Mohon tunggu...
Muhamad Hafdi
Muhamad Hafdi Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Inggris

I am a life time learner and an English Educator.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menciptakan Budaya Positif di Sekolah: Peran Guru Penggerak dalam Mengintegrasikan Budaya Positif, Filosofi Ki Hajar Dewantara, & Prakarsa Perubahan

19 Agustus 2024   14:22 Diperbarui: 19 Agustus 2024   14:25 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam upaya membentuk budaya positif di sekolah, pendidik memiliki tanggung jawab yang mendalam untuk menerapkan konsep-konsep inti pendidikan secara komprehensif. Konsep-konsep ini meliputi disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, dan segitiga restitusi. Ketika konsep-konsep ini diintegrasikan dengan nilai-nilai dan peran Guru Penggerak, visi, misi pendidikan nasional, serta Filosofi Ki Hajar Dewantara, terciptalah sebuah lingkungan pendidikan yang mendukung pertumbuhan holistik siswa. Visi dan prakarsa perubahan dari Guru Penggerak menjadi panduan praktis dalam mencapai tujuan ini.

Disiplin Positif: Mengarahkan Perilaku dengan Nilai Guru Penggerak dan Prinsip Ki Hajar Dewantara

Disiplin positif berakar pada keyakinan bahwa pembinaan dan penguatan perilaku harus dilakukan melalui pendekatan yang mendukung dan konstruktif, bukan melalui hukuman yang represif. Dalam konteks nilai-nilai Guru Penggerak, disiplin positif diterapkan dengan menekankan pentingnya teladan yang diberikan oleh guru. Guru diharapkan menjadi "penggerak" yang mampu memimpin siswa melalui keteladanan, menciptakan lingkungan di mana siswa merasa dihargai dan didukung dalam proses pembelajaran mereka.

Filosofi Ki Hajar Dewantara, yang menekankan prinsip "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani," memperkuat gagasan ini dengan menggarisbawahi pentingnya peran guru dalam memberi teladan (Ing Ngarso Sung Tulodo) di depan siswa, membangun semangat dan kerja sama (Ing Madyo Mangun Karso) di tengah mereka, serta memberikan dorongan dari belakang (Tut Wuri Handayani). Integrasi disiplin positif dengan filosofi ini memungkinkan guru untuk tidak hanya mengelola perilaku siswa, tetapi juga membentuk karakter mereka melalui pendekatan yang empatik dan memanusiakan.

Melalui visi dan prakarsa perubahan Guru Penggerak, guru dapat memberikan dukungan yang konsisten kepada siswa, mengajari mereka tentang pentingnya perilaku yang baik, dan mengintegrasikan prinsip-prinsip disiplin positif ke dalam rutinitas sehari-hari. Dengan cara ini, siswa tidak hanya memahami konsekuensi dari tindakan mereka tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai positif yang mendorong mereka untuk berperilaku baik secara konsisten.

Motivasi Perilaku Manusia: Menyeimbangkan Hukuman dan Penghargaan dengan Fokus pada Motivasi Intrinsik

Motivasi perilaku manusia adalah komponen kunci dalam pembentukan budaya positif di sekolah. Penerapan hukuman dan penghargaan harus dilakukan dengan bijaksana, dengan tujuan akhir untuk membangun motivasi intrinsik dalam diri siswa. Guru Penggerak memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengembangan motivasi ini.

Visi Guru Penggerak adalah untuk menciptakan generasi siswa yang merdeka, berkarakter kuat, dan mampu berpikir kritis. Ini berarti bahwa guru harus berusaha mengurangi ketergantungan siswa pada motivasi ekstrinsik (seperti penghargaan materi) dan lebih fokus pada pengembangan dorongan internal untuk belajar dan berperilaku baik. Dengan menerapkan prakarsa perubahan yang selaras dengan visi ini, guru dapat menjalankan strategi penghargaan yang mendukung motivasi intrinsik siswa dan mengafirmasi perilaku positif yang didorong oleh kesadaran diri, bukan semata-mata oleh insentif eksternal.

Filosofi Ki Hajar Dewantara juga mendukung pendekatan ini, dengan menekankan pentingnya pendidikan yang membangun minat dan motivasi siswa secara alami. Ketika siswa termotivasi dari dalam diri mereka, mereka tidak hanya mencapai hasil akademis yang lebih baik tetapi juga mengembangkan karakter yang lebih kuat dan lebih berdaya.

Posisi Kontrol Restitusi: Mendorong Tanggung Jawab Melalui Pendekatan Restoratif

Posisi kontrol restitusi merupakan pendekatan yang menempatkan tanggung jawab pada siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka, daripada sekadar menerima hukuman. Restitusi memberi siswa kesempatan untuk memahami dampak dari tindakan mereka dan mencari cara untuk memperbaiki situasi. Ini sangat sejalan dengan nilai-nilai Guru Penggerak yang menekankan pentingnya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran dan pengembangan karakter mereka.

Guru, sebagai fasilitator restitusi, memandu siswa melalui proses yang melibatkan identifikasi kesalahan, pemahaman tentang dampaknya, dan pencarian solusi yang dapat diterima bersama. Ini adalah bentuk pembelajaran yang mendalam, di mana siswa belajar untuk mengambil tanggung jawab penuh atas tindakan mereka. Dalam konteks visi dan prakarsa perubahan Guru Penggerak, guru memberikan dukungan yang diperlukan saat siswa menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka, mengajari mereka tentang pentingnya memperbaiki kesalahan, dan menggabungkan pengalaman ini ke dalam pemahaman mereka tentang tanggung jawab pribadi dan sosial.

Filosofi Ki Hajar Dewantara memperkuat pendekatan ini dengan menekankan bahwa pendidikan adalah proses yang membentuk manusia secara utuh, termasuk aspek moral dan etika. Restitusi, dalam hal ini, menjadi alat penting untuk mengajarkan nilai-nilai ini, membantu siswa mengembangkan empati, tanggung jawab, dan kemampuan untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Keyakinan Sekolah/Kelas: Membangun Fondasi Budaya Positif dengan Visi dan Misi Guru Penggerak

Keyakinan sekolah atau kelas merupakan prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi perilaku siswa dan guru dalam lingkungan sekolah. Prinsip-prinsip ini, seperti rasa hormat, tanggung jawab, dan kerja sama, harus ditanamkan secara konsisten untuk menciptakan budaya positif yang mendalam dan berkelanjutan.

Dalam menjalankan visi dan prakarsa perubahan Guru Penggerak, guru harus memastikan bahwa keyakinan ini tidak hanya menjadi slogan, tetapi benar-benar dihidupkan dalam interaksi sehari-hari di sekolah. Dengan menjalankan prinsip-prinsip ini secara konsisten dan mengafirmasi perilaku yang sesuai dengan keyakinan sekolah/kepemimpinan kelas, setiap siswa dan guru memahami dan menghargai nilai-nilai inti yang membentuk fondasi budaya sekolah.

Integrasi keyakinan ini dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara membawa kita kembali ke prinsip "Ing Madyo Mangun Karso"—membangun semangat di tengah-tengah komunitas sekolah. Dengan menerapkan keyakinan sekolah secara konsisten, guru membantu menciptakan lingkungan di mana setiap individu merasa dihargai dan didukung dalam proses pembelajaran mereka, yang pada akhirnya mendorong mereka untuk berkontribusi secara positif terhadap komunitas sekolah.

Integrasi Filosofi Ki Hajar Dewantara, Nilai Guru Penggerak, dan Kerangka BAGJA dalam Mewujudkan Budaya Positif

Filosofi Ki Hajar Dewantara memberikan kerangka filosofis yang kaya untuk memahami dan menerapkan konsep-konsep inti pendidikan. Prinsip-prinsip seperti "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani" menyediakan panduan yang relevan untuk guru dalam menjalankan peran mereka sebagai pendidik yang membangun karakter dan kompetensi siswa.

Nilai-nilai Guru Penggerak, yang menekankan inovasi, kolaborasi, dan pengembangan karakter, sangat selaras dengan filosofi Dewantara. Dalam penerapannya, visi dan prakarsa perubahan Guru Penggerak berfungsi sebagai alat praktis yang memungkinkan guru untuk mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam kegiatan sehari-hari di kelas dan sekolah. Dengan mendukung, mengajari, menggabungkan, menjalankan, dan mengafirmasi praktik-praktik terbaik, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang tidak hanya berfokus pada pencapaian akademis tetapi juga pada pembentukan karakter yang kokoh.

Kesimpulan: Transformasi Budaya Positif yang Berkelanjutan melalui Peran Guru Penggerak

Penciptaan budaya positif di sekolah bukanlah tugas yang sederhana, tetapi merupakan proses yang memerlukan pendekatan strategis dan mendalam. Dengan mengintegrasikan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kepemimpinan kelas, dan segitiga restitusi dengan nilai-nilai dan peran Guru Penggerak serta Filosofi Ki Hajar Dewantara, guru dapat membangun lingkungan yang mendukung perkembangan siswa secara holistik.

Visi dan prakarsa perubahan dari Guru Penggerak memberikan panduan praktis dalam menerapkan strategi-strategi ini, memastikan bahwa setiap aspek dari budaya positif dijalankan dengan konsisten dan berkelanjutan. Hasilnya adalah sekolah yang tidak hanya menjadi tempat belajar tetapi juga tempat di mana karakter siswa dibentuk, di mana mereka belajar untuk bertanggung jawab, berempati, dan menjadi agen perubahan positif bagi komunitas mereka.

Dengan pendekatan ini, budaya positif yang diciptakan akan memiliki dampak jangka panjang, tidak hanya bagi siswa selama mereka di sekolah tetapi juga bagi masyarakat luas saat mereka membawa nilai-nilai ini ke dalam kehidupan mereka di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun