Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menakar Bagaimana Kalau Sekolah Tanpa "PR"?

10 Oktober 2018   05:01 Diperbarui: 25 Oktober 2022   15:19 3247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: boneramabrass.com

PR harus didesain sedemikian rupa untuk mampu menjadi sarana komunikasi antara orang tua dengan siswa, tidak sekedar berisi soal dan seperangkat pertanyaan yang harus dijawab.

Ketiga, PR bisa dilakukan secara insidental, tidak setiap hari terus menerus. PR hanya diberikan ketika memang pembelajaran itu harus dikerjakan di rumah. Selama ini PR seperti tugas wajib harian yang harus selalu ada. 

Jika satu hari atau lima mata pelajaran, maka akan ada lima PR. Hal ini yang kiranya menjadikan siswa tidak nyaman bahkan bisa menjadikan siswa depresi atau stres. PR semacam ini yang kiranya harus dikaji ulang.

Pelarangan PR secara regulasi kiranya menjadi sebuah kebijakan yang kurang bijak. Sampai saat ini pemerintah melalui Kemendiknas masih melempar "bola liar" tentang PR ini kepada satuan pendidikan atau sekolah masing-masing. 

Sekolah dalam hal ini dituntut untuk bijak dalam merespon tentang keberadaan PR. Sebagai sebuah media, PR merupakan sesuatu yang netral, tinggal bagaimana kita menggunakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun