Dalam era media sosial yang penuh dengan sorotan dan seruan pemboikotan, beberapa brand ternama seperti Starbucks, McDonald's, dan lainnya mendapati diri mereka terjerat dalam gelombang boikot yang terkait dengan isu Israel. Namun, apa yang terjadi hari ini mungkin akan membuat banyak orang terkejut -- harga saham perusahaan-perusahaan ini justru menguat, berlawanan dengan prediksi yang beredar.
Dikutip dari Detik, Reza Priyambada, seorang analis dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), menjelaskan bahwa isu global seperti pemboikotan terhadap produk yang diduga mendukung Israel memang mempengaruhi sentimen terhadap harga saham perusahaan-perusahaan tersebut. Namun, pengaruh tersebut terbukti tidak signifikan dan hanya berlangsung sesaat. Mengapa demikian?
Reza menjelaskan, "Pengaruh itu bersifat sentimen, ya. Tetapi itu hanya efek sesaat. Apakah aksi boikot itu benar-benar memengaruhi produk mereka di seluruh dunia? Bisa jadi boikot hanya terjadi di gerai McDonald's di wilayah Arab, Mesir, atau Israel, sementara di Indonesia atau Malaysia tidak. Oleh karena itu, dampaknya sebatas sentimen sesaat."
Kecuali jika pemboikotan itu benar-benar mengganggu operasional seluruh gerai di seluruh dunia dan produk-produk perusahaan tersebut, barulah investor mungkin akan merespons secara negatif dan berdampak pada harga saham dalam jangka panjang.
Reza memberikan contoh bahwa hanya dalam kasus-kasus ekstrim, pemboikotan bisa benar-benar mempengaruhi harga saham dan membuat investor panik. Misalnya, jika salah satu peritel terkenal di dunia mengalami penurunan signifikan dalam jumlah gerainya yang tutup.
"Awalnya, mungkin investor akan menganggapnya sebagai langkah efisiensi, tetapi jika banyak gerai yang tutup dalam jangka panjang, investor akan menyimpulkan bahwa ini terkait dengan kinerja perusahaan. Mereka mungkin tidak mampu bersaing dengan gerai lain atau memiliki masalah lain," kata Reza.
Reza juga mencatat bahwa pergerakan harga saham selama isu seperti ini bisa bervariasi. Pergerakan harian saham mungkin mengalami fluktuasi, dengan beberapa hari mengalami penurunan dan kemudian kembali menguat. Namun, jika melihatnya dalam jangka waktu yang lebih panjang, seperti per bulan atau per tahun, hasilnya akan berbeda.
"Ketika seruan boikot pertama kali muncul, harga saham mungkin turun. Namun, investor membeli saham dengan harapan bahwa harganya akan naik. Jika beberapa saham mengalami penurunan, banyak investor akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membeli, yang kemudian membuat harga saham kembali naik," jelasnya.
Harus diingat bahwa produk yang diduga mendukung Israel meliputi perusahaan-perusahaan besar seperti Starbucks, McDonald's, KFC, PepsiCo, Netflix, dan Walt Disney. Namun, meskipun seruan pemboikotan begitu ramai, harga saham perusahaan-perusahaan ini justru terus menguat.
Contohnya, berdasarkan data dari Nasdaq, harga saham Starbucks hari ini mengalami kenaikan sebesar 1,23% menjadi US$ 93,15. Meskipun dibandingkan dengan lima hari sebelumnya, harga saham Starbucks merosot 1,08% menjadi US$ 94,50. Namun, jika dibandingkan dengan satu bulan yang lalu, harga saham Starbucks mengalami kenaikan sebesar 2,22% dari US$ 91,13.
Selanjutnya, harga saham McDonald's hari ini, berdasarkan data di Bursa Efek New York, tercatat naik 1,72% menjadi US$ 260,15. Dibandingkan dengan lima hari sebelumnya, harga saham McDonald's merosot 2,12% menjadi US$ 257,85. Meskipun pada tanggal 20 Oktober 2023, saham McDonald's sempat turun ke angka US$ 254,75.
Demikian pula, harga saham PepsiCo, perusahaan produsen minuman manis dan camilan terkenal, seperti Pepsi-Cola, Mountain Dew, dan Lay's, hari ini mengalami kenaikan sebesar 1,67% menjadi US$ 162,28. Meskipun jika dibandingkan dengan satu bulan sebelumnya, harga saham PepsiCo mengalami penurunan sebesar 4,07% dari US$ 169,17.
Harga saham Netflix hari ini, berdasarkan data dari Nasdaq, mengalami kenaikan sebesar 3,07% menjadi US$ 410,08. Jika dibandingkan dengan satu bulan sebelumnya, harga saham Netflix juga mengalami kenaikan sebesar 7,82% dari US$ 376,75.
Terakhir, harga saham The Walt Disney Company (DIS) hari ini, berdasarkan data dari Bursa Efek New York, mengalami kenaikan sebesar 1,70% menjadi US$ 80,68. Meskipun jika dibandingkan dengan satu bulan sebelumnya, harga saham Disney mengalami penurunan sebesar 1,21%, dari US$ 81,67.
Tentu saja, situasi ini menunjukkan bahwa reaksi pasar terhadap seruan pemboikotan dan isu-isu terkait dapat berubah-ubah, dan harga saham tidak selalu merespons sesuai dengan ekspektasi. Dalam dunia finansial yang dinamis, faktor-faktor lain seperti kinerja perusahaan dan sentimen pasar global juga dapat berperan dalam pergerakan harga saham.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H