Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Heroisme-Relijius Hari Pahlawan

10 November 2018   11:32 Diperbarui: 10 November 2018   15:32 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapakah pahlawan itu? Buku Sejarah menyawab: merekalah yang telah berjasa kepada bangsa ini. Jawaban tersebut tidaklah terlalu salah. Namun jawaban tersebut selama ini hanya terkesan retoris dan heroik belaka. 

Tidak ada upaya yang signifikan untuk meneruskan perjuangan para pahlawan. Sehingga semangat pahlawan saat ini seakan telah mati bersama dengan terkuburnya jasad mereka. Di sinilah sikap kita sebagai bangsa yang besar dipertanyakan.

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai (dan meneruskan) jasa para pahlawannya", begitu bunyi sebuah adagium. Dan sampai saat ini, ungkapan penghargaan kita kepada para pahlawan hanya retorik dan formalitas belaka. 

Sebuah sikap menghargai yang kering dari semangat nasionalisme yang sejati. Kita ingat kepada para pahlawan dan jasa-jasanya hanya setahun sekali, yakni pada waktu peringatan hari pahlawan. 

Selebihnya, kita laksana para penjajah yang telah menjajah bangsanya sendiri. Dan sikap ini yang dulu diperangi para pahlawan kita. Dari sinilah, kita perlu mereaktualisasikan nilai kepahlawanan dalam kontek kekinian pada tiap-tiap diri kita masing-masing, tentunya dengan tindakan nyata.

Santri, pahlawan tak dikenal

Konon, saat awal kemerdekaan, ketika Inggris membonceng sekutu untuk menguasai Indonesia pasca proklamasi, dengan bala tentara 30.000 pasukan, maka rakyat kita tanpa gentar melakukan perlawanan yang dasyat. 

Awalnya Inggris dengan optimis akan mampu menaklukkan perlawanan dalam tempo 3 hari. Terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby pada tanggal 30 Oktober di Surabaya, adalah manifestasi dari keberanian arek --arek Suroboyo yang gigih dan kesatria. 

Maklumat penyerahan diri yang ber-deadline 10 November itu diabaikan oleh rakyat Indonesia. Hingga puncaknya, 10 November 1945 terjadi pertempuran maha dasyat antara Inggris yang dibantu Sekutu dengan rakyat Indonesia yang hanya bermodal semanga jihad.

Adalah KH Hasyim Asy'ari, salah satu Pahlawan nasional yang ketika itu dengan lantangnya mengeluarkan "Resolusi Jihad" kepada seluruh ummat Islam. Semua rakyat, yang mengaku beragama Islam dalam radius 94 km dari medan pertempuran wajib untuk berjihad membela bangsa dan Negara. 

Tak ayal semangat jihad para santri inipun meluap-luap, meletup-letup laksana magma yang mau keluar dari perut gunung. Dengan dikomandoi Bung Tomo yang membakar semangat dan ghiroh jihad arek-arek Suraboyo, pertempuran maha dasyat pun terjadi. Dan inilah hakekat kepahlawanan bangsa Indonesia, di mana semua dipertaruhkan untuk bangsa ini.

Dari sini, tidak terlalu berlebihan kiranya jika keberadaan hari pahlawan 10 november adalah bukti nasionalisme para santri melalui paying jihad. Heroisme-religius terbukti mampu menandingi kesombongon pasukan aggressor Inggris yang dilengkapi persenjataan yang canggih dan modern. Selama sekian lama, realitas ini sepertinya tidak pernah dicatat dalam tinta emas sejarah. 

Nasionalisme santri, menjadi terminologi rancu dalam konsepsi nasionalisme sejarah yang pernah ada. Ditetapkannya hari santri nasional beberapa tahun yang lalu, setidaknya memberi pengakuan bahwa ada relasa agama --negara dalam gerak perjuang kemerdekaan bangsa ini.

Reaktualisasi Makna Kepahlawanan

Sering dikatakan bahwa sebenarnya bangsa ini belumlah merdeka. Penjajahan masih bercokol di bumi pertiwi ini. Penjajah tersebut boleh jadi berbentuk manusia yang memakai  rapi berdasi. Penjajah barang kali adalah perusahaan-perusahan raksasa (TNC: Trans Nationan Corporate) yang melakukan penghisapan terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia. Bahkan penjajah boleh jadi adalah diri kita sendiri, yang pasrah menerima keadaan tanpa mau berjuang untuk merubahnya.

Dari sinilah perlu kiranya melakukan reaktualisasi nilai dan semangat kepahlawanan yang setengah abad lebih dulu bernah dikobarkan oleh para pendahulu kita. Cukuplah mereka yang menjadi korban keserakahan bangsa penjajah, kita tidak boleh mengulangi penderitaan yang telah dialami mereka. Karena, jika hari ini kita masih merelakan kekayaan kita, sumber daya kita kepada bangsa lain, maka pengorbanan pahlawan dan para pendahulu kita akan sia-sia.

Rektualisasi dalam hal ini harus kita lakukan mulai dari diri kita masing-masing. Kita adalah miniatur terkecil sebuah Negara. Keberhasilan menjadikan diri kita sebagai pribadi yang berjiwa heroik adalah keberhasilan bangsa pada umumnya. 

Hal kecil apapun yang kita upayakan untuk kelangsungan dan kemajuan diri kita, pada hakekatnya adalah untuk kemajuan bangsa. Dari sinilah semangat itu kita mulai.

Sudah selesai masanya bangsa ini terjebak dalam jurang keterpurukan. Dan pahlawan penyelamat dari keterpurukan itu adalah kita, diri pribadi kita masing-masing, bukan orang lain dan siapa-siapa. Kita bekali diri kita dengan pengetahuan, kepribadian, mentalitas dan karakter yang mampu membangun bangsa di masa yang akan datang.

Sebagai ummat beriman, sudah selayaknya kita mereaktualisasikan heroisme relijius para pahlawan, yang telah mengorbankan segalanya untuk bangsa ini. para syuhada' yang telah mengorbankan harta dan diri mereka untuk bangsa ini, bukanlahlah suatu yang sia-sia. 

Melalui peringatan hari pahlawan ini, mari kita menjadi pahlawan-pahlawan baru untuk bangsa ini, meskipun tidak dikenal. Menjadi pahlawan berarti memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, sesuai dengan kemampuan dan bidang kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun