Mohon tunggu...
Muhamad Wildaan
Muhamad Wildaan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Prokopton

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bedogan, Sosok Penculik Menakutkan di Era 1980 hingga 1990-an

15 Mei 2022   13:13 Diperbarui: 15 Mei 2022   13:31 1522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata 'Bedogan' mungkin terdengar asing bagi kebanyakan orang. Namun, bagi masyarakat Jawa Tengah (khususnya Brebes, Tegal, hingga Pemalang) kata 'Bedogan' bukan lagi menjadi kata yang asing, namun menjadi sebuah kata yang menakutkan khususnya bagi mereka yang hidup di tahun 80-90 an.

Bagi masyarakat Brebes, Tegal dan Pemalang yang lahir sekitar tahun 80-90 an (bahkan 2000 an juga), semasa kanak-kanak dulu tidak asing mendengar kata 'Bedogan' terucap dari orang tua. Bedogan pada masanya dikenal sebagai sosok yang menakutkan, sosok orang dewasa atau orang tua yang membawa senjata tajam berupa arit (cengkrong) dan menyampirkan karung di bahunya.

Bedogan juga erat kaitannya dengan sebuah mobil tua berupa mobil jeep. Pada masa itu bedogan menggunakan mobil jenis jeep sebagai kendaraan operasionalnya. Entah mengapa jeep dipercaya sebagai kendaraan operasional Bedogan saya juga kurang mengetahuinnya, mungkin saja karena tampilan mobil jeep yang 'sangar', atau mungkin identik dengan kendaraan proyek dimasa tersebut.

Bagi sebagian orang, mungkin ada yang masih terngiang di telinga, ketika orang tua mengingatkan anaknya yang sedang bermain di siang hari untuk segera pulang "balik, wis bedug bokan ana bedogan" (pulang, sudah siang nanti ada Bedogan) atau "bedug-bedug aja dolan adoh-adoh, bokan ana bedogan" (siang-siang jangan main jauh-jauh, nanti ada Bedogan).

Oleh orang tua zaman dahulu, Bedogan ini diisukan kerap kali mencari mangsanya di siang bolong dengan sasaran anak-anak yang nantinya akan dijadikan sebagai tumbal. Lehernya dipenggal, diambil kepalanya untuk dijadikan tumbal proyek agar berjalan lancar dan jauh dari gangguan mistis. Bahkan sebagian orang mengatakan juga tumbal ini dijadikan sebagai ganjel (ganjalan) pondasi jembatan sungai agar kuat dan kokoh.

Inilah yang menjadi alasan orang tua zaman dahulu melarang anaknya untuk bermain di siang hari. Karena Bedogan mencari mangsa anak-anak yang bermain di waktu tersebut.

Namun, apakah cerita mengenai tumbal proyek, kepala dijadikan ganjalan agar jembatan kuat itu benar? Atau hanya sebuah mitos belaka? Terkait cerita tumbal proyek ini, saya jadi ingat dengan cerita sejarah yang pernah saya dengar.

Kala itu negeri ini masih mengandalkan rakit untuk menyebrangi sungai. Menghadapi hal ini, Belanda kemudian mendatangkan insinyur-insinyur untuk membangun Burg atau jembatan (bahkan hingga kini sebagian masyarakat jawa menyebut jembatan dengan kata burg). Karena minimnya pengalaman yang dimiliki warga saat itu, mereka kebingungan dan bertanya kepada para meneer tersebut.

"Bagaimana cara yang ampuh agar kami bisa membangun jembatan yang kuat dan awet?"

"Dengan ini!" jawab seorang meneer sambil menempelkan jari telunjuknya tepat di kepala orang-orang yang bertanya.

Namun dari dialog tersebut, warga berasumsi bahwa untuk membangun jembatan yang kokoh, maka harus menggunakan kepala manusia. Tentu saja tidak ada yang mau bukan? Kepalanya dijadikan tumbal. Maka munculah dongeng orang potong kepala, dan dikaitkan dengan sosok Bedogan yang mencari tumbal dengan cara menculik dan memenggal kepala.

Padahal yang dimaksud oleh meneer Belanda saat ia menunjuk kepala, untuk menghasilkan jembatan yang kokoh menggunakan isi kepala (otak).

Meskipun istilah Bedogan populer di era 80-90 an dan juga 2000 an, akan tetapi sepertinya saat ini tidak jarang sebagian orang tua yang menggunakan istilah Bedogan kepada anak mereka. Bahkan masyarakat yang pernah mendengar istilah Bedogan di era 80-2000 an juga masih ada saja yang saat ini terngiang-ngiang dengan istilah Bedogan ini (termasuk saya).

Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang ada, fenomena atau istilah Bedogan ini sepertinya sudah mulai hilang ditelan zaman. Sebagai bukti, saat ini yang saya lihat dan mungkin sebagian masyarakat lihat juga banyak anak-anak yang bermain hingga siang hari, namun tidak ada orang tua yang melarang anaknya main dengan menggunakan istilah 'Bedogan' ini.

Namun siapa sangka, meskipun Bedogan ini sudah mulai hilang. Sosok Bedogan sempat dituangkan dalam sebuah film pendek 'Bedogan 1990' karya anak Pemalang. Riki Yusup sang penulis cerita dalam sinopsisnya menceritakan sosok Bedogan yang sangat ditakuti oleh masyarakat, keberadaannya yang membuat orang tua selalu menakut-nakuti anak agar jangan keluar rumah di siang bolong.

Dalam film Bedogan ini menceritakan seorang wanita bernama Winarsih yang sudah lama tidak pulang ke rumah, Winarsih pulang dengan kekasihnya Yanto. Keanehan dirasakan Yanto ketika memasuki desa tersebut, masyarakat di desa ini selalu menutup pintu dan ketakutan ketika adzan duhur berkumandang. Ternyata masyarakat di desa tersebut percaya dengan mitos Hantu Bedogan yang berkeliaran pada saat jam tersebut.

Kalau kalian mendengar atau membaca cerita tentang Bedogan ini percaya atau tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun