Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Parameter Merdeka

18 Agustus 2020   15:09 Diperbarui: 18 Agustus 2020   15:09 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pinterest.com/kevinemyr

Sudahkan bangsa kita merdeka? Pertanyaan klise itu sering diutarakan seiring dengan peringatan dirgahayu kemerdekaan Indonesia. Memang secara de yure, bangsa ini sudah merdeka sejak 75 tahun yang lalu. 

Perjuangan kaum bumiputra telah mampu memanfaatkan momentum global untuk memproklamirkan diri sebagai bangsa yang bebas dan merdeka. Namun setelah hampir tujuh dekade kemerdekaan, cita-cita para founding father untuk membangun bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur nampaknya masih menjadi pertanyaan besar.

Untuk mengukur seberapa jauh capaian menjadi Negara ideal tersebut tentunya membutuhkan sebuah parameter. Dalam hal ini parameter yang digunakan adalah teks cita-cita perjuangan yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. 

Pada alenia keempat disebutkan bahwa ada empat indikator yang menjadi parameter Negara dan bangsa ideal tersebut. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 

Negara ideal harus mampu melindungi warganya untuk mendapatkan hak sebagai warga Negara yang baik (good citizen). Hak-hak tersebut secara riil sudah diatur dalam batang tubuh Undang-Undang dasar 1945. 

Namun kenyataan mengungkapkan bahwa hak-hak dasar tersebut masih belum dilindungi secara sempurna oleh Negara. Isu tentang kemiskinan, kekerasan, diskriminasi minoritas, penganiayaan TKI di Negara lain.

Kondisi warga Negara di perbatasan adalah sederet fenomena yang menunjukkan betapa lemahnya posisi Negara dalam melindungi warganya. Sampai sini, andaian sebagai Negara ideal yang mampu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah masih sangat memerlukan perhatian.

Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Terminologi kesejahteraan memang menjadi kosakata yag relatif dan debatable. Namun secara umum, kesejahteraan dapat diukur melalui perangkat ekonomi melalui indikator-indikator yang standar. 

Taruhlah misalnya tingkat kemiskinan. Angka kemiskinan tahun 2020 masih pada kisaran 9,78 persen, data pada bulan Maret. Pada masa pandemi ini angkanya bisa jadi semakin melonjak.

Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagaimana yang telah kita mafhum bersama bahwa bangsa yang besar selalu diawali dengan pendidikan yang berkualitas. 

Dan kualitas pendidikan kita, jika dibandingkan dengan Negara lain masih sangat tertinggal. Namun harus diakui bahwa pemerintah saat ini sangat mengupayakan pembangunan pendidikan yang merata. 

Goodwill ini bisa kita lihat misalnya melalui anggaran pendidikan yang mencapai 20 % dari APBN, sebagaimana amanat UUD 1945 dalam amandemennya. 

Namun peran mencerdaskan kehidupan bangsa kiranya didak cukup hanya dengan penganggaran yang tinggi. Diperlukan kebijakan yang tepat dan pembangunan karakter para pengelola pendidikan. Sebab kalau tidak, anggaran yang besar itu tidak akan mampu terserap secara tepat, bahkan cenderung dijadikan 'bancakan" oleh oknum tertentu.

Keempat, ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu bagian dari eksistensi sebuah Negara adalah, perannya dalam dunia internasional. 

Indonesia melalui politik bebas aktifnya memang pernah memberikan andil dalam pencapaian perdamaian dunia. Misalnya melalui prakarsa gerakan non-blok dalam perang dingin, partisipasi dalam pengiriman tentara perdamaian di berbagai konflik antar Negara, sampai pada posisi Indonesia dalam organisasi internasional seperti PBB. 

Terakhir, Indonesia mempunyai peran strategis sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Namun sebuah catatan kritis yang perlu diperhatikan adalah, kebijakan luar negeri kita selama ini cenderung pasif, belum mampu pro-aktif. 

Misalnya mengenai konflik di Timur Tengah, khusunya Suriyah yang menelan ratusan jiwa. Diplomasi Indonesia dituntut untuk lebih memberikan langkah strategis dalam rekonsiliasi Suriyah, apalagi konflik abadi Palestina-Israil yang sangat bertentangan dengan prinsip perdamaian dan kemerdekaan abadi.

Catatan ini bukan bermaksud untuk melemahkan Indonesia sebagai bangsa dan Negara. Namun melalui momentum dirgahayu kemerdekaan ini, kiranya mampu menjadi cambuk untuk lebih menguatkan tugas Negara, sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan teks suci yang tidak bisa dirubah dan diamandemen. 

Kita semua sebagai generasi penerus mengandaikan menjadi Negara besar, tidak hanya wilayah teritori dan geografisnya, namun lebih dari itu adalah menjadi Negara besar yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun