
Namun, langkah yang cukup aneh justru diambil oleh anak buah Presiden khsususnya BUMN di Banten yakni, PT. Krakatau Steel melalui anak usahanya PT. Krakatau Wajatama, yang tak menangkap sinyal bapak Presiden dalam mendukung kearifan lokal, UMKM ataupun upaya mempertahankan karakter bangsa, yang perlahan terkikis di era digitalisasi ini.
Krakatau Steel sebagai BUMN yang penuh sejarah, seharusnya bisa menjadi percontohan dalam hal-hal diatas, namun langkah yang diambil Krakatau Steel malah membangun patung robot "transformers" raksasa, yang ada sejak 2-3 bulan ini.Â
Tentu, bagi penulis hal ini jauh dari upaya menjaga karakter dan kepribadian bangsa, apalagi upaya menjaga kearifan adat lokal.
Padahal, sebagaimana kita ketahui Pada 20 Mei 1962, ketika ramai-ramainya operasi Trikora pembebasan Irian Barat, Sukarno mencanangkan pembangunan Proyek Baja Trikora di Cilegon, Banten, saat peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ini Presiden Sukarno sepertinya juga ingin sebagai Hari kebangkitan industrialisasi nasional.
Memori Kebangkitan Industri Nasional
Sebagaimana, dikutip dalam website resminya tertulis, "perusahaan ini dicanangkan pertama kali sebagai Proyek Besi Baja Trikora oleh Presiden Soekarno, PT Krakatau Steel yang berdiri pada tahun 1970 telah berkembang menjadi produsen baja terbesar di Indonesia.
Sejak itulah Krakatau Steel dikenal sebagai produsen baja terbesar di Indonesia Kelengkapan infrastruktur menjadikan PT Krakatau Steel sebagai industri baja terpadu yang tidak hanya mampu menyediakan suplai produk baja, tetapi turut mendorong pertumbuhan dunia industri di tanah air."
Krakatau Steel adalah jejak Presiden Sukarno di Kota Cilegon, Banten, Sukarno yang sering menyerukan terminologi nation and character building ini ingin ada upaya membina bangsa, serta upaya membentuk karakter/mental bangsa Indonesia yang merujuk pada Trisakti Bung Karno yang meliputi, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya.
Hal ini mengingatkan memori kita, pada pidato Bung Karno saat peringatan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1966: "Sesungguhnya toh bahwa membangun suatu negara, membangun ekonomi, membangun teknik, membangun pertahanan adalah pertama-tama dan pada tahap-utamanya membangun Jiwa Bangsa! Bukankah demikian? sekali lagi, bukankah demikian?Â
Tentu saja keahlian adalah perlu! Tetapi keahlian sadja, tanpa dilandasi pada djiwa-jang-besar, tidak akan dapat mungkin akan mentjapai tudjuannya. Inilah perlunya, sekali lagi mutlak perlunya Nation and Character Building!"
Pada tahun itu pula, Sukarno berupaya menggeser dominasi ekonomi Belanda dengan meningkatkan peran Indonesia di bidang ekonomi melalui sejumlah program diantaranya Program Benteng, Sistem Alibaba, Pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta menasionalisasi perusahaan atau aset asing. Sehingga, perlu rasanya Krakatau Steel membangun sesuatu yang mengingatkan masyarakat akan hal besar dan penuh nilai luhur ini.
Namun, agar tak hanya sebagai symbol, dalam upaya untuk merealisasikan konsep Berdikari dalam ekonomi pada kebijakan negara, Pemerintah Jokowi - Ma'ruf Amin perlu dapat menetapkan kebijakan yang menguntungkan industry nasional, terutama soal impor baja.
Sebagaimana dalam dokumen Krakatau Steel 2020: Penguatan Industri Baja Domestik, impor baja di Indonesia setiap tahun dalam tren meningkat, pada 2015 impor baja masih 5,2 juta ton, lalu pada 2019 menembus 6,9 juta ton. Kondisi ini perlahan membunuh industri baja domestik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H