Mohon tunggu...
Muhamad Mustaqim
Muhamad Mustaqim Mohon Tunggu... Dosen - Peminat kajian sosial, politik, agama

Dosen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimanapun Teroris Tidak dapat Dibenarkan

10 Mei 2018   15:05 Diperbarui: 10 Mei 2018   15:36 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Drama penyandraan polisi oleh para teroris di Mako Brimob beberapa waktu lalu menandakan bahwa terorisme masih ada di negeri ini.

Kerusuhan para napi terorisme yang berujung "pembantaian" terhadap para polisi yang bertugas menunjukkan bahwa para teroris ini tidak segan-segan melakukan penganiayaan, penyiksaan bahkan penghilangan nyawa sekalipun. Dan para napi ini tidak sedikit yang merupakan para terpidana tindak pidana terorisme, yang sering kali dibekali dengan doktrin agama yang radikal.

Sebagaimana diketahui, beberapa aksi teror bom,  para pelaku kerap kali teridentifikasi mempunyai afiliasi dengan jaringan "aliran agama" tertentu.

Bahkan beberapa testimoni dari para pelaku, seakan menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan dilatarbelakangi motif agama. Aksi teror yang mereka lakukan dipahami sebagai sebuah panggilan "suci" jihad di jalan Allah. Ada sebuah keyakinan yang mengkristal, bahwa ketika mereka mati, maka balasan surgalah yang akan mereka dapatkan.

Memang, beberapa pengakuan dari para pelaku bom, mengisyaratkan adanya keyakinan agama yang menggerakkan aksi tersebut. Bahkan istilah "pengantin" digunakan untuk mereka yang nenjadi operator bom, dengan tujuan syahid.

Beberapa analisis menyebutkan bahwa adanya brain washing, pencucian otak menjadi pengkondisian untuk menginstal pemikiran dan perilaku para eksekutor. Dan anak mudalah yang biasanya dipilih untuk menjadi pengantin, khususnya mereka yang pola keagamaannya masih dangkal.

Sampai sini, mengaitkan perilaku kekerasan atau teror dengan pemahaman keagamaan memang tampaknya menjadi sesuatu yang naif. Namun fakta membuktikan bahwa pola pemahaman agama yang "salah" seringkali melahirkan praktik agama yang berbasis kekerasan. Dan pola pemahaman inilah yang kiranya menjadi perhatian kita bersama untuk diluruskan.

Pada dasarnya kita memahami dan toleran terhadap segala bentuk perbedaan dalam pemahaman keagamaan. Namun pemahaman itu tentu saja masih dalam tataran yang wajar, yakni tidak bertentangan dengan tujuan risalah agama itu sendiri. Kalau begitu, diperlukan parameter bagaimana pemahaman agama yang sesuai dengan hakekat dan tujuan agama itu sendiri.

Dalam Islam, banyak teks yang menyebutkan bahwa Islam diturunkan untuk tujuan damai. Nama Islam sendiri mempunyai derivasi makna kedamaian, keselamatan, ketertundukan yang semuanya mengacu pada kebaikan.

Dalam salah satu ayat ditegaskan, bahwa tujuan diutusnya Rasul sebagai pembawa misi Islam adalah unyuk membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil'alamin). Rahmat sering diartikan dengan cinta kasih, kasih sayang, kedamaian dan kebahagiaan. Nah inilah parameter yang dimaksud, bagaimana pola keagamaan mampu mewujudkan tujuan risalah ini.

Tujuan risalah Islam, jika di-breakdown akan melahirkan apa yang disebut maqhasid al-syariah, atau tujuan syariah Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun