Kretek adalah litingan yang terbuat dari racikan tanaman tembakau dan cengkeh yang kemudian dibungkus dengan kertas, daun, atau kulit jagung yang berbentuk silinder. Dalam perkembangannya, kretek mulai berinovasi yaitu dengan menambahkan filter yang dalam bahasa indonesia adalah penyaring yang langsung bertemu dengan bibir perokok.
Budaya nusantara memahami kegiatan merokok sebagai suatu metode dalam berkomunikasi, metode bergau, dan menjadi tren. Kretek dapat dengan mudah mencairkan suasana diantara mereka yang belum saling menganal. Dalam keheningan ketika berada di sebuah warung kopi tanpa ada seorangpun yang kita kenal, kretek adalah media yang tepat untuk kita mendapatkan teman bicara. Dalih memincam  korek sudah cukup kita jadikan sebagai pemanntik percakapan antar manusia yang tak saling kenal.
Budaya orang Indonesia akrab dengan kretek, apalagi mereka yang hidup di daerah pedesaaan yang dingin dikala embun masih menyelimuti, kretek setia menemani. Petani yang hendak berangkat kesawah berjalan sambil menghisap kretek hasil karyanya sendiri dengan penuh hayat. Disela-sela waktu bekerja kretek jugas masih setia membersamai dengan asapnya yang pekat menggumpal dan bunyi yang khas ketika dihisab "kretek... kretek... kretek..."
Eksistensi kretek bukan hanya ada pada budaya masyarakat pedesaan saja. jajaran tokoh-tokoh revolusioner seperti presiden Soekarno, penulis buku fenomenal tetralogi pulau buru Pramoedya Ananta Toer, budayawan Sujiwo Tejo, sastrawan Cak Nun juga akrab dengan kretek. Kesibukan profesi masing-masing dari mereka, masih sempat menyelipkan sebatang kretek ditangannya. Hal ini dapat kita jumpai dalam vidio-vidio yang banyak beredar di youtube.
Lalu dimana letak toleransinya? Begini, penulis terangkan pelan-pelan. Dunia mendeklarasikan perang terhadap kretek berawal dari laporan seorang ilmuwan Pharmacia yang bernama Surgeon General C. Everett Koop tahun 1988, "Dampak Kesehatan Merokok: Kecanduan Nikotin." Itu yang menjadi dasar utama terhadap larangan dan kampenye anti rokok oleh WHO sampai hari ini oleh. Hal itu kemudian berkembang dan mengintervensi kebijakan negara-negara seluruh dunia termasuk Indonesia. Mulai dari menaikan harga cukai hasil tembakau, pajak, dan larangan merokok ditempat-tempat umum.
Hari ini kita tau harga rokok mengalami kenaikan besar-besaran hingga seratus persen yang merupakan dampak dari dinaiknnya cukai hasil tembakau dan pajaknya. Hal ini ditujukan agar mengurangi jumlah konsumsi rokok. Begitu juga dengan larangan merokok ditempat umum. Ini yang penulis sebut sebagai intoleransi atas hak individu.
Dalil utama atas larangan merokok di tempat umum tidak lain yaitu mengganggu individu lain yang tidak merokok. Selalu dalil ini yang digunakan oleh mereka yang mengkampanyekan anti rokok. Mereka yang melarang berpendapat bahwa merokok adalah suatu kebiasaan buruk yang harus dihentikan.Â
Mereka juga berdalih bahwa merokok juga suatu bentuk pemborosan finansial, uang yang seharusnya dapat digunakan untuk hal lain malah digunakan untuk membeli rokok. Tapi mereka tidak pernah tau nikmat yang ada dalam setiap hisapan. Mereka hanya tau asap yang dihasilkan tidak baik untuk kesehatan manusia tanpa pernah merasakan manfaatnya.
Bagi perokok, merokok ditempat umum memiliki sensasi tersendiri apabila dibandingkan dengan di kamar mandi ketika BAB. Para perokok yang kebanyakan adalah laki-laki akan merasa lebih PD apabila kebiasannya ini dilakukan ditempat umum. Dan tidak lupa, ada prestis (gengsi) juga di dalam setiap fariasi hisapan dan seberapa pekat asap yang dikeluarkan dari mulut mereka. Semakin berfariasi gaya menghisap mereka semakin percaya dirilah dia.
Rasa-rasa itu yang tidak akan pernah dirasakan bahkan tidak diketahui oleh mereka yang menyatakan perang terhadap rokok. Kalau memang tidak merokok silakan saja, tetapi jangan mengatakan A, B, C, D, dan E untuk melarang orang lain merokok ditempat umum. Begitu pula sebaliknya, para perokok tidak pernah memaksa untuk merokok.Â
Kalau memang tidak bisa terkena asap rokok kan mudah, tinggal menjauhlah. Tidak perlu menggunakan dalil macam-macam untuk itu. Perokok punya hak untuk merokok, juga dengan yang tidak merokok, sama-sama punya hak. Disitulah secara implisit ajaran toleransi didalam sebatang kretek.