Dalam kajian ushul fiqih, ada lima hal yang menjadi pilar dalam tujuan syariah, yakni melindungi agama (hifdl al-din), melindungi jiwa (hifdl al-nafs), melindungi harta (hifdl al-mal), melindungi akal (hifdl al-aql) dan melindungi keturunan (hifdl al-nasl). Kelima asas ini harus menjadi prinsip dalam pelaksanaan perilaku beragama. Aktifitas atau perilaku agama, tidak boleh bertentangan dengan kelima konsep dasar tujuan syariah ini.
Implikasinya, jika ada pola pemahaman tertentu yang bertentangan dengan tujuan risalah, maka bisa dipastikan bahwa pemahaman tersebut tidak relevan.
Kaitanya dengan fenomena teror bom dan kekerasan, maka hal tersebut jelas bertentangan dengan maqhasid syariah tersebut, bahkan kelima-limanya. Kalau toh mereka berdalih untuk menegakkan agama, namun dalam realitanya penegakan agama tersebut justru malah meruntuhkan agama.
Faktanya, Islam menjadi bulan-bulanan media, sebagai agama yang dekat dengan terorisme. Betapa stigma, pelabelan, prejudice bahwa Islam adalah teroris menjadi paradigma orang non-muslim dalam memandang Islam.
Di Negara-negara nonmuslim, khususnya Barat, ketakutan terhadap islam (islamophobi) sangatlah kuat. Hal ini kiranya sangat merugikan Islam dan ummat islam secara umum.
 Islam adalah agama yang menjunjung tinggi perdamaian. Islam sangat menolak kekerasan, penindasan atau penghilangan nyawa. Jikalau Islam mengenal konsepsi perang, hal itu tidak lain adalah dalam rangka melindungi dan mempertahankan diri, serta untuk misi perdamaian. Menghilangkan nyawa, adalah perilaku yang bertentangan dengan maqhasid syariah. Sehingga Islam secara tegas dalam sebuah ayat menyatakan bahwa barang siapa membunuh satu jiwa, tanpa alasan yang jelas maka seakan-akan membunuh seluruh manusia. Terorisme, dengan apapun dalih dan argumentasi, tidak bisa dibenarkan, dan merupakan musuh agama Islam itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H