Polemik tentang hormat bendera muncul lagi ke permukaan. Diawali dengan tema lomba penulisan artikel tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam rangka peringatan hari santri. Lomba yang mengangkat dua tema besar: hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan menurut hukum islam inipun menuai pro-kontra. Beberapa mengkritik tema tersebut sebagai biang kegaduhan, membenturkan agama-negara, hingga tuduhan islamphobia.
Baik, kita tidak akan membahas tentang hukum menghormat bendera dalam pandangan syariah. Biarkan para santri dan cendekiawan nanti yang menulis untuk mengikuti lomba.Â
Satu hal yang ingin saya sampaikan bahwa jika masih ada orang yang tidak mau menghormat bendera, adalah satu hal yang nyata. Nah, pada titik ini, lomba itu akan relevan, setidaknya untuk memberikan "ijtihad kebangsaan" secara metodologi ilmiah. Pertanyaannya, apakah selama ini belum ada hasil ijtihad tentang dua tema tersebut?
Saya mencoba melakukan penelusuran melalui dua situs publikasi ilmiah: Google Scholar dan Directory of Open acces Journal (DOAJ).Â
Dua basis data tersebut saya anggap mewakili beberapa tema publikasi ilmiah yang sering menampung artikel dari para cendekia Indonesia, dan sifatnya yang sangat luas dan terbuka. Penelusuran secara singkat terhadap dua basis data tersebut setidaknya tidak menemukan secara spesifik tentang tema hormat  bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan.Â
Artinya, kajian tentang dua tema tersebut belum banyak terpublikasi secara ilmiah dan online. Sampai sini, jika lomba tersebut dilihat dari sebuah perspektif peningkatan khazanah keilmuan dan publikasi ilmiah, barangkali menemukan relevansi. Mengingat salah satu tugas BPIP adalah merumuskan arah kebijakan pembinaan Pancasila.
Namun mengangkat tema yang seakan sudah mafhum dan selesai, kemudian memunculkan lagi, juga bisa berpotensi membuka polemik baru yang selama ini sudah tertidur dan terkubur.Â
Setiap kali dilaksanakan upacara Bendera, hampir semua peserta upacara mau menghormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan, Â kecuali jika dinyanyikan oleh tim paduan suara.Â
Artinya, bisa dikatakan jika polemik tentang hormat bendera adalah sesuatu yang sudah selesai lama, dan jika pun ada, hanyalah letupan-letupan kecil. Mengangkatnya kembali, sudah barang pasti akan membangkitkan ingatan lama, seakan memberi celah bagi para penentangnya untuk mempersoalkannya kembali.
Nasionalisme Simbolis
Berikutnya, jika hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan dianggap sebagai simbol nasionalisme, kecintaan kita kepada bangsa dan negara, bisa jadi memang benar. Namun tentu sikap nasionalisme tidak sesederhana dengan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia raya.Â
Karena akan sangat "kering" nasionalisme kita, jika diukur secara simbolis. Bayangkan, berapa kali kita hormat bendera? Apalagi pada saat pandemi seperti ini. Paling kita hormat bendera pada saat upacara bendera.Â
Jikalau ada yang tiba-tiba keluar rumah kemudian berhenti, mengambil sikap tegak menghormat bendera, kok rasanya jarang. Jikalau ada, mungkin saja dalam rangka pembuatan konten youtube. Hee. Apalagi menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Coba diingat, kapan terakhir kali kita menyanyikan lagu "suci" tersebut? Lebih hafal mana anak-anak kita, lagu Indonesia Raya atau Mars Partai politik yang sering tayang di TV?
Nasionalisme kita sebagai warga negara tentu saja lebih luas. Meskipun hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan secara simbol juga penting. Nasionalisme adalah sikap dan perilaku, yang jika ditafsirkan dan dipahami, tentu saja akan sangat luas dan tidak terbatas.Â
Kita lahir, besar, menghirup udara, mencari penghidupan dan kehidupan di tanah air udara, bumi Indonesia ini, sudah selayaknya kita mencintai bumi pertiwa dan bangsa yang berdiri di atasnya.Â
Kita setiap Agustus memperingati kemerdekaan, setidaknya merupakan momentum untuk mengingat kelahiran negara tercinta kita secara kolektif, meskipun tidak berarti selama 11 bulan lainnya kita melupakannya.
Besok, ketika memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus, tentu banyak yang dilakukan secara online, mengingat kondisi pandemi.Â
Beberapa instansi mensyaratkan keikut-sertaan upacara bendera peringatan Proklamasi kemerdekaan melalui televisi atau online, termasuk pada saat pengibaran sang saka merah putih.Â
Ketika kita hormat bendera Merah putih di layar TV, itu tentu bukan berarti menghormat pada TV layar datar yang mahal di hadapan kita. Meskipun secara fisik dan riil kita memang "menghormat" pada TV.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H